Jumat 06 Mar 2015 17:08 WIB

Mendulang Pajak dari Batu Akik

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, Tren batu akik sedang mewabah di tengah masyarakat Indonesia. Entah sebagai tren fashion atau hobi, batu akik kini menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat kelas atas hingga kelas bawah. Alhasil, tempat-tempat yang menjajakan batu akik mulai bertebaran bak jamur di musim penghujan.

Jika sebelum tren batu akik melanda Indonesia, tempat penjualan batu akik hanya bisa ditemui di sentra-sentra khusus, seperti di Pasar Rawabening, Jatinegara, Jakarta Timur. Kini, kita dengan mudah menemukan kios-kios penjualan batu akik, mulai dari emperan jalan hingga di gang-gang sempit permukiman penduduk.

Fenomena batu akik yang sedang tren di Indonesia ini membuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak ikut angkat suara. Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Irawan mengatakan, pembeli dan penjual batu akik berpotensi untuk dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang (UU) Perpajakan Pasal 22 Tahun 2015, namun dengan pertimbangan tertentu.

Irawan menilai pembeli dan penjual batu akik dapat dikenakan pajak jika batu akik yang menjadi komoditas transaksi memiliki harga di atas Rp 100 juta. “Kalau ada orang yang beli batu akik seharga  Rp 100 juta ke atas berarti orang tersebut kaya sekali,” ujarnya di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (5/3).

Sedangkan untuk penjual, Irawan menilai, penjual batu akik dengan perolehan omzet minimal Rp 4,5 miliar setahun perlu dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen. Menurutnya, batu akik yang di atas Rp 100 juta sudah termasuk dalam kategori barang mewah dan wajib mendaftarkan diri dan membayar pajak. Namun, kata dia, tidak demikian dengan batu akik yang berharga di bawah Rp 100 juta.

Dijelaskan Irawan, Ditjen Pajak akan menyasar pajak kepada badan atau perusahaan yang menjual batu akik ini. Sedangkan untuk para penjual pribadi, ia mengaku tidak tertutup kemungkinan hal ini juga akan dilakukan meski tidak akan mudah mengingat banyaknya penjual, baik yang berada di pinggir jalan maupun yang menjajakan batu akik ini secara online.

Seperti halnya batu akik, bisnis jasa boga atau katering juga tergolong kategori bisnis rumahan. Namun, menurut Irawan, bisnis katering ini tidak termasuk dalam jenis jasa yang terkena PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2015.

Irawan menegaskan, jasa boga atau katering hanya dikenakan pajak daerah berdasarkan PMK tersebut. Ia menambahkan jasa boga atau katering yang kerap menyediakan peralatan pernikahan, acara, dan lain sebagainya, sudah menjadi domain pajak daerah setempat.

“PMK ini memberi penegasan untuk membedakan jasa boga atau katering dengan retail seperti toko roti. Kalau seperti itu, bukan jasa boga tapi retail dan harus dikenakan PPN,” ujar Irawan.  c84 ed: Nidia Zuraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement