Jumat 28 Nov 2014 18:00 WIB

Mesir Buka Perbatasan Rafah

Red:

GAZA — Mesir membuka perbatasan Rafah untuk pertama kalinya setelah selama sebulan ditutup, Rabu (26/11). Pembukaan Rafah menjadi kesempatan bagi ribuan warga Palestina yang tertahan di Mesir kembali ke Gaza.

Meski demikian, pintu perbatasan yang digunakan masuk ke Mesir dari arah Gaza tetap ditutup. Televisi Pemerintah Mesir melaporkan, pada Rabu, warga yang akan kembali ke Gaza diberi waktu dari pukul 12.00 hingga 16.00 waktu setempat.

Sedangkan, pada Kamis (27/11), waktunya lebih panjang, yaitu pukul 07.00 hingga 16.00 waktu setempat. Ratusan warga Gaza yang tak sabar ingin pulang, secepatnya menyeberang setelah petugas membuka kantor perbatasan.

"Situasinya sangat sulit bagi setiap orang, ada yang kehabisan uang dan lainnya sakit," kata Fadwa Almoghrabi, yang harus tinggal di Kairo, Mesir, selama 20 hari. Ia pulang ke Gaza setelah mengunjungi kerabatnya di Kairo.

Almoghrabi mengungkapkan, sejumlah orang menginap di masjid karena tak lagi mempunyai uang untuk membayar penginapan. Mesir menutup Rafah pada 25 Oktober setelah kelompok militan menyerang pos militer di Sinai. Sebanyak 33 tentara tewas.

Para pemimpin Hamas berulang kali menyatakan tak terkait dengan kekerasan di Mesir dan Sinai. Mereka menegaskan tak memiliki kekuatan militer selain di wilayahnya sendiri, Gaza. Namun, Mesir mengabaikan pernyataan Hamas.

Penutupan Rafah selama sebulan membuat sekitar 6.000 warga Gaza tertahan di Mesir dan beberapa negara lainnya. "Seribu warga Gaza yang membutuhkan pengobatan di Mesir tak bisa keluar," kata sejumlah pejabat pemerintahan di Gaza.

Kebijakan Mesir membuka perbatasan selama 11 jam dalam dua hari diyakini tak cukup bagi ribuan orang untuk kembali ke Gaza. Mestinya, mereka memperpanjang masa pembukaan Rafah. Apalagi, Rafah merupakan satu-satunya pintu ke Gaza tanpa harus melalui Israel.

Selama pemerintahan Presiden Muhammad Mursi, warga Gaza bebas keluar masuk Mesir melalui Rafah. Sebab, Hamas yang berkuasa di Gaza mempunyai hubungan baik dengan Mursi yang berasal dari Ikhawanul Muslimin. Kebijakan berubah setelah militer mengudeta Mursi.

Lalu, Abdul Fattah al-Sisi yang berasal dari militer menjadi presiden. Hubungan Hamas dengan pemerintahan sekarang tak akur. Direktur Penyeberangan Pemerintah Hamas Maher Abu Sabha mendesak Mesir mengizinkan warga Gaza yang tertahan di negara ketiga masuk Kairo.

Dengan demikian, mereka bisa segera menuju perbatasan dan memasuki kembali Gaza. "Jumlah mereka mencapai ratusan," kata Sabha.

Sementara, perwakilan Uni Eropa (UE) untuk Tepi Barat dan Gaza, John Gatt-Rutter, menyatakan, Gaza bisa kehabisan waktu melakukan rekonstruksi setelah serangan 50 hari Israel. Sebab, sampai saat ini tak banyak bahan bangunan masuk dari Israel ke Gaza.

Gaza membutuhkan semen, batu-bata, besi, baja, dan peralatan bangunan untuk membangun kembali rumahnya. Jika keadaan ini terus berlangsung, rekonstruksi terhambat. Sekitar 20 ribu rumah hancur atau rusak akibat serangan udara Israel pada Juli hingga Agustus. "Kita tak bisa menunggu. Harus ada gerakan politik memecah kebuntuan ini," kata Rutter.

Hambatan lainnya adalah kegagalan Hamas dan pemerintahan yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas mengatasi perbedaan. Israel menginginkan agar Abbas mengambil alih pemerintahan di Gaza yang dikuasai Hamas, termasuk perbatasan. Tapi, ini belum terwujud.

Rutter pun menyayangkan Hamas dan Fatah yang belum menjalankan pemerintahan bersatu. Dalam kondisi udara dingin yang berlangsung akhir-akhir ini, ribuan warga Gaza dikhawatirkan tak akan memiliki tempat berteduh memadai. Mereka bakal menderita karena dingin.

Rutter berharap, jumlah dan kecepatan masuknya bahan bangunan ke Gaza ditingkatkan. "Dengan bahan bangunan yang mencukupi, warga Gaza lebih cepat pula membangun kembali rumahnya." n c84/ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement