Selasa 10 Jan 2017 14:00 WIB

Bahrun Naim Kirim Dana Lewat Paypal

Red:

JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa ada transaksi pendanaan kegiatan terorisme yang dilakukan dengan memanfaatkan financial technology (fintech) berupa akun pembayaran daring Paypal dan Bit Coin atas nama Bahrun Naim.

Ia merupakan tokoh di balik aksi bom Thamrin pada 2016 lalu. Adapun Paypal adalah jenis alat pembayaran virtual yang bisa digunakan untuk transaksi oleh seluruh pengguna internet di dunia.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, fintech mulanya dimanfaatkan banyak pelaku bisnis untuk melakukan transaksi karena cepat dan murah. Namun, ia menyinyalir kemudahan tersebut belakangan juga dimanfaatkan untuk kegiatan terlarang, seperti terorisme. Hal ini, menurut Badar, karena transaksi lewat fintech lebih sulit dilacak.

"Memang lebih sulit untuk menelusuri orangnya, tetapi bukan berarti tidak bisa," ujar Badar saat memaparkan prioritas program PPATK 2017, di kantornya, Senin (9/1).

Kendati begitu, ia tidak memerinci berapa besar dana yang dikirim Bahrun Naim dan siapa saja penerimanya. Ia hanya mengatakan bahwa di 2017, PPATK akan membuat desk khusus fintech karena melihat risiko yang besar di balik teknologi tersebut sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

PPATK mencatat, selama kurun waktu lima tahun terakhir, laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan dugaan tindak pidana terorisme mengalami tren peningkatan. Sejak Januari 2003 sampai November 2016, PPATK telah menyerahkan 105 hasil analisis transaksi mencurigakan terkait terorisme kepada penyidik, yang terdiri atas 47 hasil analisis proaktif dan 58 hasil analisis atas permintaan (inquiry).

PPATK juga mengembangkan aplikasi daring demi menguatkan pemantauan terhadap transaksi-transaksi mencurigakan. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, aplikasi tersebut akan difokuskan untuk mengawasi pejabat yang masuk dalam kategori politically exposed persons (PEPs) atau pejabat yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan di publik.

"Semua pejabat yang berpengaruh akan kita berikan perhatian khusus, mulai dari menteri, kepala daerah, anggota DPR dan DPRD, sampai pejabat eselon satu," ujarnya saat memaparkan prioritas program kerja PPATK 2017 di kantornya, Jalan Ir Juanda, Jakarta, Senin (9/1).

Menurut Badar, PPATK sebenarnya sudah memiliki aplikasi untuk mengawasi transaksi keuangan. Meski begitu, selama ini aplikasi tersebut belum optimal karena baru dapat dipakai apabila sudah ada pejabat yang kedapatan memiliki transaksi tak wajar. Karena itu, pada 2017 PPATK bertekad untuk memutakhirkan teknologi yang dipakai dalam aplikasi tersebut demi mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. "Kita sempurnakan supaya aplikasi itu sifatnya lebih proaktif dalam memantau transaksi," kata dia.

Menurut Badar, aplikasi PEPs ini juga akan digunakan untuk menampung laporan dari enam profesi yang diwajibkan untuk melaporkan transaksi keuangan klien mereka. Enam profesi tersebut, yakni advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan.

"Keterlibatan pihak pelapor profesi dapat mempersempit ruang gerak para pelaku tindak pidana pencucian uang," ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.

Selain itu, kata dia, kewajiban ini juga diharapkan dapat mencegah kemungkinan pemberi jasa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan pencucian uang.

Lebih lanjut, Badar mengatakan, ketentuan bagi enam profesi untuk melaporkan transaksi tak wajar pada PPATK tersebut sudah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain enam profesi yang telah disebut, pihak lain yang juga diwajibkan melapor, yakni penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa.

Adapun cara menyampaikan laporannya, yakni melalui aplikasi khusus yang saat ini sedang dikembangkan. Aplikasi yang akan terintegrasi dengan lembaga penegak hukum tersebut akan menampung seluruh laporan yang berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan.

Direktur Pelaporan PPATK Sugiono Setiabudi mengatakan, ada sanksi bagi mereka yang tidak menyampaikan laporan secara elektronik. Bentuk sanksi dapat berupa sanksi administratif, pengumuman ke publik, sampai denda administratif. rep: Halimatus Sa'diyah, ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement