Senin 22 Dec 2014 16:00 WIB

Tunisia Pilih Presiden Baru

Red:

TUNIS – Tunisia menggelar pemilu presiden putaran kedua, Ahad (21/12). Presiden Tunisia kelak merupakan yang pertama dipilih melalui pemilu bebas dan demokratis sejak negeri ini merdeka dari penjajahan Prancis pada 1956.

Sekitar 5,3 juta warga yang memiliki hak pilih memberikan suara sejak pukul 08.00 hingga 18.00 waktu setempat. Beji Caid Essebsi, ketua Partai Nidaa Tounes, bersaing ketat dengan presiden saat ini, Moncef Marzouki yang memperoleh dukungan partai Islam, Annahda.

Pada pemilu putara pertama, 23 November 2014, Essebsi memperoleh dukungan sebesar 39 persen suara. Sedangkan, Marzouki mendapatkan dukungan 33 persen suara. Essebsi memiliki basis dukungan di wilayah pesisir dan kelompok orang kaya.

Sebaliknya, Marzouki populer di tengah warga miskin di wilayah selatan dan kelompok Islam. Kubu Marzouki dan Essebsi berusaha saling menjatuhkan. Essebsi menolak melakukan debat dengan Marzouki saat masa kampanye. Ia menuding, Marzouki sebagai esktremis.

Essebsi menyatakan, Marzouki mewakili kelompok Islam yang menyebabkan keruntuhan Tunisia. Ini bermula dari revolusi pada 2011 yang kelompok Islam dukung, ditandai dengan terjungkalnya Presiden El Abidine Ben Ali dari kekuasannya.

Marzouki meyakini, Essebsi akan mengembalikan Tunisia ke masa lampau. Ia beralasan, Essebsi merupakan pejabat senior di pemerintahan Ben Ali. Profil kedua calon presiden membuat sejumlah warga Tunisia pesimistis.

"Saya tak memilih Essebsi atau pun Marzouki," kata Imed Jouni seorang warga. Ia menganggap Essebsi bukanlah seorang demokrat, itu sudah diketahui dari jejak masa lalunya. Marzouki, kata dia, tak tahu berbuat apa pun kecuali menguburkan polisi yang dibunuh oleh teroris.

Puluhan ribu personel keamanan dikerahkan. Pemilu berlangsung di tengah konflik bersenjata di negara tetangga terdekat, Libya. Pintu-pintu utama perbatasan kedua negara ditutup. Kelompok radikal juga mengirimkan ancaman melalui rekaman video menjelang pemilu.

Dalam rekaman tersebut, mereka menyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan dua politikus Tunisia pada 2013. Mereka mengecam penyelenggaraan pemilu presiden dan mengancam akan terjadi lagi pembunuhan lain.

Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Tunisia mengabaikan video itu. Ia menyatakan, kelompok pengancam ini tak ada apa-apanya bagi Tunisia. Siapa pun yang menang pemilu, presiden baru Tunia menghadapi tantangan berat.

Wewenang mereka dipangkas oleh konstitusi yang diloloskan parlemen awal tahun ini. Presiden merupakan pemimpin tertinggi angkatan bersenjata. Tapi, presiden tak bisa memilih atau memecat pejabat tinggi angkatan bersenjata tanpa persetujuan perdana menteri.

Presiden juga harus berkonsultasi dengan perdana menteri dalam menetapkan kebijakan luar negeri, mewakili negara, dan meratifikasi sebuah traktat. Di sisi lain, presiden baru dituntut mampu mengembalikan ekonomi yang runtuh setelah revolusi 2011.

Warga Tunisia saat ini mengkhawatirkan meningkatnya pengangguran akibat kerusuhan sosial. Lembaga kajian, Crisis Group, menyatakan, Tunisia merupakan harapan terakhir sebagai contoh transisi demokrasi yang damai di negara-negara Arab. n reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement