Jumat 06 Jan 2017 14:00 WIB

Jokowi: Masalah dengan Australia Prinsipiel

Red:

JAKARTA -- Indonesia menangguhkan kerja sama latihan militer dengan Australia menyusul insiden dalam latihan bersama beberapa waktu lalu. Presiden Joko Widodo menyebut, ada masalah prinsip yang membuat Indonesia harus mengambil keputusan tersebut.

"Masalah itu meskipun di tingkat operasional, tapi ini masalah prinsip," ujar Kepala Negara menekankan, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (5/1). Kendati begitu, Presiden tidak menjelaskan masalah prinsip seperti apa yang telah dilanggar oleh Negeri Kangguru tersebut.

Jokowi hanya mengatakan bahwa ia telah meminta Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu serta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Di luar kerja sama militer tersebut, Presiden memastikan bahwa hubungan kedua negara tetap baik. "Saya kira hubungan kita dengan Australia masih dalam kondisi yang baik-baik saja. Hanya mungkin di tingkat operasional ini masih perlu disampaikan agar situasinya tidak panas," ujar Presiden.

Keputusan penghentian kerja sama latihan militer diambil pada Rabu (4/1) lalu. Kebijakan itu diambil TNI AD menyusul ditemukannya materi ajar bagi prajurit-prajurit Australia yang dianggap menyinggung Indonesia di Campbell Barracks Swanbourne, Perth. Insiden itu terjadi pada November 2016.

Australian Associated Press (AAP) melansir bahwa kasus itu terkait dengan material mengenai Jenderal (Anumerta) Sarwo Edhie Wibowo, terkait sepak terjangnya memberantas PKI pada 1965. Saat itu, Sarwo Edhie menjabat sebagai komandan Resimen Pasukan Khusus AD (RPKAD) yang menjadi cikal bakal Kopassus.

Selain itu, material artikel juga memuat tentang peran Sarwo Edhie mengawasi referendum di Papua 1969 yang mengawali bergabungnya provinsi tersebut dengan Indonesia. Menurut AAP, sumber di kemiliteran Australia menyebutkan bahwa keterangan-keterangan soal Sarwo Edhie tersebut diambil dari laman ensiklopedia terbuka Wikipedia.

Selain material tersebut, menurut AAP, prajurit Indonesia juga menemukan lambang negara yang terlaminating di markas kemiliteran Australia Campbell Barracks. Dalam salinan itu, alih-alih "Pancasila", dasar negara ditulis "Pancagila".

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengiyakan bahwa keputusan Indonesia menangguhkan kerja sama latihan militer gabungan dengan Australia karena ada kasus penghinaan terhadap Pancasila yang merupakan lambang ideologi bangsa. "Terlalu menyakitkan sehingga tak perlu dijelaskan," ujar Gatot, di Hotel Bidakara, kemarin.

Ia kemudian menjelaskan bahwa pada saat latihan gabungan dengan militer Australia, pelatih dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD menemukan bahwa kurikulum yang diberikan pada siswa di sana mengandung materi yang mendiskreditkan bangsa Indonesia. Bentuk-bentuk pendiskreditan itu, kata Gatot, antara lain, soal kemerdekaan Papua serta dasar negara Pancasila yang dipelesetkan namanya menjadi "Pancagila". "Dari situ, maka saya tarik guru tersebut dan saya hentikan dulu," katanya.

Atas insiden itu, Gatot mengatakan, pihak Australia telah mengirimkan permohonan maaf secara resmi. Negeri Kangguru itu juga menyatakan akan memperbaiki kurikulum serta melakukan investigasi atas peristiwa tersebut.

Panglima TNI menambahkan, kerja sama pelatihan bahasa yang diberikan Indonesia pada angkatan bersenjata Australia telah berlangsung sejak lama. Terbaru, pelatihan bahasa itu dimulai pada Oktober 2016 lalu.

Namun, di tengah jalannya program tersebut, Indonesia memutuskan untuk menghentikan kerja sama dan memanggil pulang pelatihnya. Setelah insiden ini, Gatot memastikan pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kerja sama dengan Negeri Kangguru tersebut.

Namun, Menko Polhukam Wiranto justru menyangkal Indonesia memutus semua hubungan kerja sama militer dengan Australia. Menurutnya, Indonesia hanya menghentikan sementara pelatihan bahasa untuk angkatan bersenjata Australia. "Panglima TNI menghentikan sementara pelatihan bahasa itu, bukan menghentikan kerja sama pertahanan," ujar Wiranto, di Istana Kepresidenan, kemarin.

Keputusan untuk menghentikan kerja sama itu dilakukan setelah pelatih bahasa yang dikirim Indonesia menemukan adanya kurikulum di dalam pelatihan tersebut yang mendiskreditkan bangsa Indonesia.  Wiranto mengatakan, atas kejadian tersebut, pihak Australia secara resmi telah melayangkan surat permintaan maaf pada Pemerintah Indonesia dan berjanji melakukan investigasi.

Selain itu, Menteri Pertahanan Australia juga menyatakan bahwa komandan program pelatihan bahasa akan diberi sanksi. "Penghentian kerja sama ini bersifat sementara dan akan dilanjutkan kembali tatkala Australia sudah benar-benar melakukan langkah-langkah penyelesaian dari kasus tersebut," kata Wiranto.

Untuk itu, Wiranto berharap masalah tersebut tidak akan mengganggu hubungan bilateral antara kedua negara. Ia mengharapkan tak ada pihak-pihak yang mengabarkan kasus tersebut  di luar konteks yang justru akan membingungkan masyarakat dan mengganggu hubungan bilateral kedua negara.      rep: Halimatus Sa'diyah, Fauziah Mursid, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement