Selasa 24 May 2016 18:00 WIB

Cina Ingin Bangun Pangkalan

Red:

LAUT CINA SELATAN -- Sebuah biro di Kementerian Transportasi Cina berencana membangun stasiun pangkalan untuk kapal penyelamat di Kepulauan Spratly, yang saat ini masih dalam sengketa dengan lima negara lain. Ini merupakan upaya terbaru Cina untuk terus mendorong pengembangan infrastruktrur sipil dan militer di wilayah sengketa.

"Kapal yang akan membawa pesawat tanpa awak dan robot bawah air direncanakan untuk digunakan pada semester kedua tahun ini," kata Komisaris Politik dari Biro Penyelamatan, Chen Xingguang.

Biro sipil memiliki 31 kapal dan empat helikopter yang siap melakukan misi penyelamatan di Laut Cina Selatan. Pejabat dari departemen kepada China Daily mengatakan, mereka bekerja dengan militer pada upaya tersebut.

Para pejabat mengatakan, stasiun pangkalan kapal penyelamat akan memungkinkan pasukan penyelamat membantu kapal nelayan yang kesulitan dan memperpendek jarak pelayaran mereka.

Tidak jelas di pulau mana akan dibangun stasiun pangkalan. Namun, sejauh ini Cina telah melakukan reklamasi lahan dan konstruksi di beberapa pulau di Kepulauan Spratly, bagian yang juga diklaim Filipina, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Taiwan.

Seperti diketahui, Cina mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan, yang dilewati perdagangan senilai lima triliun dolar AS tiap tahunnya. Washington menuduh Beijing memilitarisasi Laut Cina Selatan setelah membuat pulau buatan, sementara pada gilirannya, Beijing mengkritik peningkatan patroli Angkatan Laut AS dan latihan militernya di Asia.

Cina telah menyatakan rencananya untuk terus membangun fasilitas sipil di wilayah tersebut untuk mendapatkan keuntungan sendiri dan negara lain, serta fasilitas militer yang diperlukan. Analis mengatakan, sebuah lapangan terbang Cina dibangun di Fiery Cross Reef di Spratly yang dapat digunakan baik untuk jet sipil maupun militer.

Dalam sebuah artikel terpisah, China Daily mengatakan, Beijing telah membangun dua mercusuar di Kepulauan Paracel yang disengketakan. Beijing juga telah mendirikan empat stasiun untuk komunikasi radio dan jaringan telepon seluler sipil, menyediakan cakupan yang lengkap di area tersebut.

Sementara itu, People's Liberation Army Daily dalam mikroblog-nya mengatakan, armada Cina melakukan latihan militer untuk meningkatkan kemampuan tempur di Pasifik barat pada Sabtu (21/5). Sayangnya, tidak ada penjelasan tepat di mana latihan dilakukan.

Presiden AS Barack Obama, dalam sebuah kesempatan kunjungan di Vetnam, Senin (23/5) mengatakan, penting untuk menjaga kebebasan navigasi di Asia. "Sengketa di Laut Cina Selatan harus diselesaikan secara damai, bukan melempar beban kemana-mana," katanya.

Dilansir dari CNN, dalam kesempatan tersebut, Washington mencabut sebagian embargo senjata mematikan ke Vietnam. Sebuah langkah yang memungkinkan eskalasi ketegangan antara Cina dan negara-negara tetangganya di Laut Cina Selatan.

Keputusan Obama ini akan membuka jalan bagi Vietnam untuk mengimpor berbagai teknologi pertahanan AS. Apalagi, Vietnam ingin akses penuh, seperti mencoba berurusan dengan reklamasi Cina dan konstruksi militer di Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Para analis yakin, Beijing akan bereaksi negatif terhadap situasi yang meningkatkan kemampuan Vietnam untuk melawan ambisi Cina di Laut Cina Selatan tersebut.

"Mereka (red; Beijing) melihat kemungkinan langkah ini oleh AS untuk meningkatkan kesadaran domain maritim Vietnam di Laut Cina Selatan sebagai upaya berdiri dengan ambisi lebih tegas Cina di perairan yang disengketakan," kata Murray Hiebert, senior advisor dan wakil direktur program Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Washington D.C.

Orville Schell dari Asia Society Center for US-China Relations mengatakan, pencabutan embargo senjata di Hanoi akan menjadikan simbol signifikan bagi Perdana Menteri Xi Jinping, seberapa jauh kebijakan agresif di Laut Cina Selatan membuatnya terasing.

"Jika dia (Xi) cerdas, Xi akan melakukan kemampuan offensive dan sikap yang tepat," ujar Schell.    rep: Melisa Riska Putri/reuters, ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement