Rabu 11 Jan 2017 16:00 WIB

Rangkul Petani Cabai

Red:

JAKARTA -- Sejumlah pihak mengharapkan lonjakan harga cabai rawit merah hingga mencapai ratusan ribu rupiah per kg tidak terulang pada masa mendatang. Pengelolaan pasokan dari sentra-sentra produksi cabai harus dikelola dengan baik.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan, argumen pemerintah yang mengklaim lonjakan harga cabai karena faktor cuaca bukan isu baru. Permasalahan ini sudah terjadi sejak lama.

"Tapi, tahun ini lebih parah dari dua tahun belakangan," ujar Dwi kepada Republika di Jakarta, Selasa (10/1).

Ia menjelaskan, produksi maksimal cabai rawit merah terjadi pada triwulan pertama. Namun, periode itu merupakan musim penghujan sehingga pasokan cabai di Tanah Air berkurang saat permintaan meningkat.

"Pola tersebut sudah diketahui dan rutin. Sehingga bisa diantisipasi dengan mudah," kata Dwi.

Langkah pemerintah mengintervensi pasar dengan jalan membeli cabai dari daerah-daerah produsen dinilai, justru akan semakin melonjakkan harga. Sebab, dengan stok yang terbatas disertai permintaan tinggi dari konsumen, kehadiran pemerintah berbanding lurus dengan bertambahnya permintaan.

"Pemerintah enggak perlu panik. Biarlah berlalu dengan sendirinya," ujar Dwi.

Lebih lanjut, dia menilai, pemerintah juga perlu merangkul petani cabai. Mereka perlu dibantu untuk menanam cabai melawan musim.

Dengan cara tersebut, diharapkan pada saat paceklik, harga tidak meningkat terlampau tinggi karena stok masih memadai. Sementara pada saat panen raya, harga tidak jatuh mengingat stok sudah dikendalikan.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Gardjita Budi menjelaskan, permasalahan cabai erat kaitannya dengan cuaca. Menurut dia, faktor cuaca memang selalu menjadi penyebab sulitnya panen cabai.

Alhasil, dengan kesulitan panen, stok pun langka hingga berujung pada tingginya harga. Tidak hanya itu, petani juga kerap mengalami masalah jika musim kurang bersahabat.

Sebagai langkah mencegah kerugian, Budi mengimbau para petani mengedepankan teknologi dalam penanaman cabai.

"Kalau yang skala besar, terobosan teknologi yang biasanya petani musim hujan maka varietas apa yang ditanam duluan," katanya.

Budi optimistis harga cabai rawit merah akan mengalami penurunan dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, sejumlah daerah sentra produksi siap panen.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Abdul Rachman Firdaus menjelaskan, mahalnya harga cabai rawit hingga mencapai Rp 100 ribu per kg di wilayahnya dapat dihindari. Ini karena di Kabupaten Malang terdapat petani cabai, yang siap memasok hasil panen ke pasar sehingga mata rantai bisa dipangkas.

 

Menurut Rachman, mahalnya harga cabai lantaran mata rantai pemasaran terlalu panjang. "Pasar di Kabupaten Malang relatif dekat dengan sentra produksi cabai," ujarnya.

Operasi pasar

Pemerintah Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah akan menelusuri sumber pasokan cabai di sejumlah pasar tradisional. Hal ini dilakukan guna menyikapi harga cabai yang terus melambung di pasaran.

Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang Imum SH menilai, kenaikan harga cabai di pasaran tidak wajar karena sudah menembus kisaran harga Rp 100 ribu hingga 110 ribu per kg. Harga ini jauh melambung dibandingkan harga cabai normal, selama ini yang berkisar Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per kg.

Untuk itu, dia telah menerjunkan tim untuk menelusuri sumber pasokan cabai ke sejumlah pasar tradisional yang ada di Kabupaten Semarang. Pihaknya juga akan menelusuri persoalan yang sebenarnya terjadi di tingkat hulu.

"Apakah benar di tingkat pemasok harga komoditas cabai ini sudah melambung," kata Imum.

Sementara itu, sejumlah daerah di Indonesia mulai menggelar operasi pasar untuk menekan harga cabai rawit merah. Daerah-daerah tersebut meliputi Gorontalo, Tulung Agung, Bali, dan Jember.

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bali menggelar pasar murah. Mereka menjual cabai rawit Rp 60 ribu per kg untuk menekan harga komoditas tersebut di pasaran, yang saat ini mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 110 ribu per kilogram.

"Pasar murah ini untuk menekan harga cabai rawit agar tidak semakin tinggi," kata Wakil Ketua TPID Bali Causa Iman Karana.      rep: Melisa Riska Putri, Rizky Suryarandika, Bowo Pribadi, Christiyaningsih/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement