Jumat 16 Dec 2016 15:00 WIB

‘Ekspor Mulai Bangkit Setelah Masuk Jurang’

Red:

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan November 2016 mengalami surplus 837,8 juta dolar AS. Perinciannya, nilai ekspor mencapai 13,49 miliar dolar AS, sementara nilai impor sebesar 12,65 miliar dolar AS.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, surplus November 2016 dipicu oleh surplus sektor nonmigas sebesar 1,49 miliar dolar AS. Sedangkan sektor migas, defisit 656,7 juta dolar AS.

Berdasarkan data BPS, tercatat ekspor nonmigas November 2016 mencapai 12,39 miliar dolar AS, sementara impor nonmigas sebesar 10,89 miliar dolar AS. Ekspor dan impor migas masing-masing tercatat 1,1 miliar dolar AS dan 1,7 miliar dolar AS.

Sasmito menjelaskan, secara kumulatif kinerja ekspor dan impor masih menunjukkan pertumbuhan negatif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tren pertumbuhan yang menurun ini sudah terjadi sejak 2011.

Namun, Sasmito mengatakan, ada kecenderungan membaiknya kinerja ekspor impor yang mulai terjadi sejak September tahun ini. Perbaikan yang terjadi, menurut dia, berupa lebih tingginya nilai ekspor dan impor bulanan untuk tahun ini dibandingkan kinerja bulanan tahun lalu.

Artinya, selisih positif kinerja perdangan bulanan terus terjadi sepanjang tahun ini, dibandingkan 2015 lalu. Secara perinci, nilai ekspor Indonesia November tahun ini mencapai 13,5 miliar dolar AS atau naik 5,91 persen dibanding dengan bulan sebelumnya.

Sedangkan bila dibandingkan November tahun lalu, kinerja ekspor November tahun ini juga naik 28,75 persen. Penurunan kinerja ekspor bisa dilihat bila dihitung secara kumulatif sejak Januari hingga November.

Pada periode Januari-November 2016, total nilai ekspor tercatat sebesar 130,65 miliar dolar AS. Nilai tersebut anjlok 5,63 persen dibandingkan raihan kumulatif tahun lalu.

Tidak hanya itu, ekspor nonmigas juga tercatat turun 1,96 persen. "Ekspor kita, seperti saya sampaikan, ini back to normal setelah menurun terus. Jurang terdalam ekspor kita pada Januari 2015. Walaupun Juli sempat rendah, tapi rasanya jurangnya di Januari. Kemudian, ekspor kita yang lumayan tinggi masih didorong oleh sektor ekstraktif tradisional, seperti CPO dan batu bara. Kemudian dari sisi impornya, saya kira impor kurang lebih masih sama," kata Sasmito di Jakarta, kemarin.

Bila ditilik dari segi pangsa pasar ekspor nonmigas secara kumulatif Januari-November 2016, Amerika Serikat (AS) bertahan di posisi pertama sebagai negara tujuan utama. Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat sebesar 14,22 miliar dolar AS atau 11,97 persen dari total ekspor Indonesia.

Di bawah AS, Cina yang sebelumnya kerap disebut sebagai pangsa pasar utama Indonesia, justru bertahan di posisi kedua dengan nilai ekspor sebesar 13,23 miliar dolar AS atau 11,14 persen dari total ekspor. Sedangkan Jepang di posisi ketiga, menyumbang nilai ekspor sebesar 11,97 miliar dolar AS atau 10,08 persen.

BPS mencatat, nilai impor pada November tahun ini, sebesar 12,66 miliar dolar AS atau naik 10 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sesuai tren kenaikan kinerja bulanan, nilai tersebut juga mengalami kenaikan 9,88 persen dibandingkan November 2015.

Namun, secara kumulatif Januari hingga November tahun ini, total nilai impor sebesar 122,86 miliar dolar AS mengalami penurunan 5,94 persen dibandingkan kumulatif tahun 2015. "Dalam waktu setahun, kita lihat bahwa setidaknya mulai Oktober atau sejak September 2016, kondisi impor bulanan kita sudah melebihi tahun 2015 lalu. Tadinya nyaris selalu di bawah. September mulai ada peralihan titik balik. Impor bulanan tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu, baik impor total maupun nonmigas, ini sejak September 2016. Trennya sedang menuju tren normal," kata Sasmito menjelaskan.

Dilihat dari negara asal barang impor, Cina masih menduduki peringkat pertama dengan nilai 27,55 miliar dolar AS atau mencapai 26,04 persen dari total nilai impor Indonesia. Posisi kedua diduduki Jepang dengan nilai impor 11,94 miliar dolar AS atau 11,2 persen.

Sedangkan Thailand, menyumbang nilai impor sebesar 7,95 miliar dolar AS atau 7,52 persen.

Terdongkrak komoditas

Peneliti dari Indef Eko Listiyanto menilai, tren surplus neraca perdagangan Indonesia yang berlangsung sejak awal tahun ini tak lepas dari perbaikan harga komoditas ekspor strategis, seperti batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan karet. Ia menyebutkan, kinerja perdagangan yang positif hingga akhir tahun ini merupakan sesuatu yang polanya memang sudah terlihat.

Dengan merangkaknya harga komoditas, Eko meyakini kinerja perdagangan akan melanjutkan surplusnya hingga tahun depan. Tetapi, dia mengingatkan pemerintah kinerja perdagangan Indonesia tidak bisa lepas dari proyeksi kenaikan harga minyak dunia pada 2017.

Apalagi, dengan keputusan OPEC yang memutuskan penurunan produksi, membuat fenomena kenaikan harga minyak dunia semakin nyata. Indonesia, yang berstatus sebagai net importer, dinilai akan ikut menanggung kenaikan tersebut.

Solusinya, pemerintah harus menggenjot ekspor, khususnya komoditas yang harganya sedang melesat pada 2017. Selain itu, pasar ekspor harus dicari lagi, terutama negara-negara yang belum bermitra dagang dengan Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pada kuartal IV 2016, harga komoditas memang menunjukkan pertumbuhan positif. Meski begitu, Sri mengaku pemerintah masih perlu melihat lebih jeli, apakah dari segi volume komoditas sudah mengalami peningkatan yang signifikan.

Peningkatan secara volume artinya Indonesia bisa memanfaatkan merangkaknya harga komoditas belakangan ini. "Tapi, memang kita lihat bahwa dalam bulan terakhir ini ekspor kita sudah flat dari sebelumnya negatif, bahkan beberapa kegiatan di sektor pertambangan sudah mencetak positive growth. Jadi itu bagus," ujar Sri.

Ia menambahkan, pemerintah masih akan terus memonitor perkembangan kinerja perdagangan ke depan. Khususnya, setelah kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai berjalan di bawah presiden baru, Donald Trump. 

"Dengan hal itu, diharapkan perekonomian yang selama ini juga dari Amerika akan mengalami tren yang lebih positif, dan itu menjadi salah satu harapan bagi kita," kata Sri.     rep: Sapto Andika Candra, Debbie Sutrisno, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement