Ahad 13 Nov 2016 15:15 WIB

Penguatan KPK Diminta Lebih Serius

Red:

JAKARTA --  Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menantang keseriusan pemerintah dalam praktik pemberantasan korupsi atau penguatan lembaga antirasuah itu. Ia mengusulkan adanya regulasi yang melindungi pimpinan lembaga KPK selama menjabat.

Mudah-mudahan ini didengar oleh pemerintah. Jangan sampai iklim pemberantasan korupsi terganggu. Nanti pemberantasan korupsi berjalan di tempat, kata dia dalam diskusi Seminar Nasional Antikorupsi di Universitas Indonesia (UI), Depok, Sabtu (12/11).

Harapan tersebut mengomentari rawannya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Ia pernah menyinggung masalah minimnya perlindungan terhadap pimpinan KPK. Tetapi, tidak ada pernyataan yang menjawab pertanyaannya itu. Gubernur atau calon gubernur ke mana-mana dikawal polisi, padahal belum tentu mereka dapat ancaman pembunuhan. Justru yang mau dibunuh itu pimpinan KPK, jelasnya.

Menurut Abraham Samad, hanya pimpinan KPK biasa saja yang dapat meletakkan jabatannya dengan tenang. Pimpinan KPK sedemikian akan bisa melewati masa jabatannya. Pemberantasan tangkap panitera, apakah itu pemberantasan korupsi? Tidak, ujar dia. Kalau Anda menjadi pimpinan KPK dan berantas korupsi tanpa pandang bulu, maka Anda akan dikriminalisasi seperti saya.

Sementara itu, pengamat tindak pidana korupsi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Akhiar Salmi, menuturkan, seharusnya sudah ada regulasi yang menjamin keselamatan pimpinan KPK. Salah satunya, yakni kekebalan hukum sesaat terhadap pimpinan KPK selama menjabat.

Selama memimpin, selama dalam masa tugasnya di KPK, tak boleh dihukum, ditunda dulu hingga masa jabatannya selesai. Kecuali pimpinan KPK lakukan korupsi, kata dia.

Ia menyebut, kekebalan hukum yang bersifat sesaat terhadap pimpinan KPK sangat diperlukan. Jangan sampai, kriminalisasi pada pimpinan KPK membuat lembaga antirasuah itu goyang.

Perlu represif

Abraham Samad juga menegaskan, Indonesia butuh pemberantasan korupsi secara represif. Menurut dia, pencegahan tersebut cocok diterapkan di negara dengan tingkat korupsi tinggi. Indonesia kurang tepat pencegahan. Penegakan hukum represif, yakni tanpa pandang bulu, proaktif, tak biasa. Itulah KPK, kata.

Ia menuturkan, KPK Jilid III di bawah kepemimpinannya mencoba menerapkan roadmap dalam pencegahan, pemberantasan, dan pengobatan kasus korupsi. Peta tersebut utuk mencegah KPK menjadi serampangan saat bertindak, khususnya dalam mengusut korupsi berskala besar.

Samad menjelaskan, korupsi berskala besar bukan tentang besaran nominal, melainkan tentang siapa pelakunya. Orang yang mempunyai kekuatan, ada kasus korupsi yang ditangani KPK. Mungkin jumlahnya tak signifikan, tapi lihat pelakunya. Mungkin orang yang punya kekuatan, jelasnya. Ia menyebut, korupsi di Indonesia sangat sistematik. Tidak ada elemen yang terbebas dari korupsi.

Pun, para aparat penegak hukum, yang seharusnya memberantas korupsi, tidak bisa diharapkan. Korupsi saja terjadi di kepolisian dan kejaksaan, jelasnya.

Sehubungan dengan kebebasan bersyarat yang diterima Antasari Azhar, Ketua Wadah Pegawai KPK Novel Baswedan berharap sang mantan ketua KPK bisa kembali aktif di bidang pemberantasan korupsi. Yang pertama kita harapkan doa. Kedua, kita berharap melalui porsinya beliau, beliau bisa melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan pemberantasan korupsi, kata dia di KPK, Jumat (11/11).

Sebelumnya, Antasari Azhar mendapatkan status bebas bersyarat setelah menjalani masa tahanan selama tujuh tahun enam bulan di Lapas Kelas 1 Tangerang. Ia mengatakan, secara instansi, ia telah bebas, tapi harus melakukan wajib lapor. Saya sudah menjalani dua pertiga dari hukuman yang harus saya jalani sehingga bebas, ujarnya.     rep: Umi Nur Fadhilah, ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement