Jumat 09 Oct 2015 13:00 WIB

Rusia Gunakan Rudal Jelajah di Suriah NATO siap mengerahkan pasukan untuk menjaga Turki.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Rusia Gunakan Rudal Jelajah di Suriah

NATO siap mengerahkan pasukan untuk menjaga Turki.

DAMASKUS -- Rusia meluncurkan rudal jelajah untuk menyasar target di Suriah. Aksi unjuk kekuatan militer ini dilakukan dari empat kapal perang Rusia yang berada di Laut Kaspia, lebih dari 1.200 kilometer jauhnya dari sasaran. 

Ini adalah pertama kalinya Rusia menggunakan kapal perang sejak memulai operasi militernya di Suriah. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pada Kamis (8/10) bahwa Angkatan Laut Rusia menembakkan rudal tersebut ke 11 target di Suriah. Sejak serangan dimulai 30 September, Rusia telah menyasar 112 target di Suriah.

Shoigu mengatakan bahwa Pemerintah Rusia sudah mengumpulkan para atase militer asing di Moskow dan meminta mereka memberikan data intelijen mengenai posisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Hari ini kami menanti jawaban dari para mitra dan kami berharap mereka akan memberi tahu data tentang sasaran," kata Shoigu yang juga mengatakan bahwa Rusia siap menyepakati sebuah dokumen kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) untuk melakukan koordinasi dalam operasi di Suriah.

Kantor berita RIA Novosti yang dikutip Aljazirah menyebutkan, 26 rudal (sebelumnya diberitakan sebagai roket—Red) yang ditembakkan dari empat kapal perang Rusia itu memiliki daya jelajah 1.500 kilometer. Rudal melewati Iran dan Irak lalu menghantam Provinsi Raqqa dan Aleppo di utara Suriah serta Provinsi Idlib di barat daya Suriah.

Negara-negara Barat, Arab, dan Turki juga menggelar operasi miiter menyasar ISIS. Namun, mereka ingin Presiden Suriah Bashar al-Assad lengser—hal ini  ditentang Rusia. Mereka menuding Rusia memanfaatkan ISIS sebagai dalih untuk membidik militan lawan politik Assad, bukan ISIS. 

Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengatakan pada Rabu bahwa strategi Rusia adalah "kesalahan fundamental". Ia bahkan menegaskan, pasukan koalisi pimpinan AS tidak akan bekerja sama dengan Rusia. 

Sedangkan, Kementerian Luar Negeri AS menyebutkan, tidak satu pun sasaran yang diburu Rusia adalah markas ISIS atau militan yang terkait Alqaidah. "Lebih dari 90 persen serangan (Rusia—Red) yang kami perhatikan sampai saat ini bukan membidik ISIS atau teroris terkait Alqaidah," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS John Kirby. "Sasaran itu sebagian besar membidik kelompok oposisi yang menginginkan masa depan lebih baik bagi Suriah dan tidak ingin menyaksikan Assad terus berkuasa," ujar Kirby.

Terganggu Rusia

Sekretaris Jenderal Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO Jens Stoltenberg mengatakan pada Kamis, para menteri pertahanan NATO sepakat menambah pasukan koalisi pimpinan AS menjadi 40 ribu personel. Jumlah  tersebut adalah dua kali lipat dari jumlah sebelumnya. 

Hal lain yang disepakati adalah berdirinya kantor baru NATO di Hungaria dan Slovakia. Pertemuan NATO ini digelar Kamis di tengah bayang-bayang ketegangan akibat serangan Rusia di Suriah. "Semua ini menjadi pesan yang jelas bagi seluruh warga NATO. NATO akan membela Anda, NATO ada di lapangan, NATO siaga," ujar Stoltenberg.

Tidak jelas apakah pesan tersebut menjadi isyarat kepada Rusia. Sebelumnya, Stoltenberg sempat mengatakan, NATO akan mempertimbangkan dampak keamanan terkait meningkatnya aktivitas militer Rusia dan Suriah. Menurut dia, NATO bahkan siap mengerahkan pasukan jika diperlukan untuk mempertahankan Turki. 

Akhir pekan lalu, jet tempur Rusia dilaporkan memasuki  wilayah udara Turki sebanyak dua kali. Menurut Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon, keberadaan Rusia di Suriah membuat suasana menjadi lebih  bahaya. 

Selama 40 tahun, tugas utama NATO adalah menghalangi Rusia beraksi di timur selama Perang Dingin. Namun, setelah terlibat di Afghanistan, kini NATO menghadapi realitas untuk mengatasi ancaman di perbatasan. 

Perpecahan antara NATO yang ingin berfokus pada krisis Ukraina dan ISIS berpotensi menghambat respons terpadu dari 28 anggota NATO. Prancis dan Inggris, dua anggota utama NATO, sepakat untuk menstabilkan konflik. 

"Kita perlu menyepakati pendekatan jangka panjang untuk menghadapi Rusia,"  kata utusan Inggris untuk NATO, Adam Thomson. Menurut Fallon, kebijakan NATO adalah untuk selalu hadir di timur untuk menanggapi setiap provokasi Rusia yang bisa lanjut menjadi agresi. n reuters/ap ed: yeyen rostiyani 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement