Kamis 23 Oct 2014 12:00 WIB

Menanti Hadirnya Serum Ebola di Liberia

Red:

JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan kabar gembira, yakni serum yang terbuat dari darah pasien yang pulih dari ebola akan segera tersedia di Liberia. Sejauh ini, Liberia merupakan negara terburuk yang terkena dampak ebola.

Berbicara di Jenewa, Asisten Direktur Umum untuk Sistem Kesehatan dan Inovasi WHO Dr Marie Paule Kieny mengatakan, timnya sedang bekerja ekstracepat untuk mendapatkan obat dan vaksin ebola. Rencananya, obat-obatan dan vaksin ini akan siap digunakan pada Januari 2015.

Dilansir dari BBC News, Dr Kieny mengatakan, ada kemitraan yang mendukung untuk menyiapkan fasilitas di tiga negara agar aman mengekstrak serum ebola serta melakukan persiapan yang dapat digunakan mengobati pasien. Kemitraan yang tengah bergerak cepat ini akan berada di Liberia dalam beberapa pekan mendatang.

"Fasilitas yang dibangun nantinya akan (berfungsi sebagai tempat) mengumpulkan darah, menjaga, dan memprosesnya untuk bisa digunakan," kata Dr Kieny.

Namun, sampai saat ini masih belum jelas jumlah serum yang akan tersedia, termasuk bisa atau tidaknya jumlah serum tersebut memenuhi permintaan. Hal yang  jelas, kata Dr Kieny, uji coba terhadap dua kemungkinan vaksin ebola bisa menghasilkan hasil awal pada akhir tahun.

Sebelumnya, seorang perawat asal Spanyol yang terinfeksi ebola dinyatakan telah sembuh. Menurut laporan itu, perawat menerima serum manusia yang mengandung antibodi dari korban ebola lain.

Dr Kieny menambahkan, pengobatan ini bukan tanpa risiko. WHO juga telah menerbitkan pedoman keselamatan. Setiap donor darah harus menjalani pemeriksaan terkait infeksi lain, seperti hepatitis atau HIV.

Di Washington, pada Selasa (21/10), Amerika Serikat menerapkan kebijakan baru terkait pembatasan wisatawan asal tiga negara terparah ebola. Mereka yang terbang ke AS akan dirujuk ke lima bandara utama untuk menjalani serangkaian pemeriksaan virus.

Kantor berita Reuters melaporkan, pembatasan penumpang asal Liberia, Sierra Leone, dan Guine diumumkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri AS serta mulai berlaku pada Rabu (22/10). Tindakan pencegahan ini berada sedikit di bawah rencana Parlemen AS yang ingin menerapkan aturan larangan perjalanan.

Wisatawan asal ketiga negara itu akan menjalani tes pemeriksaan suhu untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi ebola. Lima bandara yang menjadi rujukan, antara lain, Bandara John F Kennedy di New York, Newark di New Jersey, Washington Dulles di Atlanta, dan Bandara O'Hare Chicago.

Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Jeh Johnson mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya akan bekerja sama dengan maskapai penerbangan untuk menerapkan pembatasan ini. Namun, ia memastikan akan meminimalkan gangguan perjalanan bagi para pengguna jasa penerbangan.

"Jika ditangani maskapai penerbangan, beberapa wisatawan yang terkena dampak harus menghubungi maskapai untuk pemesanan ulang sesuai kebutuhan," kata Johnson.

Sejumlah maskapai penerbangan yang telah bekerja sama, antara lain, Delta Air Lines, United Airlines, dan American Airlines. Dari ketiga maskapai ini memang tak ada yang melakukan penerbangan ke negara-negara yang terkena dampak ebola. Akan tetapi, mereka kemungkinan bisa mengangkut penumpang dari negara-negara tersebut dalam penerbangan lanjutan.

Wabah ebola terburuk telah melanda Afrika Barat. Tercatat kasus ebola telah menewaskan lebih dari 4.500 orang, sebagian besar berasal dari Liberia, Sierra Leone, dan Guinea.

Jajak pendapat online yang dilakukan Reuters pada Selasa (21/10) menunjukkan hampir tiga perempat dari 1.602 warga AS mendukung larangan perjalanan udara sipil masuk dan keluar Liberia, Sierra Leone, dan Guinea.

Beberapa anggota parlemen pun menyambut langkah-langkah baru pemerintah dalam mencegah ebola. Sementara, sejumlah anggota lain mengatakan, pemerintah perlu melakukan lebih banyak hal untuk ini.

Senator dari Partai Demokrat AS Charles Schumer mengatakan, tindakan Departemen Keamanan Dalam Negeri dalam menerapkan pembatasan wisatawan merupakan langkah yang baik dan efektif. Menurutnya, itu semua dilakukan untuk melindungi warga negara AS.

Perwakilan Partai Republik Bob Goodlatte, yang mengepalai Komite Kehakiman Parlemen, mengatakan, Presiden Barack Obama perlu memberlakukan larangan perjalanan. "Obama memiliki solusi nyata di bawah hukum saat ini dan dapat menggunakannya kapan saja untuk melarang sementara warga negara asing dari negara-negara yang dilanda ebola masuk ke AS," katanya.

Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan, Obama tidak secara filosofis menentang usulan larangan perjalanan. Menurutnya, Obama terbuka untuk kemungkinan itu jika para ilmuwan dan ahli kesehatan menyarankan hal tersebut guna melindungi warga AS.

Pejabat Penerbangan untuk AS Vaughn Jennings mengatakan, kelompoknya menentang usulan larangan perjalanan. Menurut Jennings, kelompoknya saat ini setuju dengan diskusi Gedung Putih yang menyatakan larangan perjalanan belum diperlukan untuk menghambat penyebaran ebola.

Pada Selasa (21/10), Republik Dominika justru telah memberlakukan larangan perjalanan pada orang asing yang telah mengunjungi negara yang terkena dampak ebola dalam 30 hari sebelumnya.n ani nursalikah/lida puspaningtyas/c64/ap ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement