Selasa 01 Dec 2015 15:00 WIB

Turki dan UE Capai Kesepakatan Besar

Red:

BRUSSELS -- Para pemimpin ke 28 negara Uni Eropa (UE) telah mencapai  kesepakatan dengan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada Ahad (29/11), di Brussels. Kesepakatan senilai tiga miliar euro atau sekitar Rp 44 triliun tersebut bertujuan membatasi arus pengungsi ke Benua Eropa.

Dilansir Aljazirah, Senin (30/11), para pemimpin Uni Eropa menawarkan bantuan dana senilai 3,2 miliar dolar kepada Ankara untuk membantu menangani krisis migran. Mereka juga menjanjikan hubungan yang lebih erat dengan Turki serta meninjau kembali keinginan lama Turki untuk bergabung dengan blok tersebut.

"Ini adalah hari bersejarah. Tiga miliar euro yang diberikan ke Turki akan diberikan ke para pengungsi Suriah," ujar Davutoglu.

Turki merupakan titik transit utama para pengungsi Suriah yang mencoba memasuki Eropa. Tahun ini saja, diperkirakan ada 1,5 juta pengungsi yang berhasil masuk Eropa melalui Turki. Ini merupakan krisis pengungsi terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II, dan Uni Eropa berupaya menggandeng Turki sebagai bagian dari solusi.

Davutoglu mengatakan, Turki berkomitmen untuk membantu. Tapi, menurutnya, Turki tak bisa menjanjikan dengan pasti.

"Saya ingin mengatakan jumlah migran akan menurun, tapi kita tak bisa memastikan itu karena kita tak tahu apa yang terjadi di Suriah," ujarnya.

Namun, Davutoglu menyatakan terima kasihnya kepada para pemimpin Eropa untuk apa yang disebutnya awal baru. Menurutnya, ini bukan hanya awal pertemuan, tapi juga awal sebuah proses baru yang sangat penting bagi masa depan ikatan bersama Turki dan Uni Eropa.

Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan, kesepakatan ini merupakan waktu yang tepat untuk membahas kembali masalah perbatasan bersama. Ia mengatakan, bantuan senilai tiga miliar euro itu dikucurkan untuk membuat fasilitas pengungsi baru.

Tak hanya itu, Tusk juga menjanjikan proses masuknya Turki ke Uni Eropa akan dibahas kembali.

Kedua belah pihak mendapat konsesi atas masalah pengungsi. Uni Eropa sangat membutuhkan bantuan Turki untuk menampung aliran migran ke blok. Sementara, Turki memperoleh harapan atas keinginan lamanya bergabung dengan blok Uni Eropa sejak 2005.

Krisis pengungsi memang telah mengingatkan para pemimpin Eropa bahwa Turki, baik anggota maupun tidak, adalah mitra penting bagi Uni Eropa. Negara tersebut merupakan penyangga dari hiruk-pikuk wilayah Timur Tengah yang sedang mengalami guncangan dalam beberapa tahun terakhir.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, kesepakatan ini akan membantu menempatkan aliran pengungsi dalam sebuah kerangka hukum. Selama ini, menurutnya, Turki menjadi penampung lebih dari dua juta pengungsi, namun hanya sedikit mendapat bantuan dari dunia internasional.

"Ini berarti pengungsi akan memiliki kehidupan lebih baik seperti hak untuk bekerja dan bantuan Uni Eropa dapat mendorong para pengungsi untuk bersekolah," ujar Merkel.

Sementara itu, Perdana Menteri Belgia Charles Michel mengatakan sangat hati-hati terkait kesepakatan. Ia mengaku tak mau begitu saja menyetujui 'cek kosong' untuk Turki.

"Belgia percaya Turki harus bertanggung jawab terhadap kemitraan strategis yang seimbang, seperti kontrol perbatasan, tak hanya dengan Eropa, tapi juga dengan Suriah. Saya mengharapkan jaminan yang jelas dari Turki," kata Michel.

Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan, Uni Eropa perlu memantau komitmen Turki, langkah demi langkah. Baik itu kesepakatan terkait krisis migran, melawan ekstremisme, dan membantu mengakhiri krisis politik Suriah. Hollande mengatakan, Turki harus merilis laporan terkait setiap kesepakatan dengan pengungsi  agar komitmen tersebut dapat diperiksa.

Keanggotaan Turki di UE

Uni Eropa berencana membuka bab baru negosiasi terkait aksesi Turki pada Desember. Mereka sedang mempersiapkan bab selanjutnya dari diskusi tersebut pada tiga bulan pertama tahun depan.

Menjelang pertemuan, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan, Turki harus menunjukkan kemajuannya dalam hal yang fundamental. Di antaranya, kemajuan dalam hal hak asasi manusia, kebebasan media, dan memulai kembali proses perdamaian dengan Kurdi.

"Mulai hari ini dan seterusnya kami juga akan, saya secara pribadi, mengupayakan dialog tingkat tinggi dengan Turki atas berbagai masalah beragam dan kadang isu sulit dalam satu meja dengan mereka, mereka semua, tak ada pengecualian," ujar Mogherini. n ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement