Senin 20 Oct 2014 12:30 WIB

Harimau Sumatra Terancam Punah

Red:

JAKARTA — International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyematkan status terancam punah terhadap harimau sumatra, predator tertinggi dalam sistem rantai makanan di belantara Sumatra. Sayangnya, belum ada angka pasti populasi satwa karnivora bernama Latin Panthera tigris sumatrae ini.

Direktur Program Sumatra dan Kalimantan WWF-Indonesia Anwar Purwoto mengatakan, saat ini belum pernah ada survei populasi secara menyeluruh dari Aceh hingga Lampung. Ia hanya menyebut estimasi ada 200 hingga 300 individu yang tersisa di Sumatra. ''Data base harimau sumatra belum komplet. Island wide survey perlu dilakukan dan itu pekerjaan besar karena harus dilakukan dari Aceh sampai Lampung,'' kata Anwar, Ahad (19/10).

Ia mengatakan, bagian tengah Sumatra adalah kantong penting bagi harimau. Wilayah tersebut merupakan pertemuan dari dataran tinggi Bukit Barisan yang membentang dari jajaran gunung ujung utara (Aceh) sampai ujung selatan (Lampung) Sumatra dengan dataran rendah Riau hingga lahan gambut ke arah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan.

Anwar mengatakan, satwa umumnya senang tinggal di bagian dataran rendah. Antara Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBTP) dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) merupakan koridor atau jalur perlintasan satwa. Lima jenis kucing liar yang hidup di Sumatra, yakni harimau sumatra, macan dahan, kucing batu, kucing emas, dan kucing congkok, diketahui hidup di tempat itu.

Menurutnya, SMBRBB diketahui sebagai kawasan prioritas jangka panjang konservasi harimau dunia. Karena itu, mempertahankan keberadaan kawasan konservasi seluas 136 ribu hektare itu sangat penting. Terlebih lagi, koridor hutan yang menghubungkan TNBTP dengan SMBRBB itu harus terus terjaga.

Ahli spesies harimau WWF-Indonesia Sunarto mengatakan, lokasi SMBRBB berada di tengah antara Sumatra Utara dan Sumatra Selatan. Jika kawasan ini habis, habitat harimau sumatra pun akan habis.

Ancaman

Kondisi SMBRBB tidak separah Taman Nasional Tesso Nilo. Namun demikian, ancaman ekstensifikasi perkebunan, pertambangan, pembalakan, dan perburuan liar semakin meningkat di kawasan konservasi tersebut.

Sunarto mengatakan, ancaman ekspansi petambangan dan perkebunan terjadi dengan skala besar dan masif di sisi timur. ''Di sisi ini, ada ekspansi sawit dan hutan tanaman industri akasia serta pertambangan batu bara dan emas,'' katanya.

Pada bagian utara kawasan suaka margasatwa, banyak terjadi ekspansi perkebunan kelapa sawit dan karet rakyat dengan skala relatif kecil. Sedangkan, di bagian barat, kegiatan pembalakan liar cukup marak terjadi.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Bintang Hutajulu mengatakan, ancaman pembalakan liar semakin besar terhadap kawasan suaka margasatwa ini. Pergerakan mereka pun begitu cepat.

Jalur-jalur logging milik perusahaan pulp besar, seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yang berbatasan dengan kawasan konservasi harimau sumatra ini menjadi jalur ilegal untuk membawa kayu-kayu log hasil pembalakan liar, katanya. ''Ini yang kami protes sebenarnya, jalur-jalur mereka tidak dijaga, jadinya dimanfaatkan untuk membawa kayu ilegal dari kawasan suaka margasatwa,'' ujarnya.

Kepala Bidang Konservasi BKSDA Riau Wilayah I Johny Lagawurin mengatakan, untuk mengelola, mengamankan, melindungi kawasan SMBRBB sangat berat dengan hanya tiga orang personel polisi hutan. Karena itu, belum semua area di 136 ribu hektare lahan kawasan konservasi dijangkau oleh pihak BKSDA.

Lemahnya informasi untuk kepastian hukum, khususnya terkait tata batas kawasan konservasi, juga menjadi masalah. Johny mengatakan, hingga saat ini baru ada penunjukan batas kawasan oleh Menteri Kehutanan, namun belum ada penetapan kawasan. ''Ini jadi kritik juga untuk pusat karena menyulitkan untuk melakukan tindakan di lapangan,'' ujarnya.

Direktur Jenderal WWF Internasional Marco Lambertini membandingkan kondisi hutan alam di kawasan Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Sabah, Malaysia. ''Mereka begitu melindungi kawasan suaka margasatwanya meski mereka membuka jalur menembus hutan mereka. Turis pada akhirnya akan semakin sering datang untuk melihat keanekaragaman hayati yang terpelihara dan masih asli di Sabah dibanding ke Indonesia,'' katanya.  N antara ed: andi nur aminah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement