Selasa 27 Jan 2015 16:00 WIB

Izin Kapal Direkayasa

Red:

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan menemukan adanya rekayasa ukuran kapal dan akta serta surat izin sejumlah kapal di Jawa Tengah.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI, Senin (26/1), mengungkapkan, dari tiga unit kapal yang dijadikan sampel, semua diketahui melakukan merekayasa ukuran kapal. "Hal inilah yang berpotensi mengurangi pemasukan bagi negara," ungkapya.

Berdasarkan catatan KKP, ketiga kapal tersebut adalah kapal Safa'at Jaya Abadi dengan tonase di akta tercatat 29 grosston (gt). Namun, kapal yang ada di lapangan bobotnya mencapai 81 gt. Ada pula kapal Wahyu Santoso dengan tonase di akta sebesar 15 gt tetapi ukuran di lapangan sebesar 34 gt. Selain itu, kapal Rukun Abadi 01 yang di izinnya tertulis 30 gt, ditemukan berbobot 64 gt.

Selain rekayasa izin kapal, nelayan masih menggunakan alat tangkap yang dilarang karena tidak ramah lingkungan. Di Rembang, KKP menemukan penggunaan alat tangkap jenis dogol di 1.430 unit kapal, jenis cantrang 302 unit, dan pukat dorong untuk rebon sebanyak 30 unit.

Susi mengakui, larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan ditentang sejumlah pengusaha perikanan. Namun, Susi tidak akan mencabut larangan tersebut. Hal ini karena berdasarkan laporan di pesisir utara Jawa, sejumlah pelabuhan ikan lumpuh akibat banyak kapal besar menangkap ikan dengan alat penangkap tidak ramah lingkungan.

"Kapal trawl atau cantrang, di pantai utara (Jawa) pelabuhan mati karena banyak bongkar muat di tengah laut. Itu juga yang menyebabkan ekspor kita turun," ungkapnya.

Penggunaan alat penangkap ikan jenis trawl, cantrang, dan hela, dikatakan Susi, telah dilarang di banyak negara. "Kalaupun ada, di beberapa tempat yang boleh ada limitasi waktu jumlah dan waktu," ujar Susi.

Terkait adanya penolakan sejumlah kebijakan yang dibuat Susi, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo meminta KKP melakukan dialog dengan para asosiasi perikanan. "Ada yang menyangkut hajat hidup nelayan. Seperti transshipment (bongkar muat di tengah laut), mereka (nelayan) butuh melakukannya untuk menekan biaya," ujar Edhy.  c85 ed: Nur Aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement