Jumat 04 Sep 2015 19:04 WIB

13 Juta Anak Timteng Putus Sekolah

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- PBB merilis data anak sekolah yang terimbas perang di Timur  Tengah, Rabu (2/9). Menurut badan PBB yang khusus menangani anak-anak, Unicef, ada lebih dari 13 juta anak yang putus sekolah karena konflik dan perang.

Dilansir laman Aljazirah, jumlah anak putus sekolah tersebut meliputi lima negara, antara lain, 2,7 juta anak Suriah, tiga juta di Irak, dua juta di Libya, 3,1  juta di Sudan, 2,9 juta di Yaman, dan 700 ribu lain di negara-negara sekitarnya. Unicef mengatakan, konflik juga menyebabkan lebih dari 8.850 sekolah tak bisa  lagi digunakan. Banyak ruang kelas yang kini justru difungsikan sebagai tempat  penyimpanan bom rakitan.

Direktur Regional Unicef untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Peter Salama, mengatakan bahwa dampak konflik dirasakan oleh hampir semua anak di seluruh  wilayah Timur Tengah.

"Perang tidak hanya merusak fisik sekolah, tapi juga harapan dan masa depan anak-anak," kata Salama, dikutip BBC. Dari data Unicef pada 2014 tercatat 214 serangan berlangsung terhadap sekolah-sekolah di Suriah, Irak, Libia, Palestina, Sudan, dan Yaman. Sampai saat ini, satu dari empat sekolah telah ditutup sejak konflik meletus di Suriah.

Selain itu, lebih dari 52 ribu guru di Suriah juga telah meninggalkan pos mereka. Hal ini semakin membebani runtuhnya sistem pendidikan negara dengan kurangnya tenaga terampil. "Bahkan, guru-guru Suriah yang akhirnya menjadi pengungsi di negara-negara lain menghadapi hambatan yang mencegah mereka kembali bekerja," kata laporan Unicef tersebut.

Bahkan, Unicef menyatakan, sekolah bukan lagi tempat yang aman. Salah satu serangan terburuk melanda sebuah sekolah di wilayah Yaman. Serangan saat itu  ke ruang guru di sebuah sekolah di Amran menewaskan 13 staf dan empat anak-anak. "Pembunuhan, penculikan, dan penangkapan sewenang-wenang siswa, guru, serta tenaga pendidikan menjadi hal biasa di kawasan itu," ujar laporan Unicef.

Ratusan sekolah dan perguruan tinggi telah tutup sejak Maret, ketika koalisi Arab Saudi melancarkan serangan udara ke pemberontak Houthi yang merebut Sanaa. Sementara, di Jalur Gaza, PBB mengatakan, sedikitnya 281 sekolah telah dirusak  dan delapan lainnya hancur. Unicef menambahkan, di Irak, perang antara pasukan pro-pemerintah dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memiliki dampak pada sedikitnya 950 ribu anak sekolah. Ada sekitar 1.200 sekolah di Irak yang berubah fungsi sebagai tempat penampungan bagi pengungsi di dalam negeri.

Konflik Timur Tengah juga memengaruhi anak-anak sekolah di Libya. Lebih dari setengah dari total populasi anak di negara tersebut ikut mengungsi akibat kekacauan pascapenggulinan Muammar Qadafi. Mereka yang mengungsi pun otomatis tak bisa lagi bersekolah. Di kota kedua di Libya, Benghazi, PBB mengatakan, hanya 65 dari 239 sekolah yang masih berfungsi. Begitupun halnya di Sudan. Unicef mengatakan, tingginya jumlah keluarga yang melarikan diri dari kekerasan di Darfur dan Kordofan Selatan memberikan tekanan terhadap dunia pendidikan di sana.

Unicef menyerukan adanya layanan pendidikan informal yang lebih baik pada negara-negara yang terkena dampak penutupan sekolah. Tak hanya itu, Unicef  juga meminta negara donor untuk memprioritaskan pendanaan pendidikan di  seluruh Timur Tengah.

PBB memperingatkan bahwa jika masalah ini terus berlanjut akan menyebabkan lebih banyak militansi, migrasi, dan masa depan yang redup di wilayah. Salama mengatakan, angka putus sekolah bisa meningkat menjadi 50 persen dalam beberapa bulan mendatang.

Salama menilai, kurangnya akses pendidikan mendorong upaya pencari suaka Timur Tengah untuk mencapai Eropa. Anak-anak yang tidak bersekolah juga lebih rentan terhadap perekrutan oleh kelompok-kelompok militan. Dia mengatakan bahwa Unicef telah melihat peningkatan dalam upaya perekrutan, berbanding terbalik dengan penurunan pendaftaran sekolah. "Kami berada di ambang kehilangan generasi anak-anak di wilayah ini. Kita harus  bertindak sekarang atau kita akan menyesal akan konsekuensinya," kata Salama.

Unicef membutuhkan tambahan 300 juta dolar AS setahun untuk memberikan anak-anak lebih banyak akses ke pendidikan. Menurut Salama, Unicef sejauh ini  menerima 140 juta dolar AS untuk pendidikan pengungsi Suriah.

Juru Bicara Unicef Juliette Touma mengatakan, pada 2010 sekitar tujuh hingga delapan juta anak usia sekolah di Suriah, Libia, Irak, Yaman, dan Sudan tak lagi  bersekolah. Alasan mereka umumnya karena konflik maupun kemiskinan. rep: Gita Amanda, Lida Puspaningtyas ap  ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement