Senin 24 Nov 2014 13:31 WIB

Gaza Tolak Dilucuti

Red:

Warga Gaza, Palestina, menolak perlucutan senjata. Mereka tak rela jika Hamas maupun faksi lain di Gaza harus membuang senjatanya. Sebab, untuk saat ini, senjata merupakan salah satu alat membela diri dan mencapai kemerdekaan.

Dalam sebuah survei yang dipublikasikan laman berita Aljazirah, Sabtu (22/11), 57 persen warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat menentang upaya Israel membersihkan senjata di Gaza. Sedangkan, 86 persen responden mendukung serangan roket dari Gaza ke Israel.

Mereka menyetujui serangan selama Israel dan Mesir memblokade Gaza. Pemimpin Hamas, Ismail Haniyah, menegaskan, tak akan meninggalkan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Hamas siap melucuti diri kalau senjata Israel berhenti menyerang Palestina.

"Jika Hamas tak bersenjata, tank-tank Israel akan menuju rumah kami lagi,’’ kata warga Kota Gaza, Abu Kareem (38 tahun). Ia tak menginginkan kejadian serupa. Ia mendukung perlawanan bersenjata Hamas dan kelompok lainnya.

Ayah tiga anak ini mengungkapkan, beberapa tahun sebelumnya, ia memang menentang perlawanan dan mendukung Presiden Mahmud Abbas mengandalkan diplomasi. Seiring berlalunya waktu, pandangannya berubah.

Kareem menyadari, mortir Palestina berhasil membuat pemukim Israel meninggalkan Gaza. Ia meyakini, gerakan perlawanan pada akhirnya menyudahi pendudukan atas tanah Palestina.

Sejak serangan 50 hari Israel ke Gaza pada Juli hingga Agustus lalu, Gaza semakin mendukung kelompok bersenjata. Lebih dari 2.130 warga Gaza kehilangan nyawa. Sebanyak 18 ribu rumah hancur dan 110 ribu warga masih harus tinggal di pengungsian.

Hamas mengklaim memenangkan perang itu. Para pengamat menambahkan, dukungan pada kelompok bersenjata disebabkan pula gagalnya perundingan damai Palestina-Israel. Bulan lalu, Presiden Mahmud Abbas mengusulkan demiliterisasi di Gaza.

Ia mengatakan, kebijakan tersebut akan menyatukan kekuatan militer dalam satu naungan kekuasaan, yakni pemerintahan bersatu Palestina. Tapi, tokoh senior Hamas Mahmud Zahar menolak ide Abbas. Senjata digunakan untuk melakukan perlawanan.

"Senjata apa pun yang ditodongkan ke dada pejuang, berarti itu senjata para pengkhianat,’’ ujar Zahar. Zyad Miqdad, seorang profesor hukum Islam di Universitas Islam Gaza juga keberatan kalau faksi lokal di Gaza tak lagi menenteng senjata.

Ia beralasan, negara-negara tetangga Gaza justru mendukung penindas. Mau tak mau, warga harus mempertahankan dirinya dengan segala cara yang dimiliki. Mereka tak mungkin mampu bertahan tanpa menggunakan senjata.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Avigdor Lieberman mendesak Hamas dan kelompok lainnya meletakkan senjata. Perlucutan senjata di Gaza mulai sekarang harus menjadi opini dunia internasional.

Israel paling depan menjadi pihak yang ingin mewujudkannya.’’Tak seorang pun yang melucuti mereka kecuali kami. Tak ada orang lain yang akan mendatangi satu rumah ke rumah lainnya kecuali kami,’’ kata Lieberman.

Meski demikian, belum ada penjelasan cara Israel melucuti senjata kelompok-kelompok di Gaza. Pengamat politik dan pakar tentang Hamas Ibrahim al-Madhoun menyatakan, faksi-faksi di Palestina tak bakal membiarkan Israel melakukannya.

Perlucutan senjata hanya berjalan saat kelompok perlawanan di Gaza kalah perang. Namun, nyatanya perlawanan bersenjat belum mampu ditaklukkan. Menurut dia, saat Hamas membangkitkan intifada atau perlawan pertama pada 1987, mereka memakai beragam senjata.

Sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, memakai senjata ringan, seperti senapan Kalashnikov, granat, dan bom rakitan. Pada 2000-an mereka berhasil membuat roket rakitan dan mortir. Jangkauannya, tiga hingga empat kilometer ke arah permukiman Yahudi di Gaza.

"Israel mundur dari Gaza pada 2005 karena kelompok bersenjata semakin kuat,’’ kata Madhoun. Pada 2012 roket al-Qassam mampu mencapai Tel Aviv. rep: ratna ajeng tejomukti ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement