Ahad 14 Feb 2016 14:50 WIB

Perundingan Kubu Assad dan Barat Buntu

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,  MUNICH--Pertemuan negara- negara besar dunia pada Jumat (12/2) di Munich menyepakati rencana menghentikan pertempuran di Suriah. Meski demikian, Presiden Suriah Bashar al-Assad bersumpah tidak akan menghentikan pertempuran hingga seluruh wilayah kembali dalam kendali pemerintahannya.

Assad melakukan wawancara langka dengan kantor berita AFP pada Kamis (11/2) di Damaskus. Ia memastikan akan mengambil alih seluruh negeri dari pasukan pemberontak tanpa ragu sedikit pun.

Assad juga mengaku mendukung pembicaraan damai. Meski begitu, negosiasi tersebut tidak akan menghentikan pemerintahnya bertempur melawan apa yang dia sebut terorisme.

Pada Jumat, kesepakatan menghentikan permusuhan memang belum akan mulai diimplementasikan dalam pekan ini. Jika sudah, kesepakatan ini akan membantu pengiriman bantuan kemanusiaan untuk mencapai ke kota-kota yang terkepung.

Para pemimpin negara Barat mengatakan, tidak akan ada harapan untuk tercapainya kesepakatan. Terutama, apabila Rusia tidak menghentikan operasi udara dan pasukan Suriah tetap bertempur.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry mengancam, jika rencana damai gagal, akan ada lebih banyak pasukan asing yang ikut turun tangan. "Jika rezim Assad tidak melakukan tanggung jawabnya dan jika Iran dan Rusia tidak menepati janji, komunitas internasional tidak akan diam," kata Kerry pada televisi Dubai, Orient TV.

Menurutnya, akan ada peningkatan aktivitas untuk menekan Assad dan sekutu. Sementara, Assad bersumpah tidak akan menghentikan pertempuran meski ia menyadari tantangan di depannya.

"Mengalahkan kelompok yang melawan akan butuh waktu karena keterlibatan kekuatan regional," katanya, dikutip dari BBC. Pernyataan Assad ini merujuk pada negara- negara Timur Tengah yang ikut campur di Suriah, termasuk sekutunya.

Assad yakin Saudi dan Turki berencana menginvasi negaranya. Saudi sebelumnya menyatakan siap mengirim pasukan darat dalam pertempuran di Suriah. Sementara, Rusia mengatakan, hal itu hanya akan membuat perang tidak berkesudahan.

Bukan tak mungkin pula hal ini juga akan melecutkan perang dunia. Dalam wawancara dengan Orient TVtersebut, Kerry juga membahas pembicaraan Munich dengan desakan untuk segera menghentikan pertempuran.

Namun, pejabat Barat mengatakan, Rusia hanya mengulur-ulur waktu. Mereka menilai apa yang Rusia lakukan kali ini mirip dengan yang dilakukannya saat krisis Crimea di Ukraina. Sementara, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menga takan, Rusia tidak akan menghentikan pengeboman terhadap ISIS dan ke lompok pemberontak Front Nusra. "Pasukan udara kami akan tetap melanjutkan operasi melawan organisasi ini," kata dia.

Moskow mengatakan, dua kelompok militan itu adalah target utama serangan udara mereka. Namun, negara Barat mengatakan, negara pimpinan Vladimir Putin itu hanya menyerang sebagian besar kelompok pemberontak pembangkang Assad.

Menteri Luar Negeri Turki mengatakan, Rusia juga menargetkan sekolah dan rumah sakit di Suriah. Dalam perkembangan terbaru, oposisi mengatakan, pesawat Rusia membombardir bagian utara Provinsi Aleppo di Kota Tal Rifaat pada Jumat pagi.

Badan Observatory for Human Right mengatakan, pesawat perang yang diyakini milik Rusia juga menyerang kota utara Homs. Pekan ini, Pemerintah Suriah dibantu Rusia, Lebanon, dan Iran meng intensifkan serangan dan mengepung Aleppo yang dikendalikan pemberontak.

Mereka juga menutup perbatasan dengan Turki untuk menghentikan pasokan bagi pemberontak. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mendesak Rusia untuk menghentikan serangan pada pemberontak agar kesepakatan damai dapat segera mencapai proses baru.

"Rusia lebih menargetkan kelompok oposisi daripada ISIS. Serangan udara mereka sebenarnya menghalangi upaya untuk mencapai solusi damai," kata Stoltenberg.

Inggris dan Prancis juga mengatakan, kesepakatan damai hanya bisa dicapai jika Rusia menghentikan pengeboman terhadap oposisi.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan, intervensi militer Rusia tidak akan membantu Assad tetap memegang tampuk kekuasaan. "Tidak akan ada Bashar al-Assad pada masa mendatang," kata al-Jubeir pada surat kabar Jerman.

Secara keseluruhan, dalam pembicaraannya dengan AFP, Assad berbicara soal serangan pemerintah di Aleppo, tuduhan PBB terkait kejahatan perang, dan para pencari suaka Suriah di Eropa.

Assad mengatakan, serangan di Aleppo bermaksud memotong rute pasokan untuk pemberontak dari Turki. Ia menilai, masalah negara akan selesai dalam waktu kurang dari setahun jika pasokan dasar untuk pemberontak dari Turki, Yordania, dan Irak dihentikan.

Sementara, klaim PBB atas pemerintahnya, tambah Assad, bersifat politis dan tidak berdasar karena tidak ada bukti nyata. Awal bulan ini, penyidik HAM PBB mengatakan, pemerintah Assad telah melakukan kejahatan melawan kemanusiaan. Assad menyalahkan dukungan Eropa untuk teroris yang menyebabkan krisis. rep: Lida Puspaningtyas reuters/ap/bbc/aljazeerah, ed: Setyanavidita Livikacansera

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement