Rabu 09 Dec 2015 14:00 WIB

RUU Minol tak Hapus Praktik Budaya

Red:

JAKARTA--Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) sudah mengunjungi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Provinsi Bali untuk menerima aspirasi pemerintah daerah setempat. Dari kunjungan tersebut, Ketua Pansus RUU Larangan Minol Muhammad Arwani Thomafi mengungkapkan adanya kearifan lokal yang wajib dipertimbangkan dalam pembahasan RUU.

Menurut politikus PPP itu, masukan dan kritik setiap pemda mengenai minol akan menjadi pertimbangan dalam menyusun beleid tersebut. Dia menjelaskan, ada pemda yang mendukung pengetatan konsumsi minol di masyarakat. Di lain pihak, ada pemda yang meminta agar peredaran minol diberi pengecualian.

"Semua masukan akan kita bahas bersama nanti, baik yang mendukung penuh RUU ini maupun catatan keberatan terhadap poin-poin tertentu," kata Arwani dalam pesan WhatsApp kepada Republika, Selasa (8/12).

Dia mencontohkan, Gubernur NAD Zaini Abdullah menyatakan dukungannya saat pansus mengunjungi Bumi Serambi Makkah pada Senin (7/12). Hanya, dia menjelaskan, Gubernur Zaini telah meminta pansus menyebutkan klausul bahwa NAD berkewenangan khusus terkait pelarangan minuman keras di wilayahnya.

Arwani melanjutkan, Gubernur Zaini mengaku, pihaknya sudah melangsungkan pelarangan minol sesuai Qanun Nomor 6 Tahun 2014. Diharapkan, UU Larangan Minol nantinya tak melemahkan qanun tersebut.

Berbeda halnya dengan NAD, Provinsi Bali justru meminta penjelasan mengenai pelonggaran minol di wilayahnya. Wakil Bupati Bali Ketut Sudikerta, kemarin, menegaskan sikap bahwa pariwisata di Pulau Dewata juga ditopang oleh minol.

Menurut Arwani, UU Larangan Minol tidak akan menutup ruang bagi kearifan lokal di daerah-daerah terkait produksi, peredaran, dan konsumsi minol tradisional. Pansus pun memerhatikan masukan usulan dari daerah yang bergantung pada pariwisata internasional. "RUU ini ingin membuat lebih baik dari kondisi saat ini. Tentu yang seperti ini akan kita dukung bersama," ujar dia.

Terpisah, pihak pengusul RUU Larangan Minol, yakni Fraksi PPP, berkomentar tentang jalannya pembahasan beleid ini. Politikus PPP Arsul Sani mengatakan, keberatan-keberatan dari berbagai daerah ditampung dengan baik oleh pansus sejauh ini.

Menurut Arsul, pansus, antara lain, bertugas menyerap aspirasi daerah agar bisa membuat ruang perkecualian yang bernilai mufakat dalam UU Larangan Minol itu nantinya. Sebab, lanjut dia, bagi beberapa daerah, minol merupakan bagian yang tak terpisahkan sebagai ekspresi budaya.

Arsul juga menginginkan, UU Larangan Minol akan memberikan kelonggaran aturan bagi daerah-daerah yang memiliki ekspresi budaya demikian. "Ada daerah-daerah yang minol itu bagian dari kultur. Maka, akan mendapatkan ruang untuk minol itu lebih luas pasti," ucap Arsul Sani saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/12).

Dia berpendapat, pihak yang mengajukan keberatan-keberatan terhadap RUU Larangan Minol tak berarti menolak seluruhnya beleid tersebut. Mereka, menurut Arsul, hanya menolak bila RUU itu sampai menghapus ekspresi budaya tertentu.

Oleh karena itu, Arsul melanjutkan, minol industri maupun racikan yang tak berkaitan dengan ekspresi budaya menjadi layak diperketat peredarannya. "Kan enggak ada yang menolak, misalnya, (bahwa) miras oplosan enggak boleh ditindak. Kan enggak ada."

Alkohol ilegal

Polresta Pekanbaru mendorong Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean setempat untuk ikut memberantas peredaran alkohol ilegal yang banyak beredar di daerah itu. Khususnya, di tempat hiburan.

"Di Pekanbaru, distributor tidak ada, tapi kenyataannya, banyak beredar yang tanpa pita cukai entah datangnya dari mana. Ke depan, kita menggugah agar bisa dilakukan pengawasan bersama dengan mendatangi tempat hiburan," kata Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru AKP Bimo Ariyanto SIK di Pekanbaru, kemarin. Menurutnya, selama ini pengawasan lemah karena kurangnya koordinasi.

Seperti diketahui, alkohol Golongan B kadarnya lima hingga 20 persen dan Golongan C lebih dari 20 persen terkena cukai. Sedangkan, untuk Golongan A dengan kadar alkohol kurang dari lima persen tidak diperlukan tidak terkena cukai seperti bir.

Kepala Seksi Penindakan dan Penyelidikan BC Pekanbaru Tribudi Haryanto menyampaikan bahwa saat ini, di Indonesia hanya ada tujuh Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (ITMB). Itu pun ditentukan kuotanya oleh pemerintah.

Pelabuhan yang dapat menjadi pintu masuk alkohol adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Belawan. Sementara, untuk Riau belum bisa menerima barang tersebut.

Kepala KPPBC Tipe Madya B Kota Pekanbaru Elfi Harris menambahkan, Riau memang menjadi pintu masuk minol ilegal dan sering disinggahi penyelundup. Hanya, dia mengungkapkan, petugas Bea Cukai tak berjaga di semua pesisir Riau. "Kalau di Tembilahan dan Pelindo Dumai kita ada, tapi di tempat lain, seperti di Sungai Apit saja, tidak ada Bea Cukai," katanya. n antara /c14 ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement