JAKARTA - Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang dikutip dari buku Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, AKI mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.
Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Sebagai gambaran, pada 2007, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di Singapura hanya enam per 100 ribu kelahiran hidup, Brunei 33 per 100 ribu kelahiran hidup, Filipina 112 per 100 ribu kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam masing-masing mencapai 160 per 100 ribu kelahiran hidup.
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani mengatakan, terdapat sejumlah penyebab di balik kenyataan tersebut. Pertama, pengetahuan perempuan di Indonesia ihwal kesehatan alat reproduksi masih minim. Kedua, pernikahan dini masih tinggi di daerah-daerah di Tanah Air.
"Kalau masih kecil tentu alat reproduksinya belum siap," ujar Irma kepada Republika di Jakarta, Rabu (21/12).
Penyebab ketiga, lanjut dia, adalah belum masifnya sosialisasi pemerintah melalui pusat kesehatan masyarakat. Kondisi diperparah dengan fakta tidak semua puskesmas memiliki rumah sakit. "Ini harus dipenuhi," kata Irma.
Politikus Partai Nasdem ini menambahkan, penyelesaian permasalahan tingkat kematian ibu harus melibatkan semua kementerian/lembaga, tidak hanya Kementerian Kesehatan. Sebagai contoh kasus di daerah pemilihannya di Sumatra Selatan, seorang perempuan harus menikah dini saat baru memasuki kelas II SMP lantaran keluarga tidak mampu dari sisi biaya.
Ketidakmampuan keluarga juga berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang masing-masing berada di bawah kewenangan Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan. Irma menyebutkan, tidak tuntasnya penyelesaian permasalahan ini bahkan sebelum masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lantaran masing-masing bergerak sendiri-sendiri.
"Oleh karena itu, penyelesaiannya harus komprehensif," ujar Irma.
Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek pernah mengatakan, yang diperlukan untuk menurunkan angka kematian ibu adalah akses pendidikan. Sebab, fakta yang dia temukan saat kunjungan kerja ke daerah-daerah, pernikahan dini begitu marak.
"Kalau sudah tamat SD, mereka langsung dikawinkan begitu saja, padahal fisik dan kejiwaannya belum sempurna," kata Nila.
Menurut dia, jika pendidikan rendah, maka akan minim pengetahuan, minim pendapatan, dan bermasalah dengan ekonomi sehingga hal-hal yang tidak diinginkan kerap terjadi. Oleh karena itu, Kemenkes akan tetap melakukan pendekatan untuk kesehatan masyarakat.
"Tapi akses pendidikan tetap harus ditingkatkan agar masyarakat tahu bagaimana menjaga kesehatan sendiri dan keluarga. Dengan begitu, angka kematian ibu akan menurun," ujar Nila.
Ketua Umum Asosiasi Pita Putih Indonesia (APPI) Ny Giwo Rubianto Wiyogo menyatakan, tingkat kepedulian terhadap penurunan angka kematian ibu, terutama saat melahirkan, belum merata dan perlu ditingkatkan lagi. Caranya melalui berbagai gerakan dan program sosialisasi.
Seharusnya, kata dia, masyarakat, dunia usaha, keluarga, dan pemerintah bisa membuat suasana yang kondusif bagi ibu hamil. Sebab, bila masyarakat peduli, nantinya bisa menekan angka kematian ibu.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan, angka kematian ibu yang masih tinggi salah satunya disebabkan pernikahan usia dini. Untuk itu, Kementerian PPPA meminta masyarakat memberi perhatian terhadap kesehatan ibu hamil di sekitar mereka.
"Kesehatan reproduksi itu faktor utama dalam pernikahan. Terlebih saat menikah usia dini. Ibu hamil yang menikah di usia muda perlu memperhatikan betul kondisi kesehatan mereka," ujar Yohana.
Menurut dia, kondisi kesehatan yang tidak prima pada ibu hamil yang menikah di usia dini menjadi penyebab kematian ibu. Selain kesadaran pribadi, orang-orang terdekat diharapkan dapat menjaga ibu hamil.
Kementerian PPPA bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengampanyekan menghindari pernikahan di usia dini.
"Jika sudah telanjur menikah muda, ibu hamil harus betul-betul menjaga kandungannya. Periksakan perkembangan kandungan secara rutin. Kerabat dekat perlu ikut mengontrol kesehatan calon ibu," kata Yohana. rep: Dian Erika Nugraheny, Fauziah Mursid, Umi Nur Fadhilah/antara, ed: Muhammad Iqbal