Jumat 28 Nov 2014 18:00 WIB

Dukungan Rusia ke Suriah Solid

Red:

Rusia tak meninggalkan Suriah. Rabu (26/11), Rusia menegaskan kembali dukungannya pada pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Terutama, terkait upaya Assad memerangi kelompok oposisi dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Di Sochi, Laut Hitam, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov menyampaikan komitmennya itu kepada Menlu Suriah Walid al-Moualem. "Faktor utama yang membuat situasi seperti sekarang, yakni ancaman teroris," kata Lavrov. 

Rusia merupakan sekutu utama Suriah dalam menghadapi konflik dengan oposisi. Perang sipil di Suriah telah memasuki tahun keempat, bahkan situasi sekarang semakin sulit. ISIS yang ikut berperang melawan Assad berhasil merebut banyak wilayah Suriah.

Sebenarnya, telah ada upaya negosiasi damai dengan oposisi. Namun, perundingan damai terhenti pada Februari lalu. Oposisi mendesak Assad tak ikut dalam pemerintahan transisi. Barat dan Arab pun sepakat, Assad harus lengser.

Peperangan sampai sekarang masih berlangsung. Pasukan Assad sibuk pula menghalau ISIS. Moskow menyatakan, semakin meluasnya pengaruh ISIS harusnya menjadi perhatian Suriah dan komunitas internasional.

Semua pasukan, termasuk serangan udara koalisi internasional, mesti menyerang ISIS. Aksi ini tak bisa efektif kalau tak menjalin kerja sama dengan Assad. Lavrov mengkritik AS yang tak mau melakukan hal itu. Namun, AS mengabaikan keberadaan Assad.

Moualem mengungkapkan, pertemuannya dengan Putin sangat produktif. Rusia tetap menjalin hubungan erat dengan Damaskus dan Assad. Ia juga membahas mengenai perundingan damai dengan Lavrov. Ini akan terus dikaji oleh Pemerintah Suriah.

Di Turki, salah satu petinggi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Letnana Jenderal John Nicholson, mengindikasikan organisasi ini tak akan menerapkan zona larang terbang di Suriah. Mereka tak menerapkan kebijakan sama seperti di Libya.

"Penerapan zona larangan terbang saat sekarang bukanlah pilihan," kata Letnan Jenderal John Nicholson. Turki telah mengusulkan pemberlakuan zona aman yang mengandalkan pertahanan udara sebagai komponen utamanya.

Namun, ide Turki masih ditanggapi dingin negara anggota NATO lainnya. Menlu Prancis Laurent Fabius mendukung ide itu. Ia pun menyatakan, banyak orang yang harus diyakinkan. Para pakar militer mengatakan, kebijakan itu baru memperoleh persetujuan Suriah.

Tindakan sepihak dalam penerapan zona larangan terbang akan membuat sekutu Suriah, seperti Iran dan Rusia, bertindak lebih jauh. Kini, Assad memanfaatkan serangan udara AS dan koalisinya terhadap ISIS di Suriah sebagai tameng bagi dirinya.

Dalam kunjungannya ke Turki akhir pekan lalu Wakil Presiden Joe Biden melakukan pembicaraan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Isu yang mereka bahas, di antaranya perkembangan konflik di Suriah serta ISIS.

Seorang pejabat AS mengatakan, tantangannya sekarang, yaitu dekatnya wilayah konflik di Suriah dengan perbatasan Turki. Namun, AS mengingatkan agar Turki tak terburu-buru bertindak dengan menerapkan zona larangan terbang. n reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement