Sabtu 28 Mar 2015 16:38 WIB

Perangkat 50 Dolar AS Simbol Perubahan Korut

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah portabel media playerseharga 50 dolar AS menjadi jendela dunia luar bagi banyak warga Korea Utara. Portabel itu menjadi simbol perubahan masyarakat di tengah upaya pemerintah menjaga warganya terasingkan dari dunia luar.

Menurut beberapa perkiraan, setengah dari seluruh rumah tangga urban di Korut dengan mudah menyembunyikan "notel" yang mereka miliki.

Notel merupakan portabel media playerkecil yang digunakan untuk menonton DVD atau konten yang disimpan pada USB. Portabel ini dapat dengan mudah diselundupkan ke negara itu dan berpindah dari tangan ke tangan.

"Notel" atau "notetel" merupakan kata unik Korut yang menggabungkan notebook dan televisi. Benda produk impor Cina itu dijual dengan harga sekitar 48 dolar atau Rp 627 ribu.

Notel tersedia juga di beberapa toko yang dikuasai negara. Perangkat tersebut dilegalkan tahun lalu. Namun, bukan berarti penduduk bebas membeli. Melalui aturan baru, warga Korut harus mendaftarkan notel mereka agar pemerintah bisa mengawasi.

Menurut para pembelot Korut, aktivis dan pengunjung yang baru-baru ini ke Korut mengatakan, orang-orang bertukar drama Korea Selatan, musik pop, film-film Hollywood, dan program berita kendati semua itu dengan tegas dilarang oleh rezim Pyongyang.

"Pemerintah Korea Utara mengambil ideologi nasional mereka dengan sangat serius sehingga penyebaran semua media ini bersaing dengan propaganda mereka. Ini adalah masalah besar yang terus berkembang bagi mereka," kata Sokeel Park dari organisasi kebebasan di Korea Utara (LiNK).

"Jika Pyongyang gagal untuk bisa beradaptasi dengan tren ini, hal itu akan mengancam kelangsungan hidup jangka panjang rezim itu sendiri,"

kata Park.

Warga Korut di bawah pimpinan Kim Jong-un lebih royal dalam membelanjakan uang. Ini menjadi pertanda bahwa beberapa bentuk kewirausahaan semakin ditoleransi dan negara mengurangi kontrol ketatnya dalam ekonomi. Selama beberapa bulan terakhir, konsumsi masyarakat Korut jauh lebih mencolok.

Salah satu pengunjung tetap Pyongyang yang tak mau disebutkan identitasnya mengatakan, tempat yang menjadi lokasi bagi penduduk lokal menghabiskan uang mengalami peningkatan.

"Orang-orang tampak jauh lebih percaya diri mentransaksikan uang tunainya dari pada mereka dahulu. Misalnya, saya telah melihat orang tanpa ragu menghabiskan 500 dolar untuk me nelepon," ujar dia.

Walau bagaimanapun, belum ada tanda bila rezim Pyongyang melonggarkan cengkeramannya melalui reformasi mendasar. Seorang pembelot dari Korut, Lee Seok-young, mengaku bila tahun lalu ia menyelundupkan 180 ribu notel buatan Cina ke negara itu.

Ia langsung mendatangkannya dari sebuah pabrik di Guangzhou. Pabrik itu kemung kinan besar masih memproduksi notel untuk memenuhi tuntutan pasar Korut saat ini. Menurut data di situs belanja onlineyang berbasis di Cina, Taobo, perangkat tersebut telah kehilangan popularitasnya di Cina selama bertahun-tahun, tapi tidak di provinsi yang berbatasan dengan Korut.

Sementara itu, Korea Utara mengaku telah menahan dua pria Korea Selatan yang diduga sebagai mata-mata.

Keduanya ditangkap setelah mengumpulkan informasi rahasia tentang Partai Buruh Korut yang berkuasa di Korea, organisasi negara, dan militer. Korsel meminta kedua warganya, Kim Kuk-gi dan Choe Chun-gil, dilepaskan.  Oleh Melisa Riska Putri ed: Teguh Firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement