Ahad 26 Apr 2015 12:54 WIB

Lokalisasi Prostitusi Bukan Solusi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk melokalisasi prostitusi menuai kecaman. Ide itu dinilai hanya akan mencederai masyarakat.

Penasihat Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta Samsul Maarif mengatakan, semestinya orang nomor satu DKI Jakarta yang akrab disapa Ahok ini berkaca kepada sejarah.

Saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Suti yoso berhasil menghapus lokalisasi prostitusi yang ada di Koja, Jakarta Utara. Berkat kerja sama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan masyarakat, lokasi bekas lokalisasi prostitusi itu disulap menjadi kawasan Islamic centre dan masjid.

Apabila ide Ahok direalisasikan, lanjutnya, maka kejahatan yang dipelihara oleh Pemprov DKI akan bertambah. Jika sebelumnya Pemprov DKI mencoba melindungi keberlangsungan industri minuman keras, nantinya Ahok juga dinilai melegalkan prostitusi melalui adanya lokalisasi.

"Lokalisasi sama dengan legalisasi," katanya kepada Republika, Sabtu (25/4).

Dalam pernyataannya, Ahok berargumen bahwa sejumlah negara maju mengambil kebijakan untuk melokalisasi prostitusi.

Langkah tersebut di tempuh justru untuk menekan praktik pelacuran tersembunyi serta memudahkan pen- gawasan. "Termasuk mu dah membuat orang bertobat," tutur nya, di Jakarta, Jumat (24/4).

Ahok pun menganalogikan lokalisasi seperti hubungan antara manusia dan kotoran mereka.

Tingkat beradab seseorang bisa dilihat dari sejauh mana orang tersebut tak membuang kotorannya sembarangan, melainkan di tempat yang khusus. Analogi inilah yang seharusnya digunakan pula untuk mengatasi prostitusi terselebung.

Menurut Samsul, analogi Ahok yang menyamakan lokalisasi prostitusi dengan pembuatan toilet untuk membuang kotoran manusia sama sekali tak bisa dibenarkan.

Dua hal di atas tidak bisa disamakan. Kotoran manusia adalah fitrah, sedangkan prostitusi berlawanan dengan fitrah. "Analogi yang keblinger (qiyas ma'a al-fariq)", katanya.

Perdagangan manusia

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, jika ada pihak yang berkeinginan untuk membuka lokalisasi prostitusi, itu berarti langkah mundur dan mendukung perbudakan, tindak kriminalitas, serta perdagangan manusia.

Ia menegaskan, prostitusi merupakan kejahatan yang mesti didekati dari berbagai sisi.

Namun, ada upaya dari pihak tidak bertanggung jawab agar prostitusi itu dianggap tidak kriminal. "Tentu saja hal ini berbahaya," paparnya, di Jakarta, Jumat, (24/4).

Menurut Khofifah, harus diakui, selama ini ada kesan saling lempar tanggung jawab antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam penanganan WTS maupun gepeng (gelandangan dan pengemis).

Kementerian Sosial (Kemenos) meminta agar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tekait rancangan undang-undang (RUU) dimasukan tentang kekerasan dan kejahatan seksual. rep: Dyah Ratna Meta Novia  c72, ed: Nashih Nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement