Selasa 09 Sep 2014 15:00 WIB

Ongkos Angkutan Umum Bakal Naik

Red:

JAKARTA — Organisasi Angkutan Darat (Organda) memastikan tarif angkutan umum ikut terkerek jika harga bahan bakar minyak (BBM) naik. Kenaikan tarif angkutan umum diprediksi antara 40-70 persen.

Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena menilai bahwa pemerintah seharusnya menaikkan harga BBM bersubsidi khusus kendaraan pribadi, bukan untuk angkutan umum. Hal ini karena kendaraan pribadi merupakan konsumen terbesar BBM bersubsidi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Raisan Al Farisi

Suasana aktifitas naik turun penumpang di Terminal Blok M, Jakarta Selatan, Senin (11/8)

 

"Apabila kenaikan harga BBM bersubsidi dikenakan kepada angkutan umum, akan menyengsarakan masyarakat karena tarif transportasi bisa naik 40 sampai 70 persen," ujarnya kepada Republika, Senin (8/9).

Penjualan BBM bersubsidi seharusnya menggunakan mekanisme distribusi tertutup. Artinya, hanya kalangan tertentu yang bisa menerima. Seperti, angkutan umum penumpang dan angkutan barang dengan pelat kuning.

Selain itu, kata Eka, kenaikan harga BBM akan mematikan usaha angkutan umum. Tarif angkutan tidak lagi kompetitif. Akhirnya, masyarakat memilih membeli kendaraan pribadi karena dinilai lebih murah dan mudah.

Pengamat transportasi Danang Parikesit mengatakan, kenaikan tarif akan membuat angkutan umum ditinggalkan penumpang. "Kolaps,"  ujarnya. Lantaran kondisi tersebut, industri angkutan umum dinilai perlu mendapat perlindungan pemerintah.

Menurut Danang, pemerintah harus membentuk skema perlindungan terhadap angkutan umum. Tujuannya, agar masyarakat tidak dibebani tarif yang tinggi. Namun, bentuk perlindungan tersebut disarankan bukan subsidi harga atau BBM bersubsidi, melainkan bantuan langsung kepada masyarakat.

Danang berpendapat, apabila sektor transportasi umum terkena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi maka pelaku akan menekan pengeluaran dan menaikkan tarif transportasi umum. Artinya, keselamatan dan kenyamanan bisa terabaikan apabila operator transportasi umum mencoba untuk menekan pengeluaran.

Ia menilai, apabila tidak ada solusi untuk tetap meraih untung maka angkutan umum akan mati. Jika operatornya sudah bangkrut, akan sulit untuk dibangun kembali.

Selain itu, pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 8.000 per  liter. Saat ini, harga BBM subsidi jenis premium dijual di SPBU sebesar Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. "Harga BBM Rp 8.000 per liter merupakan harga ideal saat ini," ujar Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi.

Menurut Eri, satu-satunya solusi menekan beban subsidi BBM yang terus meningkat, yakni dengan menaikkan harganya. "Segala opsi pengendalian atau pembatasan pemakaian BBM subsidi sudah dikaji dan diimplementasikan, ternyata tidak berhasil dan malah menimbulkan kekacauan di lapangan," katanya. Saat dilakukan pengurangan penyaluran BBM ke SPBU, terjadi antrean panjang dan akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan.

Meski demikian, Eri menambahkan, sebelum harga BBM dinaikkan, pemerintah dinilai perlu membuat program jaring pengaman sosial. Program tersebut seperti pemberian bantuan tunai. "Setiap warga miskin bisa diberikan dana Rp 300 ribu selama setahun," ujarnya.

Pemberian dana tersebut dinilai Eri tidak terlalu memberatkan anggaran negara karena hanya diberikan selama setahun. Sedangkan, penghematan berlangsung seterusnya.

Dana hasil penghematan pun mesti digunakan untuk pembangunan infrastruktur bahan bakar gas, seperti pipa dan stasiun pengisian bahan bakar gas dengan tujuan menekan subsidi BBM. "Lalu, juga digunakan untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan transportasi massal," ujarnya. Subsidi BBM dalam APBN Perubahan 2014 dialokasikan Rp 246,5 triliun, sedangkan  RAPBN 2015 direncanakan naik menjadi Rp 291,1 triliun.  rep:aldian wahyu ramadhan/antara  Ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement