Selasa 17 Jan 2017 14:00 WIB

Konferensi Paris Kirimkan Pesan untuk AS

Red:

PARIS -- Konferensi Perdamaian Timur Tengah di Paris, Prancis, secara resmi ditutup, Senin (16/1) WIB. Komunike akhir yang dilahirkan menegaskan konflik antara Palestina dan Israel hanya dapat diselesaikan dengan solusi dua negara (two-state solution).

Komunike dihadiri 70 negara, termasuk negara-negara kuat di Eropa dan Arab serta anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konferensi juga memperingatkan agar langkah-langkah unilateral (sepihak) tidak dilakukan. Tujuannya, agar proses negosiasi perdamaian dan keamanan pada masa mendatang dapat terwujud.

"Meminta kepada masing-masing pihak, untuk menahan diri dari langkah-langkah sepihak yang memengaruhi negosiasi, termasuk permasalahan Yerusalem, perbatasan, keamanan, dan pengungsi," demikian bunyi komunike tersebut.

Namun, komunike ini dinilai tak sesuai dengan rencana awal, yaitu secara eksplisit mengkritik rencana Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Trump, seperti diketahui, telah berjanji untuk menghadirkan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap Israel, termasuk memindahkan lokasi kedutaan mereka.

Padahal, status Yerusalem menjadi isu paling sensitif dalam konflik Palestina dan Israel. Palestina melihat Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara pada masa depan. Namun, Israel menolak. Israel menegaskan seluruh bagian Yerusalem sebagai milik mereka.

Pelantikan Trump akan berlangsung pada 20 Januari 2017. Dengan demikian, Konferensi Paris mengirimkan pesan kepada Trump bahwa solusi dua negara dalam konflik Palestina dan Israel tidak bisa dikompromikan dan keputusan sepihak bisa memperburuk ketegangan di lapangan.

Walau bertujuan untuk mencarikan solusi bagi konflik Palestina-Israel, Konferensi Paris tidak dihadiri pemimpin kedua negara. Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak diundang pada Ahad (15/1) waktu setempat, tetapi sehari setelah kesimpulan konferensi disampaikan.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan, Konferensi Paris tidak ditujukan untuk memaksakan kehendak apa pun kepada Palestina ataupun Israel. Konferensi hanya bertujuan untuk mendorong negosiasi langsung untuk penyelesaian konflik.

"Ketika beberapa pihak mempertanyakan hal ini, penting bagi kita untuk mengingat kerangka negosiasi. Kerangka itu adalah perbatasan tahun 1967 dan resolusi utama PBB," ujar Ayrault.

New York Times menulis upaya Prancis untuk mendorong proses perdamaian Israel-Palestina kerap menemui jalan buntu, seperti upaya serupa Juni 2016. Namun, Konferensi Paris diklaim telah selangkah lebih maju dibandingkan upaya sebelumnya.

"Solusi dua negara, yang telah disepakati masyarakat internasional selama bertahun-tahun, mulai terancam," ujar Presiden Prancis Francois Hollande saat memberikan sambutan sebelum komunike dihasilkan.

Ancaman tersebut mewujud dalam bentuk pembangunan permukiman oleh Israel di Tepi Barat. Situasi ini, menurut Hollande, telah menumpuk ketidakpercayaan di antara pihak-pihak terkait dan telah dimanfaatkan para ekstremis.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan, pertemuan ini bermakna penting bagi perdamaian Palestina dan Israel. Sebab, masyarakat internasional mendorong solusi dua negara.

Perwakilan pemerintahan Palestina menyambut baik hasil konferensi. Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada, Sabtu (14/1) WIB, mengatakan pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem akan 'membunuh' proses perdamaian.

Abbas meyakini Konferensi Paris akan membantu menghentikan kegiatan pembangunan permukiman Israel di wilayah terlarang, sekaligus pemusnahan solusi dua negara melalui penggunaan kekuatan.

Tanggapan sebaliknya disampaikan Israel melalui sang perdana menteri, Benjamin Netanyahu.

"Digelarnya konferensi hari ini di Paris adalah sesuatu yang sia-sia. Konferensi itu telah dikoordinasikan antara Prancis dan Palestina. Hal ini bertujuan untuk memaksa kami mengambil langkah yang bertentangan dengan kepentingan nasional kami," katanya.

Israel khawatir Konferensi Paris hanya akan merusak negosiasi konflik dengan Palestina. Untuk itu, Netanyahu memutuskan untuk tidak hadir di Paris.

Meskipun demikian, Netanyahu menyebut Konferensi Paris hanya akan menjadi masa lalu. "Sedangkan besok akan terlihat berbeda dan masa itu sudah sangat dekat," katanya mengacu kepada semakin dekatnya waktu pelantikan Trump.

Sementara itu, Trump telah menyatakan keinginan untuk membuat kesepakatan akhir antara Palestina dan Israel. Meskipun demikian, belum diketahui bentuk kesepakatan tersebut.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menegaskan sikap Australia, yang menyepakati komunike Konferensi Paris tidak serta-merta menunjukkan Negeri Kanguru sepakat dengan keputusan akhir. Ia membenarkan Australia diwakili pejabat diplomatik dari Kedutaan Besar Australia untuk Prancis di Paris.

"Meski diwakili pada Konferensi Paris, bukan berarti kita setuju dengan setiap elemen dari pernyataan final," ujar Bishop kepada Fairfax Media seperti dilansir Sydney Morning Herald.

"Prioritas yang paling penting adalah harus dimulainya kembali perundingan langsung antara Israel dan Palestina untuk membahas solusi dua negara sesegera mungkin," katanya.

Australia merupakan satu dari sejumlah negara selain Israel yang mengutuk Resolusi 2334, yang diinisiasi negara tetangga mereka, Selandia Baru. Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull melabeli resolusi itu 'satu sisi' dan 'sangat mengganggu'.       rep: Dyah Ratna Meta Novia, Puti Almas/reuters, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement