Jumat 09 Dec 2016 16:00 WIB

TPPO Sasar Wanita

Red:

LOMBOK BARAT — Pemerintah mengatakan sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menyasar wanita. Kaum hawa kerap dieksploitasi untuk menjadi pekerja seksual atau pun pekerja paksa di sektor nonformal.

"Kita berupaya keras untuk mencegah ini," ujar Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Manusia Indonesia di Luar Negeri, Niniek Kun Naryatie, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (8/12).

Mantan dubes Indonesia untuk Ukraina ini mengatakan, eksploitasi seperti ini terus terjadi secara diam-diam. Dia mengatakan, sindikat kerap memanfaatkan jalur ilegal untuk menjauhi pengawasan pemerintah. Puluhan, bahkan ratusan pekerja ilegal diselundupkan melalui jalur laut. Negara yang kerap dituju adalah Malaysia dan Arab Saudi.

Pengawasan terhadap warga Indonesia di luar negeri dinilainya masih lemah. Kebijakan lintas sektor terkait penanganan TPPO tidak sinkron.

Dia mengatakan, Kemenlu menjadi garda terdepan dalam perlindungan WNI di luar negeri. Edukasi agar korban perdagangan orang berani melapor terus dilakukan. Prosesnya adalah mengambil dan melindungi korban TPPO, kemudian aparat menegakkan hukum.

TPPO dilatarbelakangi sejumlah faktor. Ada keinginan untuk migrasi keluar negeri untuk memperbaiki hidup, tetapi tidak diikuti dengan informasi, skill, dan pengetahuan yang mumpuni. Kelemahan ini dimanfaatkan sindikat TPPO dengan menjebak atau menipu korban.

Mantan kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, TPPO juga bersinggungan dengan pencucian uang. Keuntungan dari kejahatan ini kerap dimanfaatkan untuk bisnis ataupun kejahatan lainnya.

Dia menilai TPPO adalah bentuk perbudakan modern. Perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling banyak menjadi korban TPPO. Dia menilai korban diperdagangkan tidak hanya untuk pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual melainkan juga eksploitasi lain, seperti kerja paksa. "Pelaku TPPO begitu masif melakukan perekrutan dengan cara menjebak," ungkapnya.

Yusuf menambahkan, ada lima subjek pelaku yang bisa dikenakan delik TPPO. Mereka adalah agen perekrut tenaga kerja, agen, atau calo, majikan yang memaksa untuk bekerja tanpa hak yang diberikan, oknum aparat pemerintah, dan pemilik pelacuran.

Staf Ahli Manajemen Kemenlu Wajid Fauzi menceritakan pengalamannya bertemu dengan mantan menlu Marty Natalagawa di Damaskus, Suriah. Keduanya membericarakan TPPO.

Marty menjelaskan, kunci persoalan WNI di luar negeri terletak di dua negara, yakni Malaysia dan Arab Saudi. Kedua negara tersebut merupakan lokasi terbesar dari pengiriman tenaga kerja Indonesia. "Kata Pak Marty, kalau kita bisa membereskan persoalan WNI di Kuala Lumpur dan Arab Saudi, kita sudah menyelesaikan 70 persen persoalan perlindungan WNI," ungkapnya.

Atase KBRI di Riyadh, Arab Saudi, Muhibbudin Thaib, mengatakan, sejak moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi ditetapkan, sindikat TPPO mengirim TKI ke Bahrain untuk transit. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi.

Dia mengklaim, Kerajaan Arab Saudi telah menindak tegas pekerja asing yang tidak melalui jalur resmi. Namun, hal tersebut juga perlu didukung negara asal dengan membendung keberangkatan TKI yang tidak menempuh jalur resmi.

Bendahara Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Erna Murniaty memprediksi, TPPO yang melibatkan WNI di luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2014 saja, berdasarkan laporan yang masuk ke SBMI, ada 370 kasus yang terjadi pada WNI. Dari ratusan kasus tersebut, 70 persennya merupakan TPPO dengan paling banyak terjadi di Arab Saudi dan Malaysia.       rep: Muhammad Nursyamsyi, ed: Erdy Nasrul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement