Kamis 01 Dec 2016 16:00 WIB

BI Diminta Lebih Siap Intervensi Rupiah

Red:

JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mesti lebih siap mengintervensi pasar uang untuk menstabilkan rupiah. Anggota Komisi XI DPR, Andreas Edy Susetyo, mengatakan, tekanan eksternal menguat menjelang kenaikan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) pada 14 Desember 2016.

"Kalau kita lihat di APBN, rata-rata asumsi kurs Rp 13.300 per dolar AS (hingga akhir tahun)," kata Andreas, Rabu (30/11). Setelah volatilitas, dan dipandang sebagai volatilitas yang tinggi karena spekulasi menjelang the Fed, di situ BI harus bersikap.

Andreas meminta BI tidak lengah, agar volatilitas kurs rupiah menjelang kenaikan bunga the Fed, tidak jauh dari nilai fundamentalnya. Bank Sentral, harus mengintervensi secara terukur, baik melalui pasar valuta asing maupun instrumen surat berharga negara dan sertifikat BI.

Nilai tukar rupiah di pasar antarbank, Jakarta, pada Rabu pagi bergerak melemah sebesar dua poin menjadi Rp 13.555. Sedangkan di sesi penutupan, nilai tukar rupiah berada pada level Rp 13.563 per dolar AS.

Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Hendranata memperkirakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun depan diproyeksikan berada di kisaran Rp 13.217 hingga 13.504 per dolar AS.

Menurut dia, ekonomi AS yang tumbuh lebih tinggi dari negara lainnya yang mengakibatkan mata uang dolar AS menguat dan berpengaruh terhadap mata uang dunia. Rencana the Fed menaikkan suku bunga sedangkan negara lainnya menurunkan mendorong dolar AS menguat.

"Konsekuensinya dolar AS menguat maka mata uang lain melemah, termasuk rupiah," ujar Anton di Jakarta, Rabu. Kendati begitu, ia mengimbau agar masyarakat dan pelaku usaha tidak panik. Sebab, BI menjaga pelemahan tak terlalu dalam.

Sementara itu, hingga akhir tahun ini, ia memproyeksikan rupiah akan berada di kisaran Rp 13. 358 hingga Rp 13.403 per dolar AS. Sebelumnya, pada Oktober lalu, rupiah melemah 3,4 persen karena adanya capital outflow atau aliran modal keluar.

Hingga Oktober, capital inflow di obligasi mencapai Rp 95 triliun. Hal ini membuktikan obligasi sangat menarik di Indonesia karena memiliki imbal hasil paling menarik. "Obligasi di Indonesia menarik, jadi saya enggak khawatir mereka akan keluar dari Indonesia," katanya.

Di sisi lain, sentimen positif dari makro ekonomi Indonesia yang membaik pada tahun depan juga akan menjaga rupiah di kisaran fundamentalnya. Apabila pemerintah konsisten dengan kebijakan yang sudah ada, kata dia, ekonomi akan lebih baik.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong meyakini kepercayaan investor terhadap iklim investasi Indonesia tetap tinggi.

Menurut dia, hal tersebut tercermin dari kehadiran kurang lebih 400 pemimpin usaha dunia dalam acara Forbes Global CEO Conference, Selasa (29/11). Jumlah ini menjadi indikator terhadap minat investor global terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

Thomas Lembong optimistis dengan melihat berbagai hasil pertemuan yang dilakukannya dengan investor dalam rangkaian kegiatan Forbes tersebut. "Sekarang sentimen investor sedang bagus-bagusnya," katanya dalam keterangan resmi kepada media, kemarin.

Ia menjelaskan, setelah bertahun-tahun melakukan reformasi dan perbaikan, akhirnya kepercayaan investor lagi tinggi sekarang. Investasi yang ditawarkan oleh Pemerintah Indoensia yang sangat diminati investor asing adalah di sektor pariwisata.

Dengan minat yang melambung tinggi, target investasi pada 2016 sebesar  Rp 594 triliun diprediksi tercapai. Bahkan target investasi tahun depan sebesar Rp 678,8 triliun dirasa bisa didapat. rep: Debbie Sutrisno, Idealisa Masyrafina  antara ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement