Selasa 30 Sep 2014 12:00 WIB

AS Akui Remehkan Ancaman ISIS

Red:

WASHINGTON — Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengakui lembaga AS telah meremehkan ancaman pemberontak Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah. Menurut Obama, Direktur Intelijen Nasional James Clapper menyatakan, AS telah meremehkan terkait situasi yang terjadi di Suriah.

Obama menerangkan, ISIS mengambil kesempatan kekosongan kekuasaan di Irak setelah Alqaidah dikalahkan oleh pasukan AS yang bekerja sama dengan etnis Sunni.

Kemunculan kelompok ISIS telah menjadikan Suriah sebagai pusat para militan yang mampu mengambil kesempatan dalam kekisruhan di Irak. "Selama kekisruhan dalam perang sipil Suriah, mereka mampu menyusun kembali kelompoknya serta mengambil kesempatan dari kekisruhan itu dan menarik para anggota asing," ujar Obama di Washington, Senin (29/9).

Obama menegaskan, salah satu cara mengalahkan ISIS, yakni dengan menggunakan militer. Selain itu, solusi politik juga diperlukan lantaran Obama meyakini para anggota ISIS mendapatkan keahlian militer dari tentara lama Saddam Hussein yang masih tersisa di Irak.

Koalisi AS dengan negara-negara Arab dan Barat telah memulai serangan udara melawan ISIS di Irak dan Suriah. Dalam serangan tersebut, AS menargetkan kilang minyak serta pusat komando militer yang dikuasai oleh ISIS di Suriah.

Pusat Komando AS menyatakan, serangan yang dilakukan oleh AS, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab berhasil dilaksanakan. Sementara itu, pertempuran juga dilaporkan masih terjadi di Kota Kobane di dekat perbatasan Suriah dengan Turki. Akibatnya, 140 ribu warga Kobane mengungsi ke Turki.

Di Beirut, serangan udara AS kembali menghantam kelompok ekstremis ISIS di utara dan timur Suriah. Pasukan Suriah pun masih melanjutkan serangan bomnya di wilayah barat.

Menurut kelompok Observatori HAM Suriah, serangan AS terhadap ISIS dilakukan di Kota Manbij, Suriah. Kota Manbij berada di perbatasan utara dengan Turki. Pasukan Suriah juga melancarkan serangan udaranya di Provinsi Aleppo dan menargetkan sejumlah wilayah di timur Kota Aleppo menggunakan bom barel. Pasukan ini juga menghantam daerah Hama di barat Suriah.

Pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad masih berupaya melawan ISIS di sekitar Aleppo. Di timur Suriah, pasukan AS juga mengebom pembangkit gas yang dikuasai oleh ISIS di luar daerah Deir al-Zor. Sejumlah anggota kelompok itu pun dilaporkan terluka.

Serangan ini menghantam pembangkit gas Kuniko yang menjadi sumber listrik bagi sejumlah wilayah. Serangan AS juga menargetkan Kota Hasaka di timur laut dan daerah pinggiran Raqqa yang menjadi basis ISIS.

AS memang menyatakan akan menargetkan fasilitas minyak yang dikuasai oleh ISIS dalam serangannya. Langkah ini dilakukan untuk menghentikan aliran sumber dana operasi ISIS.

Di Dubai, sebuah akun Twitter milik kelompok militan menyebutkan pemimpin jaringan Alqaidah kelompok Khorasan tewas dalam serangan udara AS di Suriah. Pernyataan ini disampaikan oleh kelompok monitor SITE pada Ahad (28/9).

Seorang pejabat AS meyakini, Moshin al-Fadhli, senior kelompok Alqaidah, telah tewas dalam sebuah serangan yang dilancarkan sehari sebelumnya. Namun, Pentagon menyatakan masih melakukan penyelidikan terkait informasi ini.

Menurut SITE, sebuah kicauan Twitter menunjukkan seorang militan yang menyatakan rasa dukacitanya atas kematian Fadhli yang juga dikenal sebagai Abu Asmaa al-Kuwati atau Abu Asmaa al-Jazrawi. Di Washington, Tony Blinken, Wakil Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, mengatakan, pejabat AS belum dapat mengonfirmasi laporan kematian tersebut.

"Kami ingin memastikan ia tidak sedang berpura-pura tewas dan terus bergerak. Namun, terdapat sejumlah indikasi yang telah dihapus," kata Blinken, seperti dilansir Reuters.

Para pejabat AS menggambarkan kelompok Khorasan sebagai jaringan Alqaidah dengan pengalaman bertempur di Pakistan dan Afghanistan yang kini tengah bekerja sama dengan kelompok jaringan Alqaidah Nusra Front. Khorasan merupakan salah satu istilah untuk sebuah tempat yang mencakup wilayah di Pakistan dan Afghanistan.

Kelompok SITE tidak menyebutkan nama militan yang melaporkan kematian Fadhli. Namun, militan itu disebut-sebut mendapatkan pelatihan dari pemimpin dekat Alqaidah, Ayman al-Zawahri, dan telah bertempur di Khorasan sebelum pergi ke Suriah.

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS telah menawarkan imbalan senilai tujuh juta dolar AS atas informasi keberadaan Fadhli pada 2012. Menurut AS, Fadhli merupakan orang yang memberikan dana kepada Alqaidah dan merupakan salah satu dari orang yang mengetahui serangan 11 September pada 2001.

Di New York, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Saud al-Faisal mengatakan bahwa perang melawan terorisme di Timur Tengah membutuhkan waktu bertahun-tahun. Ia menambahkan, perang melawan teror harus terus dilakukan sampai semua organisasi teroris hancur di manapun mereka berada.n rr laeny sulistyawati rep: dessy suciati saputri, gita amanda ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement