Senin 29 Jun 2015 12:00 WIB

Dua Langkah Maju dan Lalu Mundur

Red:

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengundang wartawan Republika Stevy Maradona dan wartawan dari enam negara ASEAN lainnya untuk tur reportase mengenai sengketa Laut Cina Selatan pada Mei. Para wartawan diajak bertemu dengan berbagai tokoh pemerintah maupun lembaga pemikir membahas posisi AS, ASEAN, dan Cina dalam perebutan wilayah di Laut Cina Selatan. Sengketa ini dalam beberapa bulan terakhir memang terus menghangat. Berikut laporan berserinya.

Pakar kebijakan luar negeri Cina, Dennis Roy, memaparkan ada tiga teori yang umumnya digunakan para peneliti untuk menjelaskan sikap Cina di sengketa Laut Cina Selatan. Teori pertama kerap disebut sebagai teori reaktif. Dalam teori ini, para pengamat melihat posisi Cina cenderung menunggu langkah negara lain.

Cina tidak mengambil posisi status quo terhadap wilayah negara lain yang menurut mereka masuk ke dalam nine dash line. Garis imajiner rekaan Cina ini membentang sampai ke dekat Filipina hingga Kepulauan Natuna. Karena negara lain terus ambil posisi tegas soal perbatasan laut mereka, sambung Dennis, Cina harus menandingi apa yang pihak lain lakukan.

Teori kedua lebih memperlihatkan 'watak kecerdikan' para pengambil kebijakan Cina. Di sini, kata Dennis, mereka mencari alasan yang tepat untuk beraksi di wilayah sengketa. Negara lain yang merasa terancam oleh pergerakan Cina pasti akan berbuat sesuatu di wilayah laut mereka. Apakah itu meningkatkan patroli sampai membangun struktur demi struktur. Cina menunggu negara lain melakukan kebijakan yang menurut mereka pas dengan situasi yang mereka inginkan. Setelah itu, Cina bergerak maju dengan kebijakan yang lebih terukur dari yang negara lain lakukan.

Teori ketiga, lanjut Dennis, dinilai lebih 'menyeramkan'. Karena, Cina dipandang sudah memiliki strategi besar dan bersiap tahap demi tahap untuk mencapai tujuan besar itu. "Cina punya tolok ukur sendiri terlepas dari apa pun yang negara lain lakukan di wilayah sengketa," kata Dennis lagi.

Secara internal, Dennis yang peneliti East West Center Hawaii ini menilai Cina diuntungkan oleh dua hal. Pertama, kekuatan Cina setiap saat makin besar, baik secara ekonomi maupun nonekonomi. Terlebih, kekuatan militer Cina. Cina baru saja menyelesaikan pembangunan kapal induk mereka yang pertama. Meskipun kelasnya belum setangguh Amerika Serikat, kapal induk ini menjadi salah satu 'ancaman' tersendiri dalam sengketa wilayah.

Kedua, sudah ada kalangan di internal pengambil kebijakan di Cina yang merasa sebenarnya posisi mereka sekarang terdesak oleh waktu. Karena negara lain tahu Cina setiap makin pesat perkembangannya, penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan ini harus disegerakan. Jangan menunda waktu lagi. Menunda waktu sama dengan menguntungkan Cina.

Faktor lain yang juga harus diperhitungkan dalam melihat posisi Cina adalah potensi tekanan politik internal. Dennis memaparkan, meskipun politik Cina monolitik dengan kekuasaan Partai Komunis yang absolut, tidak dapat dimungkiri peneliti AS melihat ada faksi-faksi lain yang bisa memberi tekanan. Pihak ini bisa dibilang sangat nasionalis. Mereka ingin Pemerintah Cina bersikap lebih tegas menghadapi tekanan berbagai pihak di Laut Cina Selatan.

"Mungkinkah tekanan politik domestik di Cina membuat Pemerintah Cina kesulitan bernegosiasi secara moderat dalam Laut Cina Selatan?" kata Dennis. Faktor ini, menurut dia, tidak bisa dikesampingkan. Dengan kata lain, ketika publik Cina melihat Vietnam dan Filipina melakukan aksi di wilayah sengketa, publik Cina berharap pemerintahnya mengeluarkan pernyataan yang kuat. Padahal, tadinya, menurut asumsi pengamat AS, Pemerintah Cina berharap bisa mengeluarkan pernyataan yang lebih moderat.

Mengapa moderat? Karena, sikap itu dinilai lebih baik untuk politik luar negeri Cina secara jangka panjang. Namun, Dennis melihat Pemerintah Cina sejauh ini berhasil mengelola opini publik dalam negerinya, "Dan, mereka tidak merasa tertekan."

Dalam pertemuan lainnya dengan peneliti dari Center for a New American Security, Patrick Cronin, juga disebutkan langkah kebijakan Cina yang mirp tarian 'poco-poco'. Maksudnya adalah apa yang sedang dilakukan Cina sekarang terhadap seluruh pihak yang bersengketa adalah dua langkah maju bila tidak ada tekanan. Dan, satu langkah mundur bila tetiba tekanan internasional menguat. Dengan posisi ini, menurut Cronin, Cina tetap lebih leluasa melakukan aktivitas di wilayah sengketa ketimbang negara lain.

Lini diplomatis Cina yang selalu mengeluarkan pernyataan yang cenderung mengambang tentang pergerakan armada laut dan pembangunan mereka. Di sisi lain, pembangunan struktur berjalan amat sangat masif. Mau dibalik bagaimanapun, posisi ini terasa lebih menguntungkan untuk Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement