Selasa 24 May 2016 18:00 WIB

Bild: Bebas Visa Schengen untuk Turki Tunggu 2017

Red:

BERLIN -- Koran Jerman, Bild, mengutip sumber di Berlin pada Senin (23/5), melaporkan bahwa Jerman menilai, bebas visa Schengen untuk Turki tidak akan diperoleh sebelum 2017. Alasannya, hingga 2016, Turki diperkirakan masih belum memenuhi syarat yang ditetapkan UE.

Turki dan Uni Eropa telah membahas masalah pembebasan visa sejak 2013 lalu. Pada bulan Maret, mereka telah setuju untuk terus mengupayakan ini sebagai bagian dari kesepakatan untuk menghentikan aliran imigran gelap dari Turki ke Uni Eropa.

Saat dikonfirmasi mengenai tenggat perkiraan yang disampaikan Pemerintah Jerman tentang bebas visa untuk Turki, juru bicara pemerintah Jerman enggan mengomentari.

Sementara, Turki langsung bereaksi melalui penasehat kepresidenan bidang ekonomi, Yigit Bulut. Turki mengatakan, mereka dapat menangguhkan semua kesepakatan dengan Uni Eropa jika blok negara Eropa itu memberlakukan standar ganda saat berurusan dengan Turki.

"Biarkan mereka terus memberlakukan standar ganda, biarkan mereka tidak memenuhi janji kepada warga Turki, namun mereka harus tahu bahwa jika mereka terus berkelakuan seperti ini, maka Turki akan mengambil keputusan sangat radikal segera," ujar Bulut kepada televisi pemerintah TRT.

"(Turki) dapat meninjau ulang semua hubungan dengan Uni Eropa, termasuk pabean dan kesepakatan penempatan kembali para migran. Eropa harus memenuhi janji mereka," kata Bulut.

Namun, dari jajak pendapat yang dilakukan Forsa untuk surat kabar Jerman Handelsblatt menunjukkan, hampir dua pertiga dari warga Jerman tak setuju dengan kesepakatan Uni Eropa-Turki. Padahal, Kanselir Jerman Angela Merkel memimpin kesepakatan yang juga terkait migran ini.

Saat ditanya apakah warga Jerman pikir politik Turki Merkel benar atau tidak? Sebanyak 59 persen responden mengatakan 'tidak', sedangkan sisanya setuju.

Survey juga mempertanyakan soal popularitas Merkel. Hasil survey menunjukkan, 44 persen warga Jerman masih menginginkan Merkel kembali menjadi kanselir pada pemilihan 2017 mendatang, sementara 47 persen menyatakan 'tidak'.

Beberapa politisi mengatakan, masuknya migran bisa menjadi solusi atas kekurangan tenaga kerja terampil di Jerman. Tapi, 56 persen responden Jerman mengatakan mayoritas pengungsi tak dapat diintegrasikan ke dalam pasar tenaga kerja di Jerman. Sekitar 38 persen menyatakan mereka bisa diintegrasikan. Jajak pendapat tersebut dilakukan terhadap 1.002 responden dalam periode waktu 17 hingga 18 Mei.

Sementara itu di Inggris, menjelang referendum terkait keanggotaan Uni Eropa, kampanye "Keluar" menyatakan negara tersebut tak akan mampu memblokir Turki bergabung dengan Uni Eropa. Mereka mengatakan, jika Turki bergabung, maka akan ada gelombang migran dari Turki yang akan masuk Inggris hingga menyebabkan meningkatnya populasi di negara itu.

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, yang mendukung kampanye agar negaranya untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa, membantah hal tersebut. Ia mengatakan, klaim dari kelompok oposisi sangat menyesatkan, ia bersikeras Inggris akan mempertahankan hak veto.

Dilansir Al-Arabiya pada Ahad (22/5), Cameron mengatakan bahwa Turki hanya akan mampu bergabung dengan Uni Eropa pada sekitar tahun 3000. Menurutnya, akan membutuhkan beberapa dekade untuk mewujudkan bergabungnya Turki dengan Uni Eropa.

Pembicaraan mengenai bergabungnya Turki ke Uni Eropa telah digaungkan pertama kali pada 1987. Namun, pembicaraan terhenti di tengah kekhawatiran mengenai laju reformasi ekonomi, catatan hak asasi manusia dan kebebasan berbicara serta ketegangan historis di antara Turki dengan Siprus. Untuk dapat bergabung dengan Komunitas Eropa, Turki harus mendapat persetujuan dari 28 negara anggota di Dewan dan Parlemen Eropa.

Pemerintah Inggris pada prinsipnya mendukung Turki bergabung dengan Uni Eropa jika memenuhi kriteria. Posisi ini telah didukung oleh Cameron beberapa kali sejak ia menjadi perdana menteri. Tapi suasana telah berubah dalam beberapa bulan terakhir.

Awal bulan ini, Turki dan Uni Eropa terikat kesepakatan mengenai migran. Dalam salah satu poin kesepakatan tersebut, Komisi Uni Eropa akan memberikan persetujuan bersyarat untuk warga Turki untuk dapat mengakses daerah Schengen di Uni Eropa tanpa visa.

Tapi untuk itu, Turki harus memenuhi sejumlah kriteria dari Uni Eropa. Selain itu, kesepakatan tersebut harus disetujui oleh Parlemen Eropa dan negara-negara anggota. Salah satu ganjalan adalah Uni Eropa meminta perubahan undang-undang antiteror.   rep: Gita Amanda/reuters, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement