Selasa 30 Aug 2016 18:00 WIB

Pemerintah Siap Hadapi Gugatan

Red:

JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, pemerintah tetap akan menjalankan program pengampunan pajak melalui UU Tax Amnesty walaupun sejumlah pihak menolak dan akan menggugat aturan tersebut. 

"Siapa pun yang melakukan itu (gugatan), pemerintah siap menghadapi," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/8).

Pramono mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta kepada para menteri terkait dan juga pejabat eselon I untuk menghadiri sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi. "Program amnesti pajak ini tetap harus berjalan karena secara langsung Presiden turun tangan terhadap hal tersebut," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Pramono mengatakan bahwa Presiden meminta Direktur Jenderal Pajak untuk segera memberi penjelasan terkait kesimpangsiuran informasi mengenai amnesti pajak.

Pramono mengatakan, pemerintah cukup memperhatikan merebaknya isu di media sosial terkait pengampunan pajak. "Presiden akan meminta Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak untuk menjelaskan. Keresahan ini jangan sampai melebar ke mana-mana," kata Pramono.

Pramono mengatakan, semangat utama dari program amnesti pajak adalah agar bagaimana dana-dana besar yang ada di luar negeri dapat dideklarasikan dan direpatriasikan sehingga bisa kembali ke Indonesia. "Bukan yang sudah tertib membayar pajak, kemudian dikejar-kejar," ujarnya.

Pramono menampik bahwa pengampunan pajak sudah menyimpang dari tujuan awalnya. Menurut dia, saat ini ada pihak-pihak yang menggunakan isu tax amnesty untuk kepentingan politik.

"Kami melihat dan mengikuti isu ini. Intinya, kami meminta Dirjen Pajak segera mengantisipasi. Jangan sampai rumor ini berkembang di masyarakat," ujar dia.

Ketua DPR Ade Komarudin mempersilakan kepada pihak-pihak yang menolak UU Tax Amnesty untuk menggugat ke MK. Sebab, memang adanya MK untuk mengakomodasi itu.

Tidak hanya Muhammadiyah, kata Akom, masyarakat juga boleh mengungkapkan keberatannya terkait penerapan amnesti pajak yang tengah berjalan. Hanya saja, politikus yang akrab disapa Akom itu meminta agar PP Muhammadiyah juga memikirkan Tanah Air. "Mereka juga harus mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya," kata Akom.

Sejumlah pihak ingin menggugat UU Tax Amnesty. Salah satunya adalah PP Muhammadiyah. Pengajuan judicial review (JR) amnesti pajak ini merupakan hasil dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Rakernas berlangsung pada 26-28 Agustus 2016.

Menurut Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, watak hukum dari kebijakan UU Tax Amnesty itu harus jelas, begitu pula arah hukumnya. Kejelasan dalam UU itu, kata dia, harus bisa merumuskan niai-nilai dalam  UUD 1945 pasal 33, pasal 1, yaitu pasal-pasal yang erat dengan demokrasi dan HAM.

"Perumusan UU itu juga harus memenuhi prosedur demokrasi dan faktanya UU Tax Amnesty itu belum memadai demokrasi masih minimalis. Sudah saat dievaluasi dan melalui JR, kecuali pemerintah menunda," ujarnya seusai penutupan Rakernas MHH PP Muhammadiyah, Ahad (28/8). 

Menurutnya, tax amnesty tersebut tidak memiliki sasaran jelas. Akibatnya, masyarakat umum juga terkena sasaran tersebut sehingga menjadi resah. "Sasarannya harus dievaluasi juga, jangan sampai justru masyarakat kecil terkena dampaknya. Tax amnesty ini sebenarnya ditujukan untuk orang yang mengalami problem dalam kewajiban pajak, dan orang ini hanya beberapa gelintir," katanya.

Dari daerah, Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo menilai program tax amnesty ini   belum sepenuhnya memenuhi asas keadilan. Hal ini diungkapkan Hadi saat sosialisasi amnesti pajak oleh Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Jawa Tengah II kepada PNS di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta pada Senin (29/8).

Menurut Hadi, tax amnesty dengan nilai tebusan dua persen terhadap harta yang belum dilaporkan perlu dikaji ulang. Sebab, kata dia, nilai tebusan tersebut berlaku sama untuk harta yang ada di dalam negri ataupun di luar negri. "Asas keadilan saja yang belum tampak pada tax amnesty karena uang di dalam negeri kenanya dua persen, di luar negeri kenanya dua persen," kata mantan pasangan Joko Widodo saat memimpin Surakarta beberapa waktu lalu itu.

Hadi mengatakan, semestinya persentasi nilai tebusan untuk harta dalam negeri lebih kecil atau di bawah dua persen. Sebab, kata dia, kebanyakan harta yang ada digunakan untuk perputaran usaha dan lain sebagainya. Dengan begitu, harta yang tersimpan di dalam negri memberi kontribusi bagi perekonomian nasional.

Menurutnya, pada dasarnya amnesti pajak bertujuan untuk menarik kembali harta milik wajib pajak yang terdapat di luar negeri. Namun, kata Rudy, selama ini sosialisasi tax Amnesty justru dilakukan di dalam negeri.    rep: Satria Kartika Yudha, Andrian Saputra, ed: Muhammad Hafil

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement