Kamis 11 Feb 2016 16:00 WIB

Korut Perluas Program Nuklir

Red:

WASHINGTON -- Korea Utara (Korut) memperluas program nuklirnya dengan memulai kembali reaktor plutonium dan lebih mengembangkan rudal balistik. Hal tersebut diungkapkan Direktur Intelijen Nasional AS James Clapper.

Ia mengatakan, pada 2013 menyusul uji coba nuklir ketiga, Korut telah mengumumkan niatnya untuk membarui dan memulai kembali fasilitas di kompleks nuklir Yongbyon.

"Pyongyang terus memproduksi bahan fisil dan mengembangkan rudal balistik kapal selam," katanya kepada sebuah komite Senat AS pada Selasa (9/2) dilansir Aljazirah.

Dalam kesempatan tersebut, Clapper mengatakan, kepada para senator tentang laporan tahunan ancaman seluruh dunia yang diduga Pyongyang mencoba untuk mengembangkan sistem rudal mobile jarak jauh.

Pada Ahad Korut yang dipimpin oleh pemimpin Kim Jong-un meluncurkan rudal balistik dan mengirim satelit ke orbit. Menurut AS, satelit yang diluncurkan Korea Utara (Korut) tersebut telah mencapai orbit stabil, tapi tidak mengirimkan data kembali ke bumi. Peluncuran tersebut sejauh ini gagal meyakinkan para ahli bahwa Korut secara signifikan memiliki teknologi canggih roket.

Peluncuran pada Ahad itu, dikatakan Korut, adalah satelit pengamat bumi dan membuat marah sejumlah negara tetangga Korut dan AS. AS bahkan menyebutnya sebagai uji coba rudal, mengikuti uji coba nuklir keempat Korut, Januari lalu.

"(Satelit) ini sekarang stabil di orbit. Mereka berada di bawah kendali," ujar seorang pejabat AS.

Ia mengatakan, peluncuran tidak seperti satelit Korut sebelumnya yang diluncurkan pada 2012. Saat itu, satelit tidak pernah stabil. Namun, satelit yang baru diluncurkan ini tidak dianggap transmisi.

Peluncuran terebut membuat AS mengambil sikap tegas. Gedung Putih melaporkan, Presiden AS Barack Obama melakukan panggilan telepon dengan para pemimpin Korea Selatan (Korsel) dan Jepang pada Senin malam. Ia meyakinkan kedua peimpin negara tentang dukungan Washington dan menyerukan tanggapan internasional terhadap peluncuran.

Obama juga akan membahas 'provokasi' Korut ketika ia menjadi tuan rumah para pemimpin Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di California, awal pekan depan. Sejauh ini, AS mencoba merangkul satu-satunya sekutu utama Korut, Cina, untuk bernegosiasi tentang garis besar sanksi resolusi baru PBB terhadap Korut. Resolusi baru tersebut diharapkan akan diterapkan pada bulan ini.

Dewan Keamanan PBB telah memberlakukan sanksi terhadap Korut untuk uji coba nuklirnya dan peluncuran roket jarak jauh pada 2006. Saat itu, sanksi melarang perdagangan senjata dan aliran uang yang bisa mendanai program senjata negara itu.

Namun, laporan PBB menyimpulkan bahwa Korut terus mengekspor teknologi rudal balistik ke Timur Tengah, persenjataan kapal dan peralatan ke Afrika yang melanggar sanksi PBB. Laporan oleh panel DK PBB di Korut yang memonitor pelaksanaan sanksi mengatakan, ada pertanyaan serius tentang kemanjuran sanksi PBB kepada rezim saat ini.

Menurut para diplomat Barat, membatasi akses Korut ke pelabuhan internasional adalah salah satu langkah Washington mendorong Beijing untuk menerimanya setelah uji coba nuklir pada 6 Januari dan peluncuran roket, akhir pekan lalu.

Ahli rudal mengatakan, Korut tampaknya telah mengulang kesuksesan sebelumnya dalam menempatkan suatu objek ke ruang angkasa. Penempatan objek tersebut menggunakan desain hampir identik dengan peluncuran 2012.

Direktur Badan Pertahanan Rudal AS James Syring mengatakan, peluncuran Korut adalah provokatif, mengganggu, dan mengkhawatirkan, tapi tidak bisa disamakan dengan uji rudal balistik antarbenua. Sebab, menurutnya, Korut tidak pernah berusaha untuk melakukan uji terbang rudal balistik antarbenua KN-08.

Syring mengatakan, pertahanan rudal AS akan mampu bertahan melawan upaya rudal Korut untuk meningkatkan keandalan sistem AS dan meningkatkan jumlah pencegat yang berbasis di AS dari 30 menjadi 40.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Korsel kepada kantor berita Korsel  Yonhap percaya bahwa roket tiga tahap bernama Kwangmyongsong memiliki kemampuan mencapai radius 12 ribu kilometer, mirip dengan roket pada 2012. Dengan jarak itu, roket bisa menempatkan daratan AS dalam jangkauan.

"Saya menduga, tujuan peluncuran ini adalah untuk mengulang sukses yang dengan sendirinya memberikan pengetahuan teknik yang cukup," kata seorang ahli rudal di International Insitute for Strategic Studies Michael Elleman. rep: Melisa Riska Putri reuters ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement