Selasa 28 Jul 2015 14:47 WIB

Cina Ingin Buka Pelayaran ke Paracels

Red:

BEIJING -- Pemerintah Cina berniat memulai jalur pelayaran yang kedua ke Kepulauan Paracels, di Laut Cina Selatan, demikian berita yang dilaporkan China Daily, Senin (27/7). Langkah ini dipastikan membuat marah Vietnam yang juga mengklaim Kepulauan Paracels sebagai wilayahnya.

"Kita perlu memperhitungkan kapasitas kepulauan tersebut untuk pariwisata. Kapal pesiar tidak bisa berlabuh di sejumlah pulau dan para turis harus diangkut ke darat dengan kapal yang lebih kecil," ujar Xie Zanliang, kepala perusahaan pariwisata yang  mempromosikan wisata ke Paracels.

Cina memulai perjalanan kapal pesiarnya, yaitu Coconut Princes sebagai percobaan pada 2013. Kapal berlayar dari Hainan, provinsi di ujung selatan Cina. Hingga kini, lebih dari 10 ribu wisatawan sudah berlayar.

Pemerintah Cina berharap, jalur pelayaran kedua akan mulai beroperasi akhir 2015. Bahkan, akan semakin banyak pulau yang dapat dijelajahi dalam paket pariwisata mereka. Pulau tersebut termasuk Woody Island, tempat yang dipakai Pemerintah Cina sebagai kantor untuk mengelola Paracels.

Cuaca dan fasilitas Paracells yang minim dapat merusak rencana pariwisata Cina. Kepulauan itu kerap dihantam topan dan angin kencang.

Namun, rencana Cina ini diyakini bakal membuat pihak lain marah. Bulan lalu, Vietnam menyampaikan rencana yang sama, yaitu akan membuka jalur kapal pesiar di Kepulauan Spratly yang juga berada di Laut Cina Selatan. Langkah ini pun diprotes Cina yang mengklaim Kepulauan Paracels dan Kepulauan Spratly sebagai wilayahnya.

Menurut situs Pemerintah Ho Chi Minh City, pelayaran ini akan mengajak 180 warga Vietnam per tahun untuk melakukan tur enam hari. Tur akan berpusat di dua terumbu karang di Spratly.

Tahun lalu, gerakan anti-Cina juga menyebar di Vietnam setelah gesekan antara ekspatriat Cina di Vietnam dan warga lokal. Gesekan ini memicu kekerasan. Hal ini terjadi setelah penempatan pengebor minyak Cina di zona eksklusif ekonomi Vietnam dekat Paracels.

Cina mengklaim 90 persen wilayah Laut Cina Selatan. Beberapa wilayah juga diklaim oleh Brunai, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan. Meski demikian, sengketa negara ini telah mendorong peningkatan keberadaan warga sipil di pulau sengketa.

Menurut Council on Foreign Relations (CFR), 50 persen dari pengiriman minyak global  melewati Laut Cina Selatan. Sehinga wilayah ini menjadi rumah bagi bisnis  pengiriman terbesar dan tersibuk di dunia. Nilainya bisa mencapai lima trilun dolar AS  per tahun.

Amerika Serikat (AS) kerap mengingatkan Cina yang dinilai agresif dalam melakukan pembangunan di lokasi yang disengketakan. AS aktif melakukan pemantauan di Laut Cina Selatan dengan alasan untuk keamanan kawasan.

Sementara, negara-negara pengklaim berlomba-lomba mendorong warganya untuk tinggal di lokasi tersebut sebagai salah satu bentuk klaim mereka. n ap/reuters ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement