JAKARTA -- Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, proses pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (migas) sudah memasuki tahap akhir atau final. Sebelumnya, ia mengharapkan holding energi tersebut rampung sebelum Lebaran.
Namun, banyaknya tahapan yang dilalui membuat holding tersebut mengalami penundaan. "Kan banyak stakeholder, harus proses dengan Kemenkeu, kemenkumham. Yang hampir final adalah Pertamina-PGN yang kita harap dalam beberapa minggu ini kelar," ungkapnya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/7).
Ia mengatakan, pembentukan holding harus mendapat persetujuan berupa paraf dari semua menteri sebelum diajukan ke Presiden. Tetapi, saat ini, menurut dia, hanya tinggal menunggu dan sudah di Kementerian Keuangan.
Ia menambahkan, yang terpenting dalam holding BUMN ialah bagaimana mengefisienkan biaya, tidak ada pengurangan karyawan, dan juga tidak ada double investasi.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Abdullah mengatakan, draf peraturan presiden (PP) mengenai holding energi telah diparaf beberapa menteri, termasuk Menko BUMN.
"Ibu Menteri BUMN sudah melakukan paraf yang pertama," kata Edwin. Selain itu, untuk memantapkan proses holding telah dibentuk kelompok kerja (pokja) dari tim gabungan Pertamina dan PGN yang akan melakukan proses transformasi PGN menjadi bagian dari Pertamina sebagai holding migas.
Salah satu prioritas, ia katakan, adalah menghilangkan duplikasi investasi antara Pertamina dan PGN. "Ini mulai dari operasi sampai ke SDM-nya. Mengenai sinerginya, ada beberapa hal, yang pertama kita menghilangkan duplikasi investasi," Edwin menambahkan.
Sementara itu, Pertamina meyakini, pembentukan holding migas bisa memangkas rencana investasi sampai 1 miliar dolar AS. Angka ini didapat dari irisan rencana investasi antara PT Pertamina (persero) dan PT PGN (persero) Tbk selama lima tahun ke depan.
Rencana pembangunan proyek infrastruktur gas antara kedua perusahaan, seperti pipa memang diketahui ada irisan atau memiliki lokasi yang sama. Dengan pembentukan holding migas maka irisan tersebut berpotensi penghematan belanja modal.
"Kalau biasa, ada pipa transmisi distribusi jadi menghilangkan duplikasi investasi. Minimal, dari duplikasi saja sudah hampir 1 miliar dolar AS. Itu kalau di gas, kalau misalnya ada beberapa rencana transmisi bikin distribusi lagi kalau ngga dikordinasikan kan bisa double-double. Itu dalam lima tahun ke depan," kata Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman di Kementerian BUMN, Senin (25/7).
Sejumlah perampingan yang bisa dilakukan antara Pertamina dan PGN, lanjut Arief, adalah proyek pipa yang membentang antara Duri-Dumai, Riau. Aliran gas melalui pipa tersebut memasok kebutuhan kilang Pertamina di Dumai serta kebutuhan industri kelapa sawit.
"Kita punya transimisi lebih kuat. Dua entitas ini kita optimalkan. Intinya, kita interest-nya bahwa infragas berkembang secepat mungkin kalau siapa mau melakukan apa," kata Airef.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM Tri Widodo menilai, rencana pemerintah melalui Kementerian BUMN yang ingin menjadikan PGN sebagai anak usaha Pertamina harus ditunda. Pemegang saham publik PGN harus mengetahui rencana tersebut dengan jelas.
Selain itu, pemerintah harus menyampaikan rencana holding energi kepada publik agar tidak ada yang dirugikan. "Saya setuju sekali BUMN migas di Indonesia harus kuat untuk selesaikan carut-marut energi di Indonesia. Tapi, kalau bicara holding energi mengapa caranya Pertamina akuisisi PGN?" katanya.
Tri mengatakan, pembentukan holding melalui Inbreng saham PGN ke Pertamina akan memunculkan tata kelola kurang baik dari sisi praktik pasar modalnya. Artinya, menurut Tri, pemerintah bisa semena-mena kepada perusahaan BUMN yang sudah berstatus terbuka. rep: Muhammad Nursyamsi, Sapto Andika Candra, ed: Ichsan Emrald Alamsyah