Jumat 24 Oct 2014 13:30 WIB

Pimpinan KPK Beda Pendapat

Red:
Gedung KPK
Gedung KPK

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) KPK Zulkarnain meminta masyarakat tidak mengartikan bahwa KPK akan menindaklanjuti proses hukum terhadap calon menteri yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diberi tanda merah dan kuning. Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Ketua KPK Abraham Samad bahwa para calon yang ditandai berpotensi jadi tersangka kasus korupsi.

"Terlalu jauh untuk ke situ (membuka penyelidikan baru). Jadi, saya tidak mau berkomentar dulu kalau ditanya itu," kata Zulkarnain saat dihubungi Republika, Kamis (23/10). Menurut Zulkarnain, tanda merah dan kuning yang disematkan terhadap menteri itu hanya sebatas informasi yang sifatnya mitigasi.

Ia menegaskan, calon menteri yang ditandai KPK tidak layak jadi menteri karena potensi untuk melakukan korupsi tinggi. "Ini hanya sebatas informasi bagi calon pejabat utama demi kepentingan bersama," katanya.

Sebelumnya, Jokowi menyerahkan sebanyak 43 nama calon menteri yang akan mengisi 33 jabatan menteri di kabinetnya kepada KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Jokowi meminta dua lembaga itu menelusuri rekam jejak para calon menteri terkait potensi terjadinya tindak pidana korupsi oleh para calon tersebut.

Ketua KPK Abraham Samad kemudian menyatakan bahwa di antara para calon yang disodorkan,  ada beberapa yang ditandai. Saat dimintai kejelasan soal penandaan tersebut, Abraham menegaskan bahwa calon menteri yang ditandai sama sekali tak boleh diangkat jadi menteri.

Ada potensi para calon menteri yang ditandai tersebut jadi tersangka kasus korupsi ke depannya. "Kalau merah satu tahun, kalau kuning bisa dua tahun. Begitu. Jadi, antara merah dan kuning sama. Tidak ada yang boleh jadi menteri," kata Abraham.

Terkait penandaan itu, penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Suwarsono menegaskan, pimpinan KPK harus menjelaskan. Ia mengkhawatirkan, penandaan tersebut tanpa penjelasan yang gamblang terkait artinya, bisa menjadi bola liar. "Tanya sama pimpinan alasan menyampaikan hal itu," kata Suwarsono.

Tanggung jawab

Belakangan, beredar dokumen yang diklaim berisi nama-nama para calon menteri yang disodorkan ke KPK oleh Jokowi. Kendati tak mengonfirmasi validitas daftar nama yang beredar itu, Deputi Tim Transisi Jokowi Andi Widjajanto meradang atas kebocoran tersebut. Jika bocoran daftar tersebut benar adanya, nama-nama yang dicantumkan, tapi tak terpilih sebagai menteri, nantinya otomatis terindikasi sebagai yang ditandai KPK.

Pengamat hukum dari Univesitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir menilai, baik Jokowi maupun KPK, sama-sama berperan memicu polemik. "Mengapa itu disampaikan secara terbuka ke media, keduanya sama-sama salah," kata dia, kemarin.

Menurutnya, permintaan itu sah-sah saja dilakukan oleh Jokowi. KPK juga boleh saja memberikan rekomendasi rekam jejak yang dibutuhkan presiden terkait calon menterinya. Tetapi, kata dia, ketika itu disampaikan ke media, publik menjadi berspekulasi tentang orang-orang yang disebut dalam tanda merah, kuning, ataupun yang lain.

Dia mengatakan, isu kabinet saat ini sangat sensitif. Perhatian publik semuanya kini tertuju pada calon menteri. Saat KPK memublikasikan ada calon menteri yang terindikasi terlibat kasus korupsi, publik tak bisa disalahkan ketika meminta KPK untuk mengusutnya.

KPK, lanjut Muzakir, punya beban moral yang sangat besar saat ini. "Kalau publik saat ini mendesak KPK, ya jangan disalahkan. KPK harus mampu membuktikan," ujarnya.

Muzakkir menegaskan, KPK harus mampu membuktikan apa yang telanjur disampaikan ke publik. Jika tidak, KPK bisa dianggap telah membawa lembaga masuk dalam proses politik.

Ia mengakui ada kekhawatiran bahwa mereka yang masuk daftar merah KPK akan menghilangkan barang bukti. Namun, ia menegaskan, hal itu sulit terjadi. Proses penyelidikan, kata dia, masih menjadi rahasia KPK. n c62 reP: Mas lamil huda ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement