JAKARTA -- Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Muhammad Syakir dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan dalam kasus korupsi. Ia dinilai terbukti memberikan suap 190 ribu dolar AS kepada Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Suroso Atmomartoyo terkait persetujuan PT SI sebagai pemasok tetraethyl lead (TEL) untuk Pertamina.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman selama lima tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putri, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/5).
Terdakwa dinilai terbukti melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kedua.
Tuntutan tersebut merupakan tuntutan maksimal karena Syakir dianggap menyampaikan keterangan yang berubah-ubah dan memperburuk citra bisnis Indonesia. "Tidak terdapat hal meringankan dalam perbuatan terdakwa," ujar Jaksa Irene.
Selain itu, jaksa juga meminta agar majelis hakim memerintahkan perampasan deposito di Bank UOB Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo. "Meminta agar majelis menyatakan uang sebesar 198.134,66 dolar Singapura pada United Overseas Bank (Bank UOB) Singapura dari nomor rekening deposito 352-900-970-2 UOB orchard Road Singapura dari rekening deposito atas nama Suroso Atmomartoyo sebagai hasil kejahatan dirampas untuk negara," kata Jaksa Irene.
Syakir adalah terdakwa ketiga dalam kasus ini yang diadili di pengadilan di Indonesia. Terdakwa pertama adalah Willy Sebastian Lim selaku direktur PT SI yang sudah divonis bersalah dengah hukuman empat tahun penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan, Suroso Atmomartoyo juga telah dijatuhi putusan enam tahun penjara di tingkat banding dan saat ini sedang memasuki tahap kasasi.
Perbuatan Muhammad Syakir memberikan uang sejumlah 190 ribu dolar AS kepada penyelenggara negara bertujuan untuk menyetujui OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia dan pemasok tetraethyl lead (TEL) atau timbal untuk membutuhkan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) peridoe bulan Desember 2004 dan tahun 2005. Padahal, TEL adalah bahan kimia yang telah dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.
Pada 2003, OCTEL dan PT Pertamina membuat nota kesepahaman (MoU) pada 2 Mei 2003 yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam periode 2003 sampai dengan maksimal September 2004. Dalam waktu yang bersamaan, Pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal dalam bensin dan solar di dalam negeri per 31 Desember 2004. Atas tuntutan ini, Syakir akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada sidang 30 Mei 2016. antara, ed: Andri Saubani