Ahad 03 May 2015 15:13 WIB

‘Indonesia Terlalu Penting untuk Diabaikan’

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Eksekusi mati dua warga Australia yang terlibat perdagangan narkoba dinilai akan memperburuk hubungan Indonesia dengan Negeri Kangguru itu. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson di panggil kembali ke negaranya. Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyebut eksekusi mati tersebut tindakan kejam dan tidak perlu.

Namun tidak semua orang Australia melihat masa depan yang gelap antara Indonesia dan Australia. Dalam sebuah diskusi "In The Zone 2015" di Perth, Australia, Jumat (1/5), Stephen Smith (mantan menteri luar negeri dan Menteri Pertahanan Australia), Profesor Krishna Sen (peneliti poli tik dan media massa Indonesia) serta Gordon Flake (CEO Perth USAsia) memaparkan pandangannya dan strategi menghadapi ketegangan ini.

Gordon Flake, menerangkan dari perspektif jangka panjang, Indonesia terlalu penting untuk Australia abaikan. "Ketika orang Amerika, Jepang, India, dan Tiongkok melihat Indonesia, mereka melihat peluang, peluang, dan peluang," ujarnya.

"Jumlah penduduk yang besar, dengan kelas menengah yang akan melampaui 100 juta pada tahun 2050, Indonesia adalah pasar yang luar biasa besar," kata dia menambahkan.

Stephen Smith menambahkan jika eksekusi mati terhadap dua warga Australia bukanlah sinyal perlawanan dari Pemerintah Indonesia.

"Saya tidak percaya bila keputusan untuk mengeksekusi adalah sebuah serangan Indonesia terhadap Australia," ujar Stephen Smith yang juga menjabat sebagai Direktur Perth US- Asia Centre.

Menurutnya, Australia sebagai negara dengan populasi yang kecil harus mendekati negara-negara di kawasan seperti India, Tiongkok, Indonesia, ASEAN, dan Afrika demi kepentingan jangka panjang.

Pada tahun 2050, Indonesia akan menjadi negara dengan populasi terbanyak ke-4 di seluruh dunia, di bawah Tiongkok, India, dan Amerika.

"Bila hubungan kita tidak bagus dengan Indonesia, maka kelak ketika Indonesia menjadi pasar terbesar ke-4 di dunia, Australia tidak akan memperoleh keuntungan seperti apa yang kita punya sekarang," kata dia.

Secara hukum, lanjut dia, orang Indonesia melihat hukuman mati memang diatur secara jelas. Hukum di Indonesia memang mengancam mati pa ra pengedar narkoba, sementara di Australia hukuman mati baru dihapuskan pada tahun 1985 dan resmi menjadi pandangan politik nasional pada 1990-an.

Smith membeberkan, dalam sebuah wawancara pada tahun 2012, Perdana Menteri (PM) Australia Tonny Abbott yang saat itu merupakan pemimpin partai oposisi, mengaku setuju dengan adanya hukuman mati terhadap pembunuh massal, meskipun ia dan partainya tidak berencana menghidupkan kembali hukuman mati di Australia. antara, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement