Selasa 28 Jun 2016 13:15 WIB

Prancis-Jerman Satu Suara Terhadap Brexit

Red:

BERLIN — Jerman dan Prancis mencapai kesepakatan penuh dalam menghadapi Brexit—gabungan dari Britain dan exit. Dua kekuatan blok itu sepakat tentang jenis perubahan yang dibutuhkan dan seberapa cepat itu harus datang.

Ini menunjukkan bahwa Prancis-Jerman yang telah didukung Uni Eropa selama beberapa dekade mungkin berjuang untuk memberikan perubahan. Banyak pejabat Eropa merasa perlu untuk memenangkan kembali dukungan dari warga, melawan sayap kanan populis yang naik daun dan mencegah disintegrasi bertahap dari blok Uni Eropa.

Selama akhir pekan, Eropa mulai mencerna prospek Uni Eropa tanpa Inggris. Hiruk-pikuk sinyal yang saling bertentangan sedang dikirim oleh politikus. Kesenjangan yang paling jelas dan langsung lebih dari sekadar memperlakukan Inggris setelah referendum.

Beberapa pejabat di Berlin bahkan mungkin berharap referendum bisa terbalik. Namun, prioritas mereka adalah mencegah perpecahan sengit dengan London.

"Tentu saja Uni Eropa memiliki sarana untuk menekan Inggris tanpa kita tidak harus fokus pada hal itu," kata seorang pejabat senior Jerman. "Mereka perlu waktu untuk menyadari hal yang telah mereka lakukan. Tidak perlu ancaman atau tekanan pada saat ini," ujar dia melanjutkan.

Politikus Prancis dari seluruh spektrum politik mengirimkan pesan yang berbeda. Mereka telah memperjelas bahwa dalam beberapa hari terakhir "perceraian dengan cara cepat" diperlukan. Beberapa pihak menggambarkan Brexit sebagai kesempatan bagi Prancis untuk menegaskan kembali kepemimpinannya di Uni Eropa.

"Tidak akan ada permainan kucing dan tikus," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault.

Kredibilitas Jerman

Di luar pertanyaan tentang seberapa cepat pembicaraan Brexit harus mulai, Jerman dan Prancis sangat terpecah mengenai proses reformasi Eropa. Merkel dijadwalkan bertemu Hollande di Paris pada Senin (27/6), bersama dengan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan Perdana Menteri Italia Matteo Renzi. Pertemuan itu mencoba untuk menempa pesan umum sebelum KTT Uni Eropa pada Selasa (28/6) dan Rabu (29/6).

Bagi Jerman, ada dua prioritas utama untuk Eropa. Keduanya adalah menyetujui mekanisme yang adil untuk mendistibusikan pengungsi ke seluruh blok dan mendorong laju reformasi struktural di negara-negara ekonomi lemah demi meningkatkan prospek pertumbuhan jangka panjang.

Prancis berada di tempat yang berbeda. Tidak seperti Merkel yang tampaknya berupaya memenangkan masa jabatan keempat pada 2017, Presiden Francois Hollande tampaknya tidak mungkin untuk berkuasa kembali.

Pemerintah Hollande menghadapi tantangan besar dari Front Nasional sayap kanan. Mereka protes terhadap reformasi pasar tenaga kerja dan negara tetap dalam keadaan darurat menyusul serangan oleh militan, November 2015, di Paris.

"Yang saya khawatirkan pasangan Prancis-Jerman tidak lama lagi, bukan karena sosok yang berkuasa, melainkan karena kita tidak lagi memiliki nilai lebih di hadapan Jerman," ujar mantan perdana menteri Prancis, Francois Fillon.   rep: Melisa Riska Putri/reuters, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement