Rabu 05 Nov 2014 13:00 WIB

Ukraina Kaji Gencatan Damai

Red:

KIEV -- Ukraina mengkaji ulang kesepakatan gencatan senjata setelah oposisi melakukan pemilu di Ukraina timur. Pasukan Ukraina dan oposisi yang didukung Rusia mencapai gencatan senjata pada 5 September lalu dalam perundingan di Minsk, Belarusia.

‘’Kami harus mengkaji ulang rencana aksi kami. Saya telah berbicara dengan menteri pertahanan,’’ kata Poroshenko, Senin (3/11) malam. Dalam pidato di televisi, ia mengatakan, pemilu di Donetsk dan Luhansk merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata.

Pemimpin oposisi Ukraina, Alexander Zakharchenko meraih dukungan 81 persen suara dalam pemilu tersebut. Ia memimpin Republik Rakyat Donetsk, sedangkan Igor Plotnisky mendulang dukungan lebih dari 63 persen suara di Luhansk.

Dalam kesepakatan di Minsk, Poroshenko menawarkan status otonomi di Donetsk dan Luhanks, Ukraina Timur, selama tiga tahun. Tawaran otonomi, jelas Poroshenko, mestinya direspons dengan menghormati kesepakatan damai. Apalagi, tawaran itu dituangkan dalam undang-undang. Namun, pemilu pada Ahad (2/11) telah mempersulit proses perdamaian secara keseluruhan.

‘’Kami menunjukkan kepada warga Donetsk dan Luhansk juga dunia, (kami) lebih mementingkan solusi politik. Namun, para militan mengabaikan kesempatan itu,’’ kata Poroshenko. Menurut dia, pemilu telah memperkeruh suasana.

Persoalan ini dibahas dalam pertemuan darurat dengan pejabat keamanan Ukraina, Selasa (4/11). Poroshenko menginginkan pencabutan undang-undang yang mengatur pemberian otonomi. Ia diperkirakan akan berbuat lebih dari itu.

Kepala Kebijakan Politik Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan, pemilu menjadi hambatan baru bagi proses damai di Ukraina. Namun, Rusia mendukung oposisi dan menyatakan pemerintah di Ukraina Timur bisa diajak berunding untuk mencapai kesepakatan damai.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengingat Rusia tentang konsekuensi yang bakal dihadapi terkait sikapnya itu. ‘’Rusia berpotensi menghadapi sanksi lebih keras,’’ katanya.

Presiden Rusia Vladimir Putin diyakini memberikan respons pertama terkait pemilu di Ukraina Timur pada Selasa (4/11) waktu setempat. Pernyataan tersebut disampaikan pada upacara di Lapangan Merah, Moskow, dalam memperingati Hari Persatuan Nasional.

Pemilu di Donetsk dan Luhansk merupakan perkembangan terakhir krisis di Ukraina. Krisis bermula dari terjungkalnya presiden yang didukung Rusia, Viktor Yanukovich, pada Februari. Rusia menganggap penggulingan Yanukovich sebagai kudeta.

Sebulan kemudian, Rusia mengambil alih Crimea dari Ukraina. Rusia juga mendukung oposisi yang melakukan perlawanan di wilayah timur. Lebih dari 4.000 orang kehilangan nyawa akibat konflik yang terjadi di Ukraina tersebut. n ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement