Jumat 30 Dec 2016 14:00 WIB

Pukulan Terakhir Pemerintahan Obama untuk Israel

Red:
Presiden Barack Obama bersalaman dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di Oval Office, Gedung Putih, Washington, Senin (9/11). Kedua pemimpin pertama kali bertemu sejak satu tahun lalu.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Presiden Barack Obama bersalaman dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di Oval Office, Gedung Putih, Washington, Senin (9/11). Kedua pemimpin pertama kali bertemu sejak satu tahun lalu.

WASHINGTON -- Di tengah memanasnya hubungan Amerika Serikat-Israel, Menteri Luar Negeri AS John Kerry menegaskan, kesalahan negara Zionis itu terus merambah wilayah Palestina dan membangun permukiman. Komentar pedas sejenis itu sebelumnya tak pernah dikeluarkan pejabat tinggi AS terhadap Israel.

Pidato selama 70 menit yang disampaikan Kerry di Washington kemarin adalah pembelaan atas sikap abstain AS, yang memungkinkan lolosnya Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB 2334, pekan lalu. Resolusi itu memutuskan, pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang dicaplok Israel melanggar hukum internasional.

Para pejabat Israel sebelumnya menuding Presiden Barack Obama merupakan dalang di balik resolusi tersebut. "Bukan resolusi itu yang mengisolasi Israel. (Tapi) kebijakan pembangunan permukiman permanenlah yang berisiko membuat perdamaian tak mungkin dicapai," kata Kerry soal sikap AS terkait resolusi, di Washington, Rabu (28/12) waktu setempat atau Kamis (29/12) WIB.

Penjarahan lahan Palestina untuk dijadikan lokasi permukiman untuk warga Israel sudah dilakukan sejak 1967, setelah Israel memenangkan Perang Enam Hari melawan negara-negara Arab. Sejak itu, sekitar 600 ribu warga Israel telah menempati hunian di wilayahTepi Barat dan Yerusalem Timur, yang juga merupakan kampung halaman sekira 2,6 juta warga Palestina.

Kerry melanjutkan pidatonya kemarin dengan keluh-kesah soal bagaimana barisan ekstrem di Pemerintahan Israel, yang mendukung permukiman membuat upaya menciptakan perdamaian dengan Palestina jadi lebih sukar. "Pada akhirnya, kami tak bisa melindungi elemen-elemen ekstremis ini mencoba menghancurkan solusi dua negara," kata Kerry.

Meski begitu, Kerry menambahkan, AS juga tak bisa menutup mata terhadap aksi-aksi sejumlah pihak di Palestina yang melakukan kekerasan. Menurut dia, AS tak akan mendukung siapa pun yang berniat membuat negara tunggal di wilayah Israel-Palestina. Kerry juga menyampaikan, Amerika Serikat mendorong Yerusalem jadi ibu kota bersama Israel dan Palestina.

Kerry menggantikan Hillary Clinton sebagai menteri luar negeri AS sejak 2013 lalu. Salah satu agendanya saat menjabat adalah mengupayakan perdamaian di Timur Tengah. Meski begitu, hingga sebulan menjelang jabatannya berakhir pada Februari nanti, sasaran tersebut belum tercapai.

Langkah tegas administrasi Presiden Barack Obama menekan Israel belakangan ini tak lepas dari ancaman presiden terpilih Donald Trump, yang akan dilantik 20 Januari 2017. Di akhir pidato kemarin, Kerry menyatakan, ada kemungkinan Trump tak akan mendukung solusi dua negara.

Belum lagi pidato Kerry berakhir kemarin, Trump sudah mencuitkan kecaman melalui akun Twitter-nya, kemarin. "Kita tak bisa membiarkan Israel direndahkan tanpa kehormatan seperti ini. Dulu, AS teman baik Israel, kini tak lagi," tulis Trump. Ia kemudian menjanjikan perubahan keadaan selepas dilantik nanti. "Tetaplah kuat, Israel, 20 Januari akan segera tiba!" Tanggal 20 Januari adalah hari saat Trump dilantik menjadi presiden AS.

Trump juga sebelumnya telah berjanji memindahkan kedubes AS untuk Israel ke Yerusalem. Belakangan, menurut New York Times, ia memastikan akan menunjuk David Friedman sebagai duta besar AS untuk Israel. Friedman kerap kali menyatakan tak setuju dengan solusi dua negara. Ia juga diketahui sebagai salah satu pengumpul donor di AS untuk membiayai pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina oleh Israel.

Tolak didikte

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung menanggapi dengan berang pidato Kerry, kemarin. Sejam setelah pidato Kerry mengudara,  Netanyahu menyampaikan pidato balasan yang disiarkan secara langsung stasiun-stasiun televisi Israel.

Media Israel Hareetz melansir, Netanyahu menilai pidato tersebut sangat berpihak ke Palestina dan mengecewakan. Ia juga menegaskan, Israel tak akan mau didikte oleh sang menteri luar negeri dan menunggu bekerja sama dengan Pemerintahan AS yang baru setelah Trump dilantik.

Ia pun mengingatkan Kerry, Israel adalah negara paling stabil di Timur Tengah. Seandainya AS lebih menyoroti terorisme dari sisi Palestina, menurut Netanyahu, kedamaian bakal lebih cepat tercapai.

Di lain pihak, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik pidato Kerry. Ia mengatakan, pidato itu membuka harapan terkait perdamaian pada masa datang dengan syarat, Israel menaati DK PBB dan menghentikan pembangunan permukiman.

Sementara itu, media Mesir Al-Youm Al-Sabba melansir bocoran dokumen yang diklaim sebagai bukti bahwa AS berada di belakang munculnya Resolusi DK PBB 2334. Bocoran itu berisi transkrip pertemuan antara John Kerry, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Susan Rice, dan delegasi Palestina di Washington 10 hari sebelum pemungutan suara resolusi.

Dalam pertemuan itu, Kerry menjanjikan, delegasi AS tak akan memveto resolusi jika isinya sesuai dengan kemauan AS.  Mesir adalah negara yang mula-mula mengajukan resolusi meski kemudian menarik diri dan digantikan oleh Malaysia, Selandia baru, dan Senegal.

Dalam bocoran dokumen itu juga diungkapkan soal alasan AS mendorong resolusi. Yakni, karena Donald Trump sebagai presiden selanjutnya dinilai akan sangat berpihak pada Israel dan berpotensi membuat situasi di Timur Tengah kian tak menentu.

Kementerian Luar Negeri AS menyangkal dokumen tersebut. Meski begitu, isi dokumen sejalan dengan klaim Israel, yang memiliki bukti AS berada di balik lolosnya Resolusi DK PBB 2334. rep: Lida Puspaningtyas reuters ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement