Saat tinggal di wilayah yang terkepung selama bertahun-tahun dan kelaparan di mana-mana, membaca buku mungkin pilihan yang tak terpikirkan. Namun, para pencinta buku dan membaca di sebuah kota di Suriah telah mendirikan sebuah perpustakaan baru di sebuah tempat "rahasia".
Perpustakaan itu, menurut laman BBC, berisi banyak buku yang berhasil diselamatkan dari pengeboman. Namun, perlu perjuangan untuk mencapai perpustakaan tersebut. Para pembaca atau pengunjung perpustakaan harus menghindari peluru, menuruni tangga curam, dan menuju sebuah ruang remang-remang yang terkubur di bawah bangunan rusak akibat bom.
Namun, tempat yang terletak di ruang bawah tanah itu menjadi rumah bagi sebuah perpustakaan rahasia. Tempat itu menyediakan tak hanya pembelajaran, tapi juga harapan dan inspirasi bagi banyak warga di Kota Darayya, pinggiran Damaskus.
Anas Ahmad, mantan mahasiswa teknik sipil yang merupakan salah satu pendiri perpustakaan, mengatakan pentingnya membuat sebuah perpustakan. Anas mengatakan, hal itu dapat membantu warga untuk melanjutkan menuntut ilmu.
"Kami meletakkannya di ruang bawah tanah untuk membantu menghentikannya dari dihancurkan oleh peluru dan bom seperti banyak bangunan lain di sini," ujar Anas.
Pengepungan di Darayya oleh pasukan pemerintah dan kelompok propemerintah telah dilakukan sejak empat tahun lalu. Mulai saat itu, Anas dan relawan lainnya, banyak dari mereka adalah mantan mahasiswa, telah mengumpulkan lebih dari 14 ribu buku di hampir setiap subjek yang bisa dibayangkan.
Pada periode itu, lebih dari 2.000 orang, banyak dari mereka adalah warga sipil, tewas. Namun, hal itu tak menghentikan Anas dan teman-temannya menjelajahi jalan-jalan hancur untuk menemukan buku demi mengisi rak-rak perpustakaan mereka.
"Dalam banyak kasus, kita mendapatkan buku dari rumah-rumah yang terkena bom. Sebagian besar lokasi ini dekat dengan garis depan sehingga mengumpulkan ini (buku) sangat berbahaya," katanya. Mereka, menurut Anas, harus bersembunyi dari penembak jitu.
Menurut Anas, sepintas, ini mungkin dilihat sebagai ide buruk yang mempertaruhkan nyawa. Namun, ia mengatakan, itu dapat membantu masyarakat dalam segala macam cara.
Relawan di rumah sakit, misalnya, menggunakan buku-buku perpustakaan untuk tahu bagaimana memperlakukan pasien. Guru menggunakannya untuk membantu mereka mempersiapkan kelas dan calon dokter gigi menggunakan perpustakaan untuk tahu cara menambal atau mencabut gigi.
Anas dan pengguna lain sengaja merahasiakan lokasi perpustakaan. Sebab, mereka khawatir itu akan menjadi sasaran para penyerang di Darayya.
Meski perpustakaan sulit dicapai dan terlalu berbahaya bagi anak-anak, buku-buku membantu mereka sejenak melupakan perang. Seorang gadis muda pernah memberi tahu Anas bahwa ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam ruangan bermain gim dan membaca buku untuk membantunya melupakan kepedihan dan lapar yang menggerogoti perutnya.
Anak lain bernama Amjad (14 tahun) malah hampir setiap hari mengunjungi perpustakaan. Itu karena rumah Amjad berada di sebelah perpustakaan sehingga, menurutnya, lebih aman berada di perpustakaan ruang bawah tanah itu dibanding rumahnya. Tak heran, ia kemudian mendapat peran sebagai "wakil pustakawan".
Anas mengatakan, mayoritas pembaca tertarik pada buku-buku karangan penulis Arab terkenal, seperti penyair dan dramawan, Ahmed Shawqi. Atau, penulis Suriah, al-Tanawi, yang mencatat soal pemberontakan di dunia Arab. Namun, Anas mengatakan, banyak juga yang antusias dengan nama-nama yang lebih akrab di dunia Barat.
Abdulbaset Alahmar, misalnya. Mantan mahasiswa itu mengatakan, ia sudah membaca sejumlah buku karya penulis Prancis. Menurutnya, Hamlet adalah yang terbaik.
"Gaya Shakespeare pada tulisannya indah. Dia menjelaskan setiap detail begitu jelas seperti saya sedang menonton film di bioskop. Jujur, saya jadi begitu terobsesi dengan Hamlet dan mulai membacanya di tempat kerja," ujarnya.
"Saya percaya otak seperti otot. Membaca membuat saya lebih kuat. Otak saya tercerahkan sekarang, saya juga sudah memberi makan jiwa saya," kata Alahmar.
Penikmat buku lainnya, Omar Abu Anas, mengatakan hal senada. Menurut mantan mahasiswa teknik itu, perpustakaan memegang tempat khusus dalam semua hati warga di Darayya. Setiap ada serangan bom dekat perpustakaan, ia mengatakan, mereka selalu berdoa agar tak mengenai tempat kesayangan mereka itu. Ia mengatakan, buku memotivasinya untuk terus melangkah. Oleh Gita Amanda, ed: Yeyen Rostiyani