Ahad 13 Nov 2016 15:15 WIB

Ada 66 Pelanggaran Kampanye DKI

Red:

JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta, Sumarno, mengaku prihatin dengan adanya penolakan kampanye terhadap pejawat (incumbent) Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurut Sumarno, penolakan saat kampanye baru kali ini terjadi.

Ini baru kejadian sekarang. Di 2007 enggak ada, di 2012 juga enggak terjadi walaupun isunya kencang sekali, ujar Sumarno di Jakarta, Sabtu (12/11). Menanggapi hal tersebut, titik-titik penolakan harus diantisipasi.

Menurut dia, ketika masuk masa kampanye, aksi penolakan terhadap calon tertentu tidak boleh terjadi. Karena setiap calon berhak memberikan kampanye, kecuali tempat yang dilarang untuk kampanye. Bawaslu sudah punya tempat titik rawan, kami akan terus koordinasi memastikan kalau calon aman kampanye.

Harapan saya juga pengamanan jangan berlebihan dengan banyak pengamanan, kata dia. Pengamanan ketat, dia melanjutkan, malah tidak mendekatkan pasangan calon ke pendukungnya. Sebelumnya, pejawat Basuki Tjahja Purnama alias Ahok pernah ditolak oleh warga Rawa Belong, Jakarta Barat, pada Rabu (2/11), saat akan berkampanye di lokasi tersebut.

Penolakan tersebut menyebabkan Ahok harus dievakuasi dan tidak jadi bersosialisasi dengan warga, lantaran adanya serangan dari oknum tersebut. Tak hanya Ahok, cawagub Djarot Syaiful Hidayat juga ditolak warga Kembangan, Jakarta Barat, pada Rabu (9/11). Namun, saat ditolak, Djarot justru menghampiri warga yang menolaknya dan lebih memilih melakukan dialog.

Karakteristik pemilih Peneliti Lembaga Survey Poltracking, Hanta Yudha, mengatakan, jangan terburu-buru untuk mengambil kesimpulan pemenang dari Pilkada DKI Jakarta 2017. Karena, pemilih di DKI Jakarta merupakan para pemilih yang rasional, sehingga elektabilitas tidak bisa terukur dari populernya pasangan calon.

Jangan buru-buru ambil kesimpulan siapa yang menang, ujar Hanta di Jakarta, Sabtu (12/11). Ia pun menjelaskan, dari segmentasi kelompok pemilih ada tiga perilaku, yaitu rasional, sosiologis, dan psikologis. Rasionalitas di Jakarta cukup besar dengan warga yang kritis. Yang kedua pengaruh media sangat tinggi dan pengaruh politik uang sangat rendah hampir di bawah 10 persen, katanya. Namun, kemantapan pemilih juga rendah, sehingga pemilih yang berpindah pilihan pun masih tinggi.

Kemudian mereka yang belum menentukan pilihan, artinya fluktuatif, juga masih ada. Itu karakteristiknya. Sehingga, survei bisa berubah dan jangan buru-buru menentukan siapa yang menang di DKI, ketiganya punya peluang menang.

Masih ada tiga bulan, ujarnya. Karakteristik sosiologis bisa dilihat dari pemilih yang memilih pasangan calon karena memiliki kesamaan asal daerah atau agama. Sementara karakteristik psikologis dilihat dari situasi hati kepada pasangan calon, sebagai contoh adalah ketampanan dari pasangan calon tersebut.

Terakhir, untuk pemilih rasional, biasanya memilih karena gagasan visi misi, yang intinya, semua calon memiliki segmentasi sendiri yang perlu diperhatikan. Kuncinya adalah orang yang belum menentukan pilian adalah penentu pemenangan pilkada, kedua adalah swing voters bisa aja bergerak tingkat kemantapan bergerak, makanya jangan ambil kesimpulan terlebih dahulu.

Sementara itu, peneliti Lingkar Survey Indonesia, Aji Al Faraby, mengatakan, ada tiga hal yang harus dilakukan pejawat Ahok-Djarot untuk bisa memenangkan Pilkada DKI 2017. Pertama, merebut kembali suara pemilih Muslim. Ini problem dia. Kedua status hukum Ahok juga memengaruhi apakah suaranya bisa direbut kembali, katanya.

Sementara untuk Agus dan Anies harus menarik pemilih yang belum menentukan pilihan. Ada sebanyak 35,4 persen pemilih rasional, yakni mereka yang tidak terkena sensitivitas agama dan lebih moderat, yang belum menentukan pilihan. Sehingga, pasangan calon harus bisa menarik suara pemilih rasional tersebut.    rep: Dian Fath risalah, ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement