Jumat 15 Aug 2014 17:00 WIB

SVLK Perkuat Industri Furnitur Indonesia

Red: operator

JAKARTA -- Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan komponen penting dalam perdagangan kayu dan furnitur Indonesia. SVLK menjadi keunggulan produk furnitur Indonesia karena menjamin aspek legalitas bahan baku. "Kementerian kehutanan memfasilitasi SVLK agar buyer tidak berhadapan dengan furnitur hasil-hasil log laundering," kata Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan seusai melakukan audiensi dengan pengurus Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) di Jakarta, Kamis (14/8).

Menurutnya, SVLK  sangat penting  untuk mendongkrak daya saing industri mebel dan kerajinan dalam negeri. "Kini semua negara sudah mengakui produk kayu yang dihasilkan Indonesia diproduksi secara legal dan lestari dengan SVLK," ujarnya.

Ia menambahkan, dengan adanya SVLK, pelaku usaha di bidang kehutanan tidak perlu lagi meminta sertifikasi dari pihak lain.

Kemenhut memberi kemudahan bagi industri kehutanan skala rakyat untuk memenuhi SVLK. Kemudahan yang diberikan, antara lain, dengan sertifikasi berkelompok dan penggunaan dokumen kesesuaian legalitas yang bebas biaya. Pemerintah mewajibkan seluruh ekspor produk mebel dan kerajinan telah dilengkapi dokumen SVLK mulai 1 Januari 2015.

SVLK Indonesia, lanjut Zulkifli, telah diakui oleh dunia internasional. Senada dengan Menhut, Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani mengatakan, SVLK menjadi keuntungan bagi Indonesia. Adanya SVLK dapat melindungi kayu-kayu asli Indonesia dari illegal logging atau klaim oleh negara lain.

"Contohnya mahoni yang hanya ada di Indonesia, kalau ada negara lain yang menjual furnitur berbahan baku mahoni akan langsung ketahuan itu kayu ilegal," terang Taufik pada Kamis (14/8) di Jakarta. Sejauh ini anggota Asmindo  yang telah mengantongi sertifikat SVLK mencapai 60 persen.

Adanya SVLK, tambah Taufik,  penetrasi pasar diharapkan makin kuat. Kondisi ini didukung dengan pulihnya perekonomian Amerika Serikat dan ekspansi pasar di Rusia dan Eropa Timur.

 Ia merinci, sebanyak 60 persen produk furnitur Indonesia dilempar ke pasar AS. Sementara untuk akibat kebangkrutan yang melanda Eropa, pasar furnitur di benua itu menurun dari yang dulunya 40 persen menjadi hanya tinggal 20 persen.

Pada 2011 industri furnitur menyumbang devisa sebesar 1,16 miliar dolar AS. Pada 2012 kontribusinya meningkat menjadi 1,83 miliar dolar AS. Sementara pada 2013 menurun menjadi 1,81 miliar dolar AS.  rep:c88 ed:irwan kelana 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement