Selasa 28 Apr 2015 15:00 WIB

Malaysia Tolak Konfrontasi dengan Cina

Red:

KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan, 10 negara anggota ASEAN tetap memilih pendekatan tanpa konfrontasi dalam sengketa Laut Cina Selatan. Pendekatan itu dinilai Najib efektif untuk menghindari ketegangan dengan Cina.  

"Kami akan terus berhubungan dengan Cina dengan cara yang konstruktif,"  ujar Najib seusai memimpin pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-26  ASEAN pada Senin (28/4). "Kami berharap bisa memengaruhi Cina. Mereka juga  berkepentingan untuk tidak berkonfrontasi dengan ASEAN dan setiap upaya merusak stabilitas kawasan juga tidak akan menguntungkan bagi  Cina," kata Najib yang menjadi tuan rumah KTT kali ini.

Menurut Najib, ASEAN akan mencari "penyelesaian yang cermat" terhadap Cina mengenai code of conduct atau pedoman perilaku di Laut Cina Selatan. Secara tidak langsung, Najib menolak seruan Filipina yang  meminta ASEAN menentang Cina. Filipina menyebutkan, Cina  berupaya mengambil alih kendali de facto melalui tindakan pembangunan pulau lautan di gugusan karang di Laut Cina Selatan.

"Reklamasi besar-besaran yang dilakukan Cina menjadi ancaman bagi keamanan pada keamanan dan stabilitas kawasan, menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diperbaiki pada lingkungan laut serta mengancam kelangsungan hidup rakyat kami," ujar Presiden Filipina  Benigno Aquino III dalam pidato sebelumnya di KTT ASEAN ini.

 

Aquino meminta ASEAN untuk memiliki keinginan politis dan bersatu melawan "aktivitas yang meningkatkan ketegangan" di kawasan. Filipina sempat memperingatkan bahwa Cina tampaknya akan menunggu penyelesaian reklamasi terlebih dulu sebelum akhirnya menyetujui code  of conduct. Aquino telah menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung pada Ahad (26/4) malam.

Ancaman bagi keamanan

Sebelumnya beredar sebuah rancangan pernyataan KTT ASEAN pada Senin menyebut reklamasi Cina di Laut Cina Selatan menjadi ancaman bagi keamanan wilayah. Rancangan itu menyebutkan, reklamasi  "menggerogoti kepercayaan dan keyakinan serta mungkin akan merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas."

"Kami menegaskan kembali pentingnya memelihara perdamaian, stabilitas, keamanan, dan kebebasan di laut dan udara wilayah Laut Cina Selatan," demikian lanjutan pernyataan tersebut.

Cina mengklaim 90 persen wilayah Laut Cina Selatan yang  diperebutkan enam negara. Keenam negara itu meliputi Cina, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Masing-masing negara memiliki  batas klaim yang berbeda-beda di Laut Cina Selatan yang diyakini kaya  minyak bumi dan gas alam. 

Reaksi tiap anggota ASEAN memang berbeda terhadap sengketa Laut Cina Selatan. Lokasi tersebut dinilai strategis dalam jalur pelayaran maritim serta diperkirakan berpotensi menjadi ancaman militer bagi kawasan.

"Mereka (ASEAN—Red) tidak bisa memungkiri bahwa sejumlah anggota  ASEAN bersuara tegas dalam isu ini, khususnya Filipina yang  mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap pembangunan (oleh  Cina) yang berpotensi menciptakan ketegangan di kawasan," ujar seorang  diplomat ASEAN.

Malaysia memiliki hubungan erat bidang ekonomi dengan Cina. Selama ini Malaysia memilih pendekatan yang lebih konservatif soal Laut Cina Selatan. Dalam pidatonya, Najib tidak menyebut soal reklamasi. Ia hanya  mengatakan, pembangunan di Laut Cina Selatan harus dilakukan dengan cara positif dan konstruktif.

"Akan ada satu-dua paragraf mengenai Laut Cina Selatan, namun Malaysia  sangat berhati-hati dalam penggunaan bahasanya dan mereka tidak memasukkan seruan Filipina yang meminta aktivitas reklamasi dihentikan," ujar sang diplomat.

Pencitraan satelit yang terbaru menunjukkan, Cina membuat kemajuan pesat dalam membangun landas pacu yang dapat dipakai untuk kepentingan militer di Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan. Kantor berita Cina, Xinhua, Senin, mengkritik sikap Filipina yang  mengangkat isu ini dalam KTT ASEAN. "Sikap Manila yang menudingkan  jari terhadap reklamasi pulau (milik) Cina di Laut Cina Selatan seperti maling teriak maling," tulis Xinhua.

Para pejabat ASEAN dan Cina dijadwalkan bertemu pada Mei dan Juni. Pertemuan itu untuk mempercepat kesepakatan mengenai Laut Cina Selatan. Filipina pernah mengajukan isu klaim wilayah oleh Cina ke  pengadilan arbitrase internasional pada 2013. n reuters/ap ed: yeyen  rostiyani

***

Gugusan Pulau Sumber Konflik

- Laut Cina Selatan yang dipersengketakan mencakup wilayah seluas 3.685.000 kilometer per segi.

- Di wilayah yang diperebutkan terdiri dari dua gugus pulau, yaitu Paracel dan Spratly. Selain pulau, kawasan ini juga memiliki puluhan gugus batu tak berpenghuni, sejumlah atol, pantai pasir, serta karang, seperti Scarborough Shoal—Cina menyebutnya Pulau Huangyan.

- Secara geografis, Laut Cina Selatan berada di wilayah barat Samudra Pasifik dan berbatasan dengan Asia Tenggara.

- Enam negara yang berebut wilayah ini memiliki batasan klaim masing- masing. Klaim terluas datang dari Cina, dengan batas negara yang disebut nine dash line atau sembilan garis putus-putus.

- Wilayah yang diklaim Cina ini membentang ratusan kilometer ke arah selatan dan timur, terhitung dari Provinsi Hainan di Cina paling selatan.

- Cina dan Filipina sama-sama mengklaim Scarborough Shoal alias Pulau Huangyan. Lokasinya sekitar 160 kilomenter dari Filipina dan lebih dari 800  kilometer dari Cina.

- The Washington Post menulis, klaim Cina tak sebatas klaim wilayah teritorial tetapi juga untuk masa depan ekonomi, strategis, dan militer negara ini.

- Untuk militer, misalnya, Cina memerlukan Laut Cina Selatan untuk  pangkalan Armada Laut Selatan. Cina diyakini sedang membangun rudal antikapal yang suatu hari akan dapat menenggelamkan kapal induk AS.

- Laman BBC melaporkan, poin penting lain yang menunjukkan peran Laut Cina Selatan adalah dalam lalu lintas laut dan kekayaan maritimnya.

- Selama bertahun-tahun Cina cenderung memilih kesepakatan bilateral tertutup dengan lawan-lawannya dalam berebut Laut Cina Selatan. Menurut  laman BBC, upaya ASEAN untuk ikut menyelesaikan konflik malah membuat organisasi ini lebih terpecah soal Laut Cina Selatan.

- ASEAN menyusun code of conduct pada 4 November 2002 yang ditandatangani wakil dari negara ASEAN dan Wakil Menteri Luar Negeri  Cina Wang Yi.

- Poin utama CoC adalah meminta seluruh pihak untuk saling menahan diri agar tidak mempertajam pertikaian dan mengutamakan dialog. Namun, CoC tersebut tampaknya hanya sebatas retorika. rep: Melisa Riska Putri reuters/ap ed: Yeyen  Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement