Kamis 28 Jul 2016 16:00 WIB

Indef: Paket Kebijakan Belum Berdampak

Red:

JAKARTA – Sebanyak 12 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dinilai belum berdampak bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum tumbuh pada awal 2016.

''Pada kuartal I 2016 pertumbuhan ekonomi tumbuh di bawah lima persen. Artinya, 10 paket kebijakan ekonomi pemerintah sampai kuartal I 2016 tidak punya efek mendongkrak ekonomi,'' kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta, Rabu (27/7).

Ia menjelaskan, merujuk kembali pada tujuan paket-paket kebijakan ekonomi pemerintah, yakni peningkatan produktivitas dan peningkatan daya saing nasional, maka evaluasi Indef fokus pada pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal III 2015 pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik dan pada kuartal IV 2015 pertumbuhan ekonomi sudah kembali menyentuh angka lima persen.

Sayangnya, pada kuartal I 2016 pertumbuhan ekonomi berada di bawah lima persen. Hal ini mengindikasikan 10 paket kebijakan ekonomi belum efektif.

Sementara, untuk target peningkatan produktivitas nasional, yang diukur adalah peningkatan investasi. Pada kuartal I 2016 investasi fisik naik 5,5 persen. Komitmen pemerintah untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur terlihat, tapi target meningkatkan kinerja sektor riil justru minus dua persen pada kuartal I 2016.

Menurut Enny, kalau pemerintah sudah memberi aneka kemudahan dan keistimewaan atas sektor yang diharapkan memberi pertumbuhan, tapi faktanya tidak maka harus ada evaluasi. ''Bagaimana mungkin kemudahan yang ada malah menurunkan investasi? Jadi, yang penting sekarang adalah adanya fokus kebijakan,'' ungkap Enny.

Semua kebijakan pemerintah harus pula mendapat respons sama dengan industri. Karena itu, kebijakan harus dikomunikasikan agar diketahui persoalan paling krusial yang dihadapi dunia usaha agar memberi dampak konkret.

Indef melihat, geliat sektor prioritas juga masih terbatas, sehingga meski ada gerakan, dampaknya tidak signifikan. Ia mencontohkan sektor industri dan pertanian.

Lemahnya kedua sektor ini berdampak pada pengurangan lapangan kerja, sehingga terjadi PHK. ''Data-data pendukung menunjukkan, PHK masif terjadi. Ini karena pemerintah tidak fokus pada 12 paket,'' kata Enny.

Komitmen pemerintah atas pembangunan infrastruktur luar biasa. Tapi, sampai Juni 2016, Indef mengamati penyerapan belanja modal pemerintah per Mei-Juni masih di kisaran 15 persen. Lambatnya penyerapan ini menyebabkan beberapa rencana strategis terhambat.

Sektor prioritas lainnya, sektor pertanian, juga menghadapi kendala besar. Dua tahun terakhir, gejolak harga pangan luar biasa. Faktor pembentuk harga hanya permintaan dan pasokan.

Permintaan pangan pasti terus tumbuh. Dalam persoalan pangan, Indef melihat, pangkalnya ada pada pasokan. ''Mentan yakin, beberapa komoditas swadembada dan bisa ekspor, tapi harga naik. Ini tidak mungkin, tidak ada hukum ekonomi di mana pun produksi surplus tapi harga naik, sekalipun ada mafia. Mafia itu implikasi. Kalau mafia disebut jadi sumber masalah maka itu hanya cari kambing hitam,'' tutur Enny.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Fiskal Raden Pardede mengatakan, belum tercapainya target pertumbuhan perekonomian Indonesia bukan dikarenakan kinerja pemerintah yang buruk. Hal ini karena perekonomian dunia yang juga melemah membuat banyak Negara, khususnya negara emerging market ikut terdampak.

Hal ini disebabkan egara-negara berkembang merupakan penyokong negara maju dengan berbagai komoditas yang dihasilkan. Saat negara maju mengalami kemunduran perekonomian, pelemahan ini akhirnya menyentuh negara berkembang.

"Pertumbuhan melambat di seluruh dunia. Mesin utama dunia, yakni AS, Eropa, Jepang, dan Cina bermasalah saat ini. Mereka belum bisa menahan penurunan perekonomian," kata Raden dalam diskusi di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (25/7).

Untuk perbaikan perekonomian dalam negeri, lanjut Raden, pemerintah harus lebih fokus dalam menjalankan program jangka panjang dan jangka pendek yang telah diusung. Dalam target pertumbuhan ekonomi di angka enam persen, perlu ada reformasi struktural yang tadinya bergantung pada sumber daya alam (SDA) diubah menjadi non-SDA.

Keberadaan paket kebijakan yang dilakukan pemerintah dampaknya baru akan berdampak pada tiga hingga lima tahun mendatang. Sedangkan, untuk program jangka pendek, pemerintah harus memfokuskan pada perlindungan sosial, industri padat karya, dan bantuan masyarakat miskin.

"Investasi perlu didorong, mungkin juga konsumsi perlu didorong lagi. Kebijakan struktural, easy of doing business, dan banyak kebijakan yang tidak perlu pembiayaan besar dari pemerintah perlu diperhatikan," ungkap Raden.    rep: Fuji Pratiwi, Debbie Sutrisno, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement