Ahad 26 Apr 2015 13:55 WIB

Nasib Muslim Rohingya tak Menentu

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, mendesak Pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan masyarakat Muslim di Myanmar, terutama masyarakat Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine Barat.

`'Masyarakat internasional masih merasa prihatin dengan situasi di Rakhine,'' kata Ban Ki Moon seperti dikutip Reuters, Sabtu (25/4).

Ban menambahkan, stabilitas tidak akan pernah bisa tercapai di Rakhine jika tidak ada penyelesaian yang komprehensif dalam masalah kewarganegaraan masyarakat Muslim tersebut. `'Stabilitas dalam jangka panjang tidak akan pernah tercapai tanpa ada upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan bagi komunitas Muslim,'' katanya.

Berbicara di depan satu delegasi dari Myanmar, Ban juga mengaku melihat `'sinyal konflik dari kisruh agama dan etnis yang dieksploitasi'' menjelang pemilu.

Maka, masalah status kewarganegaraan Muslim Rohingya ini diharapkan bisa selesai sebelum Myanmar menggelar pemilihan umum pada akhir tahun ini.

Hampir sekitar 140 ribu jiwa dari 1,1 juta Muslim Rohingya di Myanmar masih mengungsi dan tidak memiliki status kewarganegaraan yang resmi. Ini terjadi setelah bentrokan yang melibatkan komunitas Muslim dan Budha di Rakhine pada 2012 .

Sebagian besar Muslim di negara bagian itu menyebut diri mereka Rohingya, istilah yang ditolak pemerintah.

Pemerintah sendiri menyebut mereka sebagai kaum Bengali dan menganggapnya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh kendati mereka kebanyakan lahir di Myanmar.

`'Konflik tersebut bisa memicu kekacauan serius dan bisa mengganggu upaya negara ini untuk melakukan reformasi,'' kata Ban.

Masalah kewarganegaraan ini memang membuat warga Muslim di Myanmar, khususnya di negara bagian Rakhine, mendapatkan perlakuan yang tidak adil.

Menurut lembaga pemantau hak asasi manusia, masyarakat Muslim di Myanmar kerap me ngalami masalah pembatasan perkawinan, pendaftaran kelahiran, dan masalah-masalah pelanggaran HAM lainnya hingga ke masalah kekerasan.

Sentimen keagamaan

Belum lagi ditambah dengan munculnya sentimen-sentimen keagamaan, terlebih menjelang penyelenggaraan pemilu di Myanmar. `'Proses reformasi yang berjalan dapat tidak terwujud, jika penyebab dari ketegangan itu tidak dibenahi dengan baik. Dengan pemilihan umum yang kian dekat, pemerintah Myanmar harus bisa mengambil langkah-langkah mendesak dan menyelesaikan penyebab masalah-masalah ini,'' lanjut Ban.

Sebelumnya, Pemerintah Myanmar sempat menerbitkan `kartu putih' untuk para pengungsi Muslim Rohingya sebagai identifikasi sementara. Langkah ini dianggap sebagai salah satu jalan untuk memberikan tempat buat Muslim Rohingya bisa berpartisipasi dalam pemilu Myanmar.

Namun, komunitas Budha setempat memprotes kebijakan tersebut. Menurut mereka, banyak di antara pemegang `kartu putih' itu adalah penduduk ilegal dan pendatang. Akhirnya, pemerintah Myanmar menarik kembali dan membatalkan kebijakan `kartu putih' tersebut.

Pejabat Komisi Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al-Hussein sempat mengatakan Myanmar "menuju arah yang salah", di tengah penumpasan kelompok minoritas dan para pembangkang.

Dia mengingatkan bahwa "perkembangan terbaru terkait hak asasi kelompok minoritas, kebebasan menyatakan pendapat dan hak melakukan demonstrasi secara damai menimbulkan pertanyaan soal arah reformasi yang dilakukan, yang bahkan memicu kemunduran reformasi itu", seperti dilansir VOA.

Selama beberapa tahun terakhir, berbagai kelompok HAM telah mengecam kebijakan pemerintah yang menolak kewarganegaraan bagi warga Rohingya dan membatasi gerak mereka. rep: Reja Irfa Widodo ed: Endah Hapsari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement