Selasa 10 Jan 2017 14:00 WIB

Daerah Bawa Keluhan Soal TKA Ilegal ke Pusat

Red:

MATARAM -- Perlunya evaluasi penerapan kebijakan bebas visa kunjungan terus disuarakan pemerintah-pemerintah daerah. Desakan tersebut akan disampaikan ke pemerintah pusat dalam waktu dekat.

Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Amin menyatakan, Pemprov NTB akan menyampaikan hal tersebut pada rapat koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat, dalam waktu dekat. Selain itu, pihaknya juga sedang mengevaluasi dampak kebijakan ini bagi pertumbuhan ekonomi di NTB. "Ini jadi bahan kita untuk pengawasan dan perketat bersama kepolisian, TNI, dan Imigrasi," kata dia di Mataram, Senin (9/1).

Ia menekankan, Pemprov NTB berharap kebijakan bebas visa kunjungan ditinjau ulang, terutama terkait dengan pengawasan terhadap para warga negara asing (WNA).

Sepanjang tahun lalu, Kantor Imigrasi Kelas I Mataram mendeportasi 110 WNA selama periode Januari hingga November 2016. Dari total jumlah WNA yang dideportasi, mayoritas didominasi WNA asal Cina sebanyak 40 orang. Jumlah itu belum termasuk sebanyak 12 TKA yang disita paspornya karena melanggar izin kerja, pekan lalu.

Menurut Muhammad Amin, kebijakan bebas visa di satu sisi berdampak positif bagi pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara ke NTB. Namun, di sisi lain juga kerap disalahgunakan turis asing untuk bekerja di NTB. "Kemudahan  ini rupanya dimanfaatkan negara berpenduduk banyak seperti Cina yang menyalahgunakan di NTB," katanya.

Muhammad Amin mengatakan, sejak ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk bidang kepariwisataan, laporan TKA ilegal yang masuk ke NTB terus bertambah setiap tahunnya.  Posisi Lombok yang berada di sebelah Bali, juga kerap dimanfaatkan turis asing ilegal untuk bekerja di Lombok. Sementara di negara lain, banyak warga NTB yang dideportasi dengan perlakuan yang terkadang tidak manusiawi akibat melanggar izin.

Namun, ia menegaskan, penindakan terhadap TKA ilegal, harus sesuai prosedur dengan tidak melalaikan unsur-unsur kemanusiaan. "Bagi yang datang melancong, bisnis, berinvestasi, NTB welcome sekali, tapi bagi yang modus-modus ini aparat wajib menindak tegas," kata dia.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Romi Yudianto tidak menampik fenomena meningkatnya TKA ilegal yang masuk ke Pulau Lombok selama 2016. Dia menuturkan, branding pariwisata Lombok yang terus berkembang tentunya mengundang daya tarik wisatawan mancanegara yang cukup besar.

Oleh karena itu, Imigrasi akan melakukan penguatan dan pengawasan terhadap keberadaan para wisman, yang dianggap tidak memenuhi prosedur yang berlaku. "Memang fenomenanya seperti itu. Kita akan melakukan pengawasan dan penguatan di bidang keimigrasian," ujarnya di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, pekan lalu.

Dia menuturkan, kasus yang terkini terjadi di Kabupaten Lombok Timur. Di daerah tersebut, 12 paspor milik TKA asal Cina terpaksa harus disita karena dianggap menyalahi prosedur. Para TKA Cina tersebut bekerja sebagai operator di Kapal Cayjun 1 PT Pelayaran Sanley, sebuah kapal keruk yang beroperasi di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.

Belasan TKA Cina tersebut, menurut Romi, hanya mengantongi izin tinggal kemudahan khusus keimigrasian atau Dahsuskim dengan izin tinggal batas perairan selama enam bulan. Namun, berdasarkan laporan, ditemukan dugaan para TKA berinisial ZZ, ZX, LQ, DX, ZY, LP, XQ, LW, YQ, LZ, JL, dan LQG itu ternyata ikut bekerja dalam proyek pemasangan pipa di daratan.

Pemerintah Provinsi Bali juga mengoptimalkan Tim Pengawas Orang Asing (Timpora) untuk mengantisipasi membanjirnya TKA ilegal di Pulau Dewata. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali, Ketut Wija mengatakan, ada 24 pengawas TKA asing dan lokal yang tersebar di berbagai kota dan kabupaten.

"Warga negara asing (WNA) yang melanggar akan dideportasi. Jika yang melanggar adalah perusahaan, maka dipidana, denda, atau kurungan," kata Wija kepada Republika, Senin (9/1). Wija mengatakan, Tim Pora di Bali sejauh ini belum menemukan WNA Cina yang menyalahgunakan visa wisata bekerja di Bali.

Namun, ia mengklaim, TKA ilegal biasanya sulit diidentifikasi sebab disembunyikan oleh pihak yang mempekerjakan mereka. Maka itu, ia meminta masyarakat segera melapor ke Disnaker Provinsi atau Kabupaten jika menemukan WNA yang bekerja ilegal di lingkungannya.

Menurut dia, TKA yang bekerja di Bali hanya boleh menempati posisi menengah ke atas. Mereka juga diwajibkan mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilannya kepada tenaga kerja lokal.

Data Disnaker Provinsi Bali menunjukkan total TKA yang bekerja di Bali saat ini adalah 2.131 orang. Jumlahnya dalam tiga tahun terakhir tidak mengalami fluktuasi signifikan, sehingga tidak terpengaruh Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau kebijakan bebas visa.

Perincian jumlah tersebut, antara lain, TKA Cina 300 orang. Mereka tersebar di proyek pengerjaan PLTU Celukan Bawang sebanyak 180 orang, sisanya bekerja di berbagai perusahaan internasional dan nasional. Jumlah TKA Australia di Bali 203 orang, Prancis 174 orang, Jepang 151 orang, Amerika Serikat 133 orang, Italia 60 orang, Belanda 71 orang, Jerman 78 orang, Korea Selatan 50 orang, dan Rusia 43 orang.

Jenis pekerjaan mereka terbanyak di sektor perdagangan barang, akomodasi perhotelan, biro perjalanan, restoran, dan perdagangan lainnya. "Posisinya mulai dari direktur utama, konsultan, guru bahasa asing, hingga instruktur profesional," kata Wija.

Tingkat pengangguran di Bali saat ini 1,89 persen atau 46.484 orang dan merupakan terbaik nasional. Meski demikian, Wija menilai, angka tersebut masih tinggi sebab pengangguran identik dengan kemiskinan.

Wija pun meminta perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Bali diimbau terlebih dahulu mendahulukan tenaga kerja lokal. "Jangan sedikit-sedikit asing. Rasa nasionalisme harus ditumbuhkan supaya anak bangsa bisa maju," katanya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan, Pemprov Jawa Barat juga mendorong pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan bebas visa. Menurut dia, meski kebijakan bebas visa kunjungan membuka peluang ekonomi, ada juga ancaman masuknya TKA ilegal dan terbukanya peluang kejahatan lintas negara.

Terlebih, Deddy menilai, potensi TKA ilegal di Jawa Barat juga tergolong besar. Selain karena di provinsi tersebut terdapat banyak industri, tingkat heterogenitas masyarakatnya pun tinggi. "Jabar sangat mudah dimasuki. Yang ilegal juga mungkin banyak," ujarnya.      rep: Muhammad Nursyamsi, Umi Nur Fadhilah, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement