Senin 24 Nov 2014 13:31 WIB

Mempromosikan RI Lewat Layar Bioskop

Red:

Orang Oman sangat ekspresif sekali. Setidaknya begitulah kesan pertama Republika saat mendengar cerita Sofia, warga Indonesia yang tinggal di Oman, mengenai pengalamannya menonton film di bioskop di Muscat, ibu kota negara Oman.

"Orang Oman itu heboh banget kalau nonton film di bioskop. Mereka akan tepuk tangan ramai-ramai ketika jagoan dalam film berhasil mengalahkan musuhnya. Begitu juga ketika ada adegan ciuman, seluruh penonton Omani (orang Oman—Red) akan berteriak wow!," tutur Sofia dalam perjalanan saat menyusuri Muscat di malam hari, pekan lalu.

Tempat hiburan seperti bioskop memang bukan hal yang baru bagi masyarakat Oman. Dibandingkan dengan negara di kawasan Teluk lainnya, Oman terbilang modern dan terbuka. Ini terlihat dari kebijakan Pemerintah Oman yang memperbolehkan kaum hawa di negara tersebut menyetir dan bekerja di kantor.

Duta Besar Indonesia untuk Oman, Sukanto, menuturkan, untuk lebih memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat Oman, KBRI melakukan diplomasi ekonomi melalui nation branding dengan menggunakan tayangan media iklan di bioskop (cinema ad). KBRI Muscat telah melakukan kontrak penayangan cinema ad tersebut di bioskop utama City Cinema Al Shatti Plaza Muscat selama tujuh bulan terhitung sejak 1 Mei hingga 31 Desember 2014.

Penayangan cinema ad tersebut berupa film pendek (commercial screening) berdurasi 30 detik (dua kali spot, 60 detik) yang menampilkan potensi Indonesia dari sisi kemajuan ekonomi dan pembangunan, potensi investasi, dan keindahan alam/pariwisata.

Melalui penayangan iklan Indonesia di bioskop terkemuka di Oman diharapkan dapat mengenalkan wajah Indonesia secara lebih utuh. Dengan demikian, kalangan pebisnis dan masyarakat luas di Oman bisa mengetahui Indonesia merupakan negara yang kaya dengan kemajuan ekonomi dan pembangunannya, potensi investasi, serta keindahan alam pariwisatanya.

"Selama ini, Indonesia di mata orang Oman identik dengan negara miskin dan pembantu rumah tangga," tutur Sukanto. 

Meski merupakan negara dengan pendapatan ekonomi menengah ke atas dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita 26 ribu dolar AS, posisi Oman tidak begitu menonjol di antara negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) maupun di kancah global. "Banyak orang menganggap Oman adalah bagian dari Yaman atau Amman (ibu kota Yordania—Red)," kata Fungsi Ekonomi dan Perdagangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Muscat Mochamad Bayu Pramonodjati kepada Republika.  

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Oman sudah berlangsung lama. Namun, Sukanto menjelaskan, Pemerintah Indonesia baru membuka KBRI di Muscat pada akhir 2010. "Sebelumnya, hubungan diplomatik dengan Oman dirangkap oleh KBRI di Teheran (Iran) dan di Riyadh (Arab Saudi)," ujarnya.

Kerja sama ekonomi Indonesia-Oman, kata Sukanto, baru sebatas di bidang perdagangan. Menurutnya, produk-produk ekspor Indonesia yang masuk ke Oman sebagian besar masih melalui negara ketiga, seperti Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Singapura. Sedangkan, Oman melakukan ekspor secara langsung ke Indonesia.

"Direct trade Indonesia ke Oman masih di bawah 1 juta dolar AS dari total volume perdagangan 60 juta dolar AS," ungkap Sukanto.

Komoditas ekspor utama Indonesia ke Oman yaitu, antara lain, kayu dan produk kayu, electrical appliances, kertas dan produk kertas, besi, tekstil, dan furnitur. Sedangkan, komoditas impor utama Indonesia dari Oman antara lain, tepung, batu bara, bahan tambang mineral, dan bahan kimia organik.

Kecilnya volume perdagangan secara langsung produk Indonesia ke Oman diakui Sukanto karena masih minimnya pengetahuan pebisnis Indonesia mengenai Oman. Karena itu, KBRI Muscat berusaha mendekatkan pebisnis Indonesia dengan pebisnis Oman melalui misi dagang, selain mengupayakan partisipasi Indonesia dalam pameran-pameran yang ada di Muscat.

Menurut Sukanto, pada Agustus 2013 lalu, sebanyak 15 orang pengusaha Oman melakukan misi dagang ke Indonesia. Pada Desember 2014, sambungnya, akan ada 20 pengusaha Oman yang akan mengunjungi Indonesia.

Meskipun total volume perdagangan kedua negara masih relatif kecil, tetapi trennya menunjukkan peningkatan selama lima tahun terakhir (2009-2013), yakni mencapai 29 persen. Indonesia mengalami surplus pada tahun 2009, 2012, dan tahun berjalan 2014. Sedangkan, defisit perdagangan terjadi pada tahun 2010, 2011, dan 2013.

"Pada tahun berjalan 2014, Indonesia mengalami peningkatan dari sisi surplus perdagangan dibandingkan tahun 2013," ujar Bayu.

Pada tahun berjalan Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan baik migas maupun non-migas mengalami surplus bagi Indonesia sebesar 35.750.100 dolar AS. Sementara, pada periode yang sama tahun 2013 neraca perdagangan mengalami defisit 40.436.500 dolar AS. rep: nidia zuraya ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement