Sabtu 11 Oct 2014 22:00 WIB

Dunia Lamban Respons Ebola

Red: operator

AS mengkhawatirkan ebola menjadi seperti epidemik AIDS.

FREETOWN -Para pemimpin negara Afrika Barat merasa sangat khawatir dengan cepatnya penyebaran epidemi ebola. Mereka mengatakan, virus tersebut menyebar melampaui kecepatan respons dunia terhadapnya.

Presiden Sierra Leone Ernest Bai Koroma mengatakan, penduduk Afrika Barat, khususnya Sierra Leone, kini sedang sekarat akibat serangan ebola.

"Namun, dunia tak menanggapi dengan cukup cepat sehingga banyak dokter dan perawat yang terus tewas," kata Ko roma dilansir Aljazirah, Kamis (9/10).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:MUHAMMAD HAMED/REUTERS

Seorang petugas keamanan mengenakan topeng pelindung terlihat di gawat darurat di Rumah Sakit Al-Noor Spesialis di Mekkah 30 September 2014.

Koroma merujuk pada laporan mengenai seorang dokter kelahiran Uganda, John Taban Dada, yang tewas Kamis (9/10) pagi akibat ebola di Monrovia.

Dada merupakan dokter keempat yang tewas di Afrika Barat sejak wabah ebola menyebar. Lebih dari 90 petugas kesehatan, termasuk perawat dan asisten dokter, tewas akibat ebola.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka terbaru menunjukkan 3.865 orang tewas akibat ebola. Negara-negara Afrika Barat, seperti Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, merupakan yang paling parah penyebarannya.

Pada Agustus lalu, Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf telah mengumumkan keadaan darurat ebola di negaranya. Akibat epidemi ebola, Liberia pun terpaksa menghentikan pemilihan nasional yang sedianya dilakukan untuk memilih anggota senat baru. Komisi Pemilihan Liberia mengaku khawatir jika harus menggelar pemungutan suara yang berarti pengumpulan massa.

Aljazirah melaporkan, hampir tiga juta pemilih sedianya akan pergi ke tempat pemungutan suara pada Selasa (7/10) untuk memilih para anggota legislatif. Namun, penyelenggara mengatakan, gerakan massa, penyebaran, dan pengumpulan orang bisa membahayakan banyak nyawa. Komisi Pemilihan pun menyatakan tak bisa melaku kan pemilihan yang bebas, adil, trans paran, dan kredibel dengan epidemi ebola saat ini.

Direktur Bank Dunia Jim Yong Kim menyayangkan lambatnya respons dunia terhadap wabah ebola. Padahal, bisa dikatakan saat ini seluruh Benua Afrika berisiko terpapar ebola, sedangkan seluruh dunia juga terancam.

"Kecuali, kita cepat merespons untuk menghentikan epidemi ebola maka masa depan dipertaruhkan tak hanya Afrika Barat, tapi mungkin seluruh Afrika," kata Kim dalam pertemuan membahas mengenai respons ebola, Kamis (9/10).

Di Washington, pejabat tinggi pemerintahan Amerika Serikat mendesak adanya tindakan segera mencegah ebola agar tidak menjadi penyakit epidemik AIDS selanjutnya. Petinggi PBB pun menyerukan ditingkatkannya respons dunia terhadap penanganan penyebaran ebola yang telah menewaskan hampir 3.900 orang di Afrika Barat.

Saat ini, ebola juga telah menyebar ke AS dan Eropa sehingga menyebabkan meningkatnya kekhawatiran akan epidemik ini. Virus itu juga menyebabkan AS, Kanada, dan Inggris mu lai memperketat pemeriksaan bandaranya terhadap para penum pang yang berasal dari Afrika Barat.

Pusat Pengendalian dan Pence gahan Penyakit AS memperkirakan, jumlah kasus ebola dapat meningkat hingga 1,5 juta pada Januari 2015 jika tak ada tindakan yang dilakukan untuk menghambat virus ini.

"Kita harus berupaya keras sekarang agar tidak menjadi epidemik AIDS berikutnya," kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penya kit AS Tom Frieden kepada pimpinan PBB, Bank Dunia, dan IMF, di Washington.

Me nurut Frieden, selama 30 tahun bekerja di bidang kesehatan masya rakat, epidemik ebola sudah menyerupai epidemi yang terjadi pada AIDS.

Epidemi ebola memang tak lagi hanya mengkhawatirkan bagi warga di Afrika Barat. Sejumlah kasus ebola mulai ditemukan di berbagai belahan dunia. Pejabat Pemerintah Makedonia mengatakan bahwa seorang pria Inggris yang diduga tertular ebola telah meninggal di negara tersebut. Berbicara dengan syarat anonim, ia mengatakan kepada Reuters, warga Inggris kedua telah menunjukkan gejala virus ebola. rep:Dessy Suciati Saputri/Gita Amanda/channel news asia, ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement