Jumat 03 Oct 2014 16:00 WIB

Israel Harus Hengkang pada 2016

Red:

NEW YORK — Palestina membuat draf resolusi yang mendesak diakhirinya pendudukan oleh Israel. Draf segera diserahkan kepada Dewan Keamanan (DK) PBB. Badan inilah yang memutuskan kelanjutan dari keinginan Palestina itu.

Melalui teks draf resolusi, Palestina menginginkan Israel meninggalkan seluruh wilayahnya yang diduduki sejak 1967, termasuk Yerusalem timur. Secepatnya, Israel harus pergi dalam kerangka waktu tertentu. "Tak melewati November 2016," demikian bunyi draf resolusi.

Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pidatonya di Majelis Umum, akhir pekan lalu, menekankan tak ada lagi harapan perundingan damai Palestina-Israel. Tak ada gunanya perundingan, kecuali jika tujuannya adalah mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina selama 47 tahun.

Abbas juga menyatakan harus ada kerangka waktu pasti bagi Israel meninggalkan tanah Palestina. Pada kesempatan itu, ia menuding Israel melakukan genosida saat melakukan serangan ke Gaza selama 50 hari pada Juli lalu.

Sebelum menegaskan sikap-sikapnya di Majelis Umum, Abbas mengungkapkan rencananya membuat resolusi untuk mengakhiri pendudukan Israel. Kini, rumusan dalam draf tersebut telah selesai disusun.

Sejumlah diplomat PBB, Rabu (1/10), mengungkapkan, teks resolusi belum resmi diserahkan ke DK PBB. Namun, secara informal, draf beredar di antara perwakilan negara-negara Arab. Beberapa negara anggota DK juga memperolehnya.

Laman Alarabiya melaporkan, negara-negara Arab mendiskusikan draf itu pada Selasa (30/9). Mereka memandang tak perlu banyak perubahan sebelum akhirnya diserahkan ke DK PBB. Lalu, 15 negara anggota menetapkan sikapnya atas draf resolusi itu.

Sekarang tinggal mengandalkan penilaian negara-negara Arab. Jika mereka memperkirakan draf nantinya tamat karena veto, mereka tak akan menyerahkannya kepada DK PBB. Pengalaman sebelumnya, resolusi terkait Palestina gagal lolos.

Negara-negara Arab pernah merumuskan dua draf resolusi. Pertama, tentang perang di Gaza dan kedua, sentimen terhadap Israel. Namun, mereka memutuskan tak membawanya ke DK sebab yakin AS bakal memveto draf-draf itu.

Dubes AS untuk PBB Samantha Power memahami rencanan Presiden Abbas itu. Namun, ia tetap mendorong semua pihak untuk tetap menjalankan negosiasi. Keputusan apa pun mesti melalui perundingan damai kedua belah pihak, Palestina dan Israel.

Israel menerima ide solusi dua negara, yakni Palestina menjadi negara merdeka dan demokratis yang hidup berdampingan dengan Israel. Sayangnya, Israel enggan menerima penetapan batas negara sesuai kondisi pada 1967 ketika Yerusalem timur masih milik Palestina.

Di sisi lain, AS menyayangkan rencana Israel meneruskan pembangunan permukiman di Yerusalem timur. Mengindikasikan kurangnya komitmen Israel pada perdamaian. "Langkah Israel menimbulkan masalah," kata jubir Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki.

Menurut dia, kecaman sebentar lagi bermunculan terkait pembangunan permukiman ini dan akan membuat ketegangan tak hanya dengan Palestina, tetapi juga seluruh negara Arab. Ia berharap Israel menyelesaikan soal permukiman ini dengan baik.

Terkait perayaan Idul Adha pada Ahad (5/10), Israel mengizinkan 500 warga Gaza menunaikan shalat di Masjidil Aqsha, Yerusalem. Warga Palestina di Tepi Barat lebih bebas memasuki Israel pada hari itu. Kebijakan berlaku pada 5-7 Oktober.

Menurut militer Israel, warga Gaza yang memperoleh izin masuk Al-Aqsha berumur 60 tahun ke atas. Mereka juga boleh mengunjungi keluarganya yang ada di wilayah pendudukan, Tepi Barat. rep:lida puspaningtyas/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement