Ahad 26 Jun 2016 14:03 WIB

RI-Filipina Diminta Serius Tangani Perompak

Red: Arifin

Pemerintah fokus pada penyelamatan, tapi kurang memperhatikan pencegahan aksi perompakan.

 

JAKARTA -- Indonesia dan Filipina diminta lebih serius menangani ancaman perompakan di perairan perbatasan. Permintaan tersebut disampaikan DPR yang menyayangkan penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) yang ketiga kalinya, yaitu warga Samarinda, dalam satu tahun terakhir oleh kelompok Abu Sayyaf. 

"Pemerintah harus segera merumuskan strategi pengamanan jalur pelayaran yang rawan sepanjang Indonesia-Filipina dengan pihak-pihak terkait, baik di dalam negeri maupun secara regional," kata Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Rofi Munawar melalui surat elektronik pada Sabtu (25/6) di Jakarta.

Menurutnya, selama ini pemerintah fokus pada kejadian dan penyelamatan (reaktif), tapi kurang perhatian terhadap pencegahan gangguan (preventif). Untuk itu, dia meminta pemerintah membuka jalur komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif dengan Pemerintah Filipina untuk menciptakan langkah konkret meredam kejahatan kelompok Abu Sayyaf. 

Selain itu, beragam kejadian perompakan hingga pembunuhan seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Filipina untuk melakukan tindakan. "Kelompok Abu Sayyaf ini merupakan kelompok yang sangat cair.

Mereka melakukan perompakan lebih banyak bermotif ekonomi dan merusak jalur distribusi perdagangan dengan mengirimkan pesan ketakutan," katanya. Dia juga meminta pemerintah sejak dini memitigasi jalur perdagangan yang ada. 

Sebanyak tujuh warga Samarinda disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di Perairan Filipina. Ketujuh orang tersebut merupakan anak buah kapal tunda (tugboat) Charles, milik perusahaan pelayaran PT PP Rusianto Bersaudara.

Terkait penyanderaan yang ketiga kalinya itu, Menlu Retno Marsudi mengatakan, pada Jumat (24/6) insiden tersebut tidak bisa ditoleransi lagi. Salah satu upaya yang telah dibahas untuk mencegah insiden serupa masih dalam pembahasan.

Retno mengatakan, Pemerintah indonesia mengecam keras aksi penculikan di Filipina selatan. "Kejadian yang ketiga kalinya ini sangat tidak bisa ditoleransi dan Indonesia akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera tersebut," kata Retno.

Keselamatan para sandera merupakan priorias utama. Retno menyampaikan Pemerintah Indonesia meminta pada Pemerintah Filipina untuk memastikan keamanan di wilayah perair an Filipina selatan, sehingga tidak mengganggu aktivitas ekonomi di sekitar. "Dengan ini, Indonesia siap bekerja sama," kata Retno.

Pascainsiden penculikan bulan lalu, Filipina dan Indonesia sepakat menggelar patroli gabungan di perairan perbatasan.

Daerah perairan selatan ini cukup rawan karena secara de factodikuasai oleh kelompok bersenjata.

Juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, mengatakan, saat ini kedua pihak masih membuat Standard Operationg Procedure (SOP). Menurutnya, yang jelas Indonesia berharap kejadian ini tidak berulang. "Joint patrol itu masih dalam proses merumuskan SOP, kita berharap bisa segera diselesaikan agar langkah-langkah yang disepakati dapat segera diimplementasikan," kata Tata, Jumat. 

Insiden penculikan WNI oleh Abu Sayyaf bulan lalu berakhir dengan pembebasan para sandera. Tapi, kini penculikan kembali terjadi terhadap tujuh WNI. Mereka ditahan oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda. Satu kelompok diantaranya diduga kuat Abu Sayyaf.

Kemenlu melakukan komunikasi aktif dengan semua pihak, termasuk dengan Pemerintah Filipina dan perusahaan pemilik kapal.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga terus melakukan koordinasi aktif dengan pemerintah Filipina untuk terus memantau situasi. Informasi soal permintaan uang tebusan dari penculik senilai 20 juta ringgit masih belum dikonfirmasi sambil menunggu informasi lanjutan dari perusahaan pemilik kapal.   rep: Lida Puspaningtyas, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement